Sabtu, 30 Maret 2019

Belum Tentu Terpilih, Begini Bagi-Bagi Kekuasaan a la Prabowo Subianto

Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto sempat memperkenalkan para calon menteri yang duduk di kabinet pemerintahannya jika terpilih pada Pilpres 2019 nanti.  


Hal ini disampaikannya saat kampanye terbuka di Lapangan Sidolig, Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung, Kamis (28/3).


Beberapa nama pentolan koalisinya disebut akan menjadi menteri bila dirinya terpilih nanti, diantaranya, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Sekjen PAN Edy Soeparno dan Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. 


Kampanye Prabowo dengan memperkenalkan para calon menterinya jika di terpilih menjadi presiden itu adalah bagian dari bagi-bagi kekuasaan. Orang-orang yang akan diangkat menjadi menteri itu adalah mereka yang sudah habis-habisan mendukungnya dan patungan besar untuk kampanye.


Padahal, calon menteri itu sebagian adalah orang-orang tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Mereka dipilih bukan karena kompetensi, sehingga pantas disebut tanpa dasar yang jelas dan tanpa pertimbangan matang.


Misalnya, pemilihan AHY sebagai calon menteri Prabowo hanyalah langkah taktis Prabowo untuk menarik hati pendukung Partai Demokrat agar tetap mendukungnya.


Dulu AHY pernah digadang-gadang menjadi Cawapres Prabowo, tapi malah digeser oleh Sandi. Dengan begitu, semuanya hanyalah gimmick saja. 


Itulah taktik Prabowo untuk mencari suara dari para pendukung partai koalisinya. Mereka diberikan jabatan tertentu agar tetap mau mendukung. 


Bila seperti itu, bukankah itu tak lain sebagai politik dagang sapi? Ya, hanya sekadar jual beli jabatan, tanpa gagasan untuk memajukan rakyat Indonesia.

Keserakahan Kader Gerindra, Kades Aktif Mencalonkan Diri sebagai Caleg DPR RI

Pelanggaran peraturan Pemilu kembali dilakukan oleh calon legislatif dari Partai Gerindra. Pasalnya, ada seorang Kepala Desa yang maju menjadi caleg, tanpa mundur dari jabatan sebelumnya. 


Adalah, Joko Sudarmawan yang tercatat sebagai kepala desa aktif di Desa Klagen, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan. Saat ini dirinya tercatat sebagai Caleg dapil Jatim VIII, yang meliputi Kabupaten dan kota Madiun, Kabupaten Nganjuk, Jombang dan Mojokerto. 


Kasus ini baru terbongkar setelah Bawaslu Magetan mengetahuinya saat nama yang bersangkutan tercatat di DCT, mengingat yang bersangkutan mencalonkan diri di luar Magetan yakni dapil VIII Jatim. 


Padahal sesuai aturan, Kades yang akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif harus mengundurkan diri.


Menyikapi hal itu, Bawaslu Magetan telah melimpahkan semua berkas terkait pelanggaran ini ke Bawaslu propinsi Jawa Timur untuk pembahasan Bawaslu RI.


Akibat dari pencalegan Kepala Desa tersebut akhirnya pelayanan administrasi di tingkat desa cukup terganggu. Kades itu jarang masuk kantor hingga melalaikan tanggung jawab pekerjaannya.


Begitulah kelakuan kader Gerindra, dia berani melanggar aturan dengan secara diam-diam mencalonkan diri di luar Magetan agar bisa merangkap jabatan. 


Betapa serakahnya Caleg dari Partai Gerindra ini. Demi memperkaya diri dan tidak mau rugi, dia mengambil resiko untuk merangkap jabatan. Dengan tidak mundur seperti itu, jika ia tidak terpilih nanti, ia masih bisa menjadi Kades. Ini jelas tidak benar secara aturan hukum. 


Jangan pilih caleg serakah seperti ini, juga Partai Gerindra sebagai partai pengusungnya karena terbukti membiarkan pelanggaran hukum terus terjadi.

Jumat, 22 Maret 2019

Petani Bawang Korban Sandiwara Uno Tersangkut Kasus Hukum

Masih ingat dengan petani bawang yang pernah viral curhat kepada Sandiaga Uno? Ya, Moh Subkhan. Ia kini justru terseret kasus hukum dan ditahan pihak berwajib. 


Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Brebes, Moh Subkhan, itu akhirnya ditahan penyidik Reskrim Polres Brebes, Jawa Tengah pada Selasa (19/3/2019). Ia ditahan karena diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang warga.


