Senin, 28 Oktober 2019

Awali Kerja dengan Kunjungi Papua, Pesan Kuat Presiden Jokowi Prioritaskan Pembangunan Papua dan Papua Barat



Presiden Joko Widodo mengawali kerja pemerintahannya pada periode kedua ini dengan mengunjungi Papua dan Papua Barat. Ini adalah pesan kuat bahwa pemerintah akan benar-benar memperhatikan pembangunan di wilayah ujung timur tersebut.

Apalagi, dalam kunjungan tersebut, Presiden menegaskan bahwa pemerintah terus berkomitmen memajukan Papua, baik di bidang fisik maupun sumber daya manusia.

Dalam kunjungannya ke Provinsi Papua Barat dan Papua ini, Presiden Jokowi dijadwalkan akan mengunjungi Kota Sorong, Manokwari, Pegunungan Arfak, Kaimana, Wamena, Jayapura. 

Salah satu agenda penting dalam kunjungannya ke Papua adalah meresmikan Jembatan Holtekamp di Kota Jayapura yang membentang sepanjang 732 meter di atas perairan Teluk Youtefa.

Jembatan tersebut diharapkan menjadi pendukung ekonomi masyarakat, karena memotong jalur dari Hamadi, dan mempercepat waktu tempuh dari Jayapura ke Muara Tami dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw.

Selain itu, Presiden menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan pembangunan jalan aspal antara Manokwari dengan