Adalah, Sukrono (60) yang merupakan seorang petani itu menjadi korban penganiayaan Subkhan saat mereka bertemu di tepi jalan desa Tegalglagah. Subkhan saat itu emosi terkait video yang sudah tersebar di media sosial. 


Dalam video tersebut, Sukro menyebut-nyebut kalau Subkhan mengalami gangguan kejiwaan, bahkan pernah dirawat di rumah sakit jiwa.


Perlu diketahui, Subkhan sang pelaku Sandiwara Uno itu memang alumni RSJ Magelang. Saat ini dia diancam hukuman 5 tahun penjara atas perbuatannya.


Itulah karma dari pelaku Sandiwara. Gegara menjadi pelaku kebohongan di hadapan publik, kini dia harus berurusan dengan hukum atas kasus yang lain. 


Inilah semesta yang bekerja. Mereka yang menyebarkan hoaks pasti akan mendapatkan balasannya dari Tuhan.

Koar-Koar Utang Negara, Prabowo ternyata Terlilit Utang Ratusan Miliar

Meski kerap berkoar-koar soal utang negara, ternyata seorang Prabowo Subianto juga tak terlepas dari mekanisme utang-piutang. Bahkan, beberapa perusahaannya malah terjerat utang hingga ratusan miliar, hingga terancam pailit karena tak mampu melunasinya. 


Seperti diketahui, beberapa waktu lalu PT Bank Mandiri Tbk melayangkan surat tagihan utang dana reboisasi proyek Hutan Tanaman Industri kepada PT Tanjung Redeb Hutani milik Prabowo Subianto dengan total tunggakan angsuran hutang pokok beserta denda keterlambatan pembayaran sebesar Rp123 miliar.


Kemudian, perusahaan kertas milik keluarga Calon Presiden Prabowo Subianto, PT Kertas Nusantara (PT KN) juga terancam gulung tikar. Sebab Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) PT KN atas PT Multi Alphabet Dinamika (PT MAD).


Jika dalam waktu beberapa bulan, PT KN tidak bisa membayar utang sebesar Rp 142 miliar, maka serta merta dinyatakan bangkrut.


PT KN merupakan perusahaan milik keluarga Prabowo. Dia menduduki kursi Direktur Utama (Dirut) hingga 2009 saat PT KN mulai di landa krisis keuangan. 


PT KN sendiri memang mengakui adanya kemacetan dan kemunduran perusahaan. Sehingga mengalami kesulitan dan tidak memiliki dana yang cukup untuk menyelesaikan kewajiban kepada para debitur. 


Dengan adanya kasus utang dari Prabowo Subianto itu akan menjadi problem terkait kredibilitas yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan publik akan melihat propaganda anti hutang yang kerap disuarakan Prabowo berbanding terbalik dengan kehidupan bisnis pribadinya. 


Itulah sisi lain dari kehidupan Prabowo dan keluarganya. Sering koar-koar anti utang, tetapi perusahaannya sendiri malah terlilih utang. Bagaimana mengatasi masalah bangsa, apabila masalah sendiri saja belum beres?

Kamis, 21 Maret 2019

Kader PAN Terjerat Kasus Korupsi, Katanya Partai Allah?


Meski mengaku sebagai Partai Allah, namun ternyata kelakuan kader Partai Amanat Nasional (PAN) tak menunjukan nilai-nilai ketuhanan. Banyak kadernya yang justru terjerat kasus korupsi, seperti yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan.


Taufik Kurniawan didakwa menerima suap dari Bupati Kebumen Yahya Fuad dan Bupati Purbalingga Tasdi. Suap itu diberikan oleh M. Yahya Fuad sebanyak Rp 3,65 miliar dan Tasdi sebanyak Rp 1,2 miliar.


Karenanya, politisi PAN itu terbukti melanggar Pasal 12 Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 21 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 


Suap tersebut terjadi kala terdakwa meminta fee 5 persen untuk menggolkan Dana Alokasi Khusus (DAK) di dua daerah tersebut.


Parahnya, meskipun Taufik telah ditahan karena korupsi, namun belum juga mengajukan surat pengunduran diri dari PAN maupun ke pimpinan DPR sebagai wakil ketua. Bahkan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan perlu membujuknya agar koruptor itu bersedia untuk mundur dari kursinya. 


Ini sungguh merupakan kontrakdiksi dari partai yang disebut sebagai partai Allah, namun perbuatannya justru mendekati setan. Bahkan setelah kasus ikorupsi tu terbukti sekalipun, kader PAN tetap juga tak punya urat malu untuk mundur dari jabatannya. 


PAN sebagai partai yang berlatar belakang religius dan pernah menyebut diri sebagai partai Allah, namun baru saja mengingkari sendiri dengan kasus korupsi. Ini wujud inkonsisten dari cara berpikir dan tindakan.


Oleh karena itu kepada segenap masyarakat, agar lebih berhati-hati dengan janji manis partai yang senang memainkan agama hanya untuk kepentingannya semata. Kasus PAN itu cukup menjadi pelajaran bagi kita semua.

Minggu, 17 Maret 2019

Sandiaga Uno dan Jejak Pelanggaran Hukum Korporasi

Nama Sandiaga Uno selama ini dikenal sebagai pebisnis muda. Namun saat ini, dirinya mencalonkan diri sebagai cawapres RI bersama Prabowo Subianto. 


Karena dia sedang maju sebagai calon pejabat publik, maka masyarakat seharusnya tahu siapa Sandiaga Uno sebenarnya. Hal ini agar publik tidak tertipu dengan penampilannya.


Sebenarnya, Sandiaga Uno banyak terbelit masalah hukum. Bukan kali ini saja, bahkan Sandi sudah beberapa kali berurusan dengan hukum dan keluar masuk kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan. 


Penipuan, pemalsuan surat, korupsi dan pencucian uang adalah beberapa kasusnya. Namun banyak orang yang tak tahu kasus-kasus hukum tersebut. Bila tak percaya, cek saja kasus tersebut dalam jejak digital, pasti semuanya masih terekam.


Sandi memang benar-benar penjahat korporasi kelas kakap yang berhasil membungkus semua kebusukan dengan pencitraan agar namanya tetap bersih di mata masyarakat. 


Misalnya, Sandiaga sebenarnya pernah terlibat dalam kasus korupsi Depo Pertamina Balaraja, lalu korupsi Duta Graha Indah sampai kasus-kasus pencucian uangnya di Garuda Indonesia dan seterusnya. 


Pada kasus Depo Pertamina Balaraja, Sandiaga Uno terlibat pada 3 tindak pidana sekaligus, yaitu penipuan, pemalsuan dokumen, dan korupsi. 


Sandiaga Uno pernah diperiksa oleh KPK dan PPATK atas dugaan penggelapan pajak. Namanya tercatat dalam dokumen “The Panama Papers” sebagai salah satu pengusaha Indonesia pemilik beberapa perusahaan _offshore_, yang biasa digunakan untuk tindak pidana pencucian uang.


Kemudian, Sandiaga Uno juga pernah dilaporkan oleh Fransiska Kumalawati Susilo terkait penggelapan tanah dan pemalsuan dokumen berupa kwintasi penjualan tanah pada 2012.


Dengan kasus-kasus hukum yang melilit Sandi, tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa Sandiaga Uno adalah penjahat korporasi. 


Sejumlah kasus di atas juga menjadi bukti bahwa Sandiaga bukanlah sosok yang bersih, sebagaimana yang dibayangkan publik selama ini. Dia bagaimanapun adalah pebisnis yang jejaknya belepotan dengan perkara hukum.

Jejak Hitam, Perusahaan Sandiaga Uno Hancurkan 2000 Ha Hutan Lindung di Banyuwangi

Jejak hitam Sandiaga Uno di bidang korporasi tak hanya soal dugaan korupsi dan penipuan saja, lebih lanjut juga terkait dengan aktivitas perusakan ingkungan. Hal ini terkait dengan keberadaan perusahaannya di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. 


Pasalnya, aktivitas pertambangan emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) milik Sandiaga Uno, Boy Thohir dan Soeryadjaya telah menyebabkan banjir lumpur di Kawasan Wisata Pantai Pulau Merah, Kabupaten Banyuwangi. 


Tak hanya itu, perusahaan tersebut telah mengabaikan keselamatan rakyat, alam dan lingkungan dengan merusak sekitar 2.000 Ha kawasan Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu.


Melalui perusahaan tambang miliknya, PT. Merdeka Copper Gold Tbk, mereka mengeruk kandungan mineral gunung tersebut dan menghilangkan keberadaanya. Tak hanya itu, seluruh keanekaragaman hayati di Gunung tersebut pun akan turut musnah.


Tambang emas yang diklaim merupakan terbesar kedua setelah tambang emas Freeport Indonesia di Papua ini, akan mengeruk mineral berupa emas, perak dan tembaga yang ada di dalam perut gunung tersebut.



Bila ini dibiarkan terus menerus pasti akan mengancam keselamatan dan merugikan rakyat di wilayah tersebut. Karena mereka akan mengalami bentang alam yang rusak dan tidak mendapatkan keuntungan secara ekonomi. 


Dengan rekam jejak seperti itu, bila Sandiaga Uno mengaku berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dan alam Indonesia adalah omong kosong belaka. Sandiaga Uno ini adalah contoh dari pebisnis serakah dan tidak mau memikirkan nasib rakyat. 


Ia rela merusak hutan lindung dan lingkungan untuk bisnis pertambangan yang semata-mata hanya untuk memperkaya diri sendiri, tanpa sadar telah menghancurkan masa depan masyarakat setempat.


Bila pebisnis kotor seperti ini menjadi pemimpin Republik Indonesia, maka kita tentu saja khawatir dan takut. Sebab bila dia menang nanti, bisa jadi alam Indonesia akan dikapling-kapling untuk pertambangan para konglomerat saja. 


Bila terjadi demikian, lantas dimana rakyat akan hidup aman dan sejahtera? Ini yang tak pernah dipikirkan oleh Sandiaga Uno, dkk.

Rekam Jejak Sandiaga di Sekitar Kasus Korupsi Perusahaannya

Selaku pebisnis, ternyata tak semua aktivitas usaha Sandiaga Uno itu bersih. Sebaliknya justru banyak perusahaannya yang tersangkut kasus korupsi dan diputus bersalah. 


Salah satunya adalah PT Duta Graha Indah (DGI), yang sudah berganti nama jadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE). Perusahaan ini didakwa korupsi oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 


PT DGI/NKE disebutkan memperkaya korporasi senilai ratusan miliar rupiah atas sejumlah proyek pemerintah. Adapun perbuatan yang diduga mengakibatkan negara merugi sebesar Rp 25, 95 miliar itu.


Perlu diketahui, Sandiaga Uno adalah pemilik PT DGI pada saat dugaan korupsi itu terjadi.


PT DGI diketahui terlibat kerjasama dengan PT Permai milik Nazarudin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang sekarang menjadi napi korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. Pada bulan Juli 2017 PT DGI sudah ditetapkan sebagai tersangka korporasi atas proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana, Bali.


Dalam pengembangannya, penyidik KPK menemukan enam proyek lainnya yang diduga dikorupsi oleh perusahaan yang bermitra dengan Permai Group milik terdakwa korupsi Wisma Atlet, Muhammad Nazaruddin.


Atas beberapa kasus korupsi di atas, Sandiaga Uno telah dipanggil beberapa kali oleh penyidik KPK dan dihadirkan menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Hingga akhirnya, Pengadilan Tipikor memvonis PT. DGI, sehingga sudah seharusnya Sandiaga ikut bertanggung jawab.


Diduga kuat ada kesepakatan jahat yang dilakukan PT. DGI untuk memenangkan perusahaan terhadap pengerjaan proyek yang digarap Sandiaga. Itulah awal mula tindakan koruptif terjadi.


Dengan rekam jejak seperti itu, sudah seharusnya publik mengetahui bahwasanya Sandiaga Uno bukanlah sosok pebisnis yang bersih. Dia justru banyak terlibat dalam kasus korupsi via perusahaannya. 


Hal ini dikhawatirkan akan berlanjut bila dirinya menjadi Wakil Presiden RI nanti. Proyek-proyek pembangunan pemerintah akan menjadi ajang bancakan dari perusahaan-perusahaannya dan kroni-kroni di sekitaran dirinya. 


Bila benar seperti itu, maka kita akan kembali seperti di era Orde Baru, dimana KKN merajalela. Inilah yang harusnya kita takutkan bersama.

Rekam Jejak Sandiaga Uno, Pernah Dilaporkan ke Polisi terkait Penipuan

Bila melihat rekam jejaknya, Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno bukanlah sosok yang bersih. Ia pernah terjerat beberapa kasus hukum karena sepak terjangnya dalam aktivitas bisnisnya.  


Misalnya, tahun lalu Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan penipuan atau penggelapan atau penadahan dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait aset PT Japirex berupa sebidang tanah yang berlokasi di Tangerang, Banten. 


Selain itu Sandiaga Uno juga pernah dilaporkan dalam kasus penggelapan dan pemalsuan, serta kasus tuduhan pemalsuan dan/atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.


Beberapa kasus di atas hingga kini masih terus berlanjut. Hal ini membuktikan bahwa dirinya memang banyak berurusan dengan hukum karena dianggap merugikan orang lain. 


Meski Sandiaga Uno sejak dulu terlilit beberapa masalah, namun tetap melaju menjadi cawapres dengan segala retorika dan program yang bersifat abstrak. Tak ada gagasan dan program konkret yang diajukannya. 


Rekam jejak Sandiaga Uno atas kasus-kasus hukumnya di atas harus dibuka ke publik. Agar masyarakat mengetahui siapa sebenarnya kandidat pemimpin yang akan dipilihnya. 


Untuk itu, masyarakat sebaiknya agar lebih cermat dalam menelisik informasi rekam jejak calon pemimpinnya. Karena hal tersebut menjadi modal dasar ke depan dalam memimpin.

Selasa, 12 Maret 2019

Lagi-Lagi, Sandiaga Uno Mainkan Taktik Playing Victim


Lagu lama diputar kembali oleh kubu 02. Mereka menggoreng isu seolah menjadi korban kedzaliman pemerintah. Taktik 'playing victim' kembali dijalankan. 


Hal itu terlihat dari pernyataan Sandiaga Uno menanggapi batalnya konser Tribute to Dhani di Surabaya. Ia mengaku kecewa dan merasa sebagai korban atas kejadian tersebut. 


Dari pernyataannya tersebut terlihat Sandi berusaha menggiring wacana bahwa dirinya adalah korban. Sehingga tidak bisa datang ke acara tersebut. 


Padahal, kenyataannya tidak demikian. Batalnya konser itu karena ada kesalahan administrasi dari pihak penyelenggara. 


Pasalnya, mereka tidak bisa memberikan izin keramaian sebagai syarat diadakannya konser. Yang dimiliki oleh panitia hanyalah izin kampanye yang dikeluarkan Bawaslu. 


Oleh karena itu, pihak Kepolisian terpaksa melarang dan membatalkan konser tersebut. Hal ini perlu diluruskan agar tidak terkesan pemerintah dzalim dan melarang pihak oposisi berkampanye.


Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan menyatakan bahwa konser dan kampanye itu kegiatan yang berbeda. Sehingga pengurusan izinnya pun juga berbeda. Jika ada konser maka harus disertai izin konser atau keramaian.


Rudi menegaskan bahwa pembatalan acara ini murni lantaran adanya kesalahan administrasi dari panitia, bukan karena kampanye salah satu paslon.


Hal ini pun juga diakui sendiri oleh panitia. Ketua Penyelenggara konser ini, Didik Darmadi, mengakui bahwa pihaknya memang luput dan melakukan kesalahan. 


Didik mengira izin acara ini cukup hanya dengan izin kampanye Sandiaga yang diajukan pihaknya ke Polda Jatim beberapa waktu lalu. Untuk itu, Didik pun memohon maaf atas dibatalkannya konser solidaritas untuk Ahmad Dhani ini.


Dari kronologi kasus tersebut sudah jelas sekiranya Sandi berusaha menggunakan taktik "playing victim". Dia berusaha menggiring opini seolah dirinya korban dari rezim Jokowi karena dilarang kampanye. Itu semua sudah terbantahkan! 


Lagian, Sandi sebenarnya sudah terlebih dahulu memastikan tidak hadir dalam acara tersebut lantaran dia menghadiri acara lain di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. 


Namun dalam video unggahannya itu, dia sepertinya memelas bahwa dirinya tak jadi datang karena acaranya dibatalkan. Ini jelas sebuah Sandiwara Uno lagi. 


Dengan video tersebut, Sandi sedang menggiring oponi kepada undecided voters dan swing voters bahwa  konser Tribute to Ahmad Dhani dibatalkan kepolisian. Harapannya orang terkesan bahwa pemerintah dzalim kepada mereka. Ujung-ujungnya adalah harapan agar masyarakat tak memilih Jokowi-Maruf Amin. 


Alasan lain adalah untuk menggiring opini publik bahwa kepolisian tidak adil terhadap kubu Prabowo-Sandi. 


Itulah taktik licik yang dimainkan kubu 02. Bila masyarakat tidak waspada, maka akan sangat mudah dibenturkan. 


Jangan mau diadu domba demi kepentingan politik.

Jokowi vs Prabowo di Mata Orang Aceh

Dukungan kepada Jokowi-Maruf Amin hadir dari Nangroe Aceh Darussalam. Hal ini setelah para eks Kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menyampaikan dukungannya kepada calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01 tersebut.


Mantan juru bicara (jubir) militer GAM, Sofyan Dawood menyatakan pasangan capres-cawapres nomor urut 01 lebih mempunyai komitmen dan ketulusan. Sehingga, dia menegaskan bahwa eks kombatan GAM siap memenangkan Jokowi-Ma’ruf di Serambi Mekah.


Sofyan menilai, selama memimpin Indonesia, Jokowi telah membangun Aceh dengan baik, pembangunan tersebut perlu keberlanjutan. Sehingga lima tahun masa pemerintahan tidak cukup bagi Jokowi membangun Serambi Mekah, dan harus diberikan periode kedua untuk Jokowi menjabat.


Eks kombatan GAM Safrizal Sahril juga mengungkapkan bahwa eks kombatan tak mudah dibohongi oleh hoaks dan fitnah yang mengarah ke Jokowi-Maruf Amin. 


Ia yakin Jokowi mampu membina eks kombatan karena beliau orangnya tulus dan mau bekerja. Jokowi juga dinilai sebagai pemimpin yang berkomitmen, adil, tulus dalam kepemimpinnya.


Wajah Jokowi yang tulus tentu saja berbeda dengan Prabowo yang terkenal bengis. Apalagi Mantan Danjen Kopassus itu juga kerap menyebarkan kabar bohong.


Seperti misalnya, usahanya untuk membodohi masyarakat Aceh dengan cerita sok heroik terkait perburuan Muzakir Manaf (Mualem). Sebelumnya, Prabowo bercerita dirinya pernah memburu komandan GAM itu. 


Padahal kalau dicermati, Mualem dilantik pada tahun  2002, sedangkan Prabowo dipecat dari TNI tahun 1998. Jadi kapan Prabowo memburu Mualem? 


Kemudian, kebohongan lain juga terbongkar. Soemitro Djojohaikoesoemo, ayah Prabowo, itu tak terlibat dalam pembelian pesawat Seulawah yang didanai oleh rakyat Aceh. 


Sebelumnya, disebutkan bahwa ayahnya itu sering pulang pergi ke Provinsi Aceh untuk menggalang dukungan dari masyarakat setempat. 


Padahal, dalam sejarah pembelian pesawat Seulawah tidak pernah ada nama Soemitro. Apalagi ikut menggalang dana. Sebab yang menggalang dana dilakukan oleh Abu Beureueh, GASIDA dan lain-lain. 


Melihat itu, sebaiknya Prabowo harus belajar sejarah lagi dengan baik. Jangan sampai dia menggalang suara di Aceh hanya dengan informasi palsu.


Masyarakat harus sadar dan kritis.

Kamis, 07 Maret 2019

Lagi-lagi, Pelaku Kampanye Hitam Ditendang oleh Koalisi Prabowo-Sandi

Kampanye hitam kembali terjadi. Baru-baru ini, video emak-emak di Sulawesi Selatan menjadi viral. 


Emak-emak itu memakai baju PKS dan berkampanye untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan melakukan kampanye hitam ke Jokowi. 


Ibu tersebut mengatakan pemerintahan Jokowi akan menghapus kurikulum agama dan menghapus pesantren.


Namun seperti biasa, PKS dan pendukung 02 langsung cuci tangan. Mereka tak mengakui bahwa penyebar kampanye hitam itu kadernya. 


Passalnya, PKS Sulsel pun tidak mengakui sosok yang melakukan kampanye hitam itu adalah kadernya. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Sulsel, Ariady Arsal.


Penolakan PKS Sulsel untuk mengakui pelaku black campaign sebagai kadernya adalah hal yang terus berulang dilakukan kubu pendukung Prabowo-Sandiaga. Setiap ada kader yang tertangkap melakukan hoaks atau fitnah pasti langsung tidak dianggap.



Tindakan PKS Sulsel ini sungguh keterlaluan karena membiarkan kader menghadapi proses hukum sendiri sehingga pengorbanan kadernya adalah hal yang sia-sia. Padahal, mereka adalah pendukung setia Prabowo-Sandi. 


Seperti itulah siklus dari taktik semburan dusta. Mereka akan terus menyebarkan kampanye hitam dengan hoaks dan fitnah, tetapi bila tertangkap maka akan ditendang. 


Sungguh kejamnya koalisi Prabowo-Sandi ini.

Para Elit, Mohon Jangan Bakar Rumah Indonesia


Pemilu adalah agenda rutin dalam demokrasi. Ini sebuah kontestasi, dan bukanlah peperangan. Tetapi kubu Prabowo-Sandi kerap menggiring opini masyarakat ke arah sana. 


Tak hanya itu, demi memenangkan kontestasi kekuasaan 5 tahun, Prabowo-Sandi rela membakar rumah Indonesia dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh bangsa puluhan tahun dengan memainkan narasi ‘bakar rumah’.


Apa narasi bakar rumah itu? Yaitu, taktik politik dengan menyebarkan informasi sesat, seperti narasi “Indonesia Punah”, “Kekayaan Indonesia Lari ke Luar Negeri”, dan "Indonesia sedang Bleeding”. 


Informasi sesat itu berpotensi merusak pikiran masyarakat sendiri karena mengarahkan warga untuk pesimisme dan dapat mendorong pertikaian sesama anak bangsa sendiri. 


Parahnya, narasi sesat seperti itu bukan hanya level tim lapangan yang bergerak di akar rumput, tapi juga oleh semua elit Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Kita bisa lihat kabar bohong itu disebarkan oleh elit hingga emak-emak di daerah.


Terakhir, Amien Rais juga menyebarkan kabar sesat yang sama. Ia memainkan narasi "KPU Curang" untuk mendelegitimasi institusi negara penyelenggara Pemilu itu. 


Tak hanya itu, keluarga Amien Rais juga ikut-ikutan. Putri Mantan Ketum PAN itu juga menyebarkan narasi sesat yang sama, yakni dengaan memainkan narasi "sembako murah". 


Meskipun demikian, upaya bakar rumah ini bisa kita tangkal bersama. Salah satu caranya adalah dengan bersikap tabayyun dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi pekikan dan ‘baku hantam’ yang terjadi antar sesama warga Indonesia.


Mari kita perkuat narasi kerukunan, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita jaga rumah bersama ini agar tidak dibakar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab tersebut.

Awas, Ada HTI Di Belakang Prabowo-Sandi

Dalam beberapa tahun ini, ekspresi politik puritanisme semakin menguat. Kelompok Islam politik yang ingin mengganti dasar negara atau formalisasi syariat semakin berani menunjukkan dirinya. 


Apalagi momen politik memberikan angin segar. Kelompok oposisi dari pemerintahan Presiden Jokowi memberikan ruang dan akomodasi kepada mereka untuk menggalang dukungan anti-Jokowi. 


Diantara itu ada kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski telah dibubarkan oleh pemerintah karena ideologi dan agenda politiknya yang ingin mengganti Pancasila, tetapi jaringan mereka masih hidup. 


Sebagian besar mereka kini bergabung dengan barisan pendukung Prabowo-Sandi. Bagi mereka tak ada pilihan lain kecuali mendukung 02, sebab hanya pada mereka harapan untuk eksis kembali itu ada. 


Di alam pikiran HTI, jika Jokowi terpilih lagi HTI sudah pasti tidak bisa lagi berkembang di Indonesia karena memang sudah dilarang. Sebaliknya, jika Prabowo menang, HTI berharap bisa mengembangkan paham khilafah termasuk paham intoleran lainnya.


Selama ini sejumlah kelompok Islam garis keras, termasuk HTI, membangun narasi bahwa Prabowo merupakan pembela Islam. Sedangkan Jokowi adalah musuh Islam dan pihak yang membenci ulama.


Padahal, narasi itu terbukti bertolak belakang dengan fakta yang ada. Prabowo adalah sosok yang tidak taat beraagama dan berasal dari keluarga non-muslim. Sementara itu, Jokoowi justru presiden yang taat beragama, dan berislam sejak dari lahir. 


Kondisi terdesaknya HTI itu mendorong mereka tidak mempedulikan lagi pada keislaman Prabowo. Karena merasa hanya dengan Prabowo, HTI bisa kembali muncul dan tidak dilarang seperti di pemerintahan Pak Jokowi.


Jadi, HTI dan kelompok Islam politik itu terus memutar balikkan fakta demi kepentingannya terpenuhi. 


Bagi mereka, memenangkan Prabowo-Sandi adalah "tujuan antara" untuk mewujudkan visi sebenarnya, yaitu membangun negara Islam. 


Inilah yang perlu diwaspadai dari kubu 02. Jangan sampai mereka menang dan ditunggangi kelompok HTI dan barisan islam garis keras lainnya. 


Indonesia harus kita jaga agar tidak menjadi Suriah kedua. Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah azimat kita

Sabtu, 02 Maret 2019

Kasus Ratna Sarumpaet, Cerminan Kualitas Kepemimpinan Prabowo


Beberapa waktu lalu, kasus hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet akhirnya disidangkan. Mantan pentolan oposisi itu akan menghadapi tuntutan hukum karena menyebarkan kebohongan di masyarakat. 


Terlepas dari kasus tersebut, kita sebenarnya bisa melihat sisi lain dari Prabowo Subianto. Kasus itu telah membuka mata kita seperti apa kualitas kepemimpinannya. 


Tak lain adalah pertunjukan tentang begitu buruknya kepemimpinan Prabowo yang mudah mempercayai hoaks. Bahkan capres nomor urut 02 itu tampil sebagai pemimpin tidak matang dan emosional karena menelan informasi tanpa melakukan klarifikasi.


Prabowo telah bertindak grusa-grusu sehingga keputusan yang diambil sangat buruk. Tidak ada yang bisa diharapkan rakyat dari calon pemimpin dengan kepemimpinan yang buruk.


Apalagi setelah kasus ini terbongkar kubu Prabowo ramai-ramai cuci tangan. Kita melihat dengan mata telanjang cara pengecut dari Prabowo dkk yang meninggalkan kawan di saat terseret masalah. 


Padahal, kalau mau jujur, seandainya kaasus hoaks Ratna Saarumpaet itu berhasil, maka kubu Prabowo yang diuntungkan. 


Dari kasus Ratna Sarumpaet itu kita tahu bahwasanya kubu Prabowo akan menggunakan berbagai cara untuk memenangkan kontestasi Pilpres. Termasuk dengan memanfaatkan kabar bohong dan fitnah. 


Melalui hoaks itu sebenarnya mereka berusaha menggiring opini bahwa Jokowi sebagai pemimpin diktator dan otoriter melalui kebohongan Ratna. Namun semuanya gagal. 


Tuhan telah menunjukkan kepada masyarakat cara keji dan kejam, serta ambisi sesat kubu Prabowo dkk. Sekarang kita bisa mengetahui teknik semburan dusta yang dipergunakan oleh kubu oposisi. 


Kasus Ratna sekaligus juga bisa menjadi pelajaran bagi publik Indonesia. Agar kita tak mudah mempercayai informasi sebelum adanya verifikasi. 


Mari kita cerdas dalam berliterasi.

Syukuri dan Tetap Bekerja Keras, Jokowi-Amin Unggul di Lima Lembaga Survei

Mendekati Pemilihan Presiden 2019 digelar, capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi dan Maruf Amin, masih diunggulkan dibandingkan lawannya, Prabowo-Sandi. Hal itu berdasarkan lima survei terakhir yang digelar pada periode Januari-Februari 2019. 


Survei-survei tersebut dilakukan oleh lima lembaga sigi terkemuka, diantaranya, Cyrus Network, Indomatrik, Celebes Research Center (CRC), Median, dan Charta Politika. 


Menurut hasil survei Cyrus Network, CRC, dan Charta Politika Jokowi meraih elektabilitas di atas 50 persen. Sedangkan di survei Indomatrik dan Median, elektabilitas Prabowo dan Jokowi terpaut lebih tipis dibanding tiga survei lain. 


Menanggapi itu, juru bicara TKN Jokowi-Maruf Meutya Hafid menyatakan bahwa tolak ukur kemenangan bukanlah keunggulan di survei hingga lebih dari 50%. Namun lebih kepada bagaimana mensosialisasikan visi misi program-program unggulan dari Jokowi-Maruf sehingga tercipta pendidikan politik yang baik. 


Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah bagi TKN untuk memerangi hoaks dan fitnah dalam pemilu. Meskipun demikian, pihaknya tetap mensyukuri keunggulan paslon petahana di berbagai lembaga survei.


Target lainnya adalah menyebarkan semangat persatuan dan memerangi ujaran-ujaran kebencian yang dimunculkan dalam kontestasi pemilu. Inilah yang lebih penting lagi. 


TKN Jokowi-Maruf masih berkeyakinan rakyat akan simpati dengan kampanye positif. Oleh karena itu, mereka akan menggencarkan sosialisasi program unggulan Jokowi-Ma'ruf, di antaranya program Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah, dan Kartu Pra-kerja. 


Kampanye positif itu berisi sosialisasi, ajakan, dan berdebat dengan sehat. Tanpa harus menggunakan fitnah dan hoaks. 


Masyarakat Indonesia sudah cerdas, mereka pasti akan tahu mana kandidat yang layak dipilih, atau hanya sekadar menebarkan ketakutan dan kebohongaan saja. Tentu saja, Jokowi adalah kandidat yang lebih layak tersebut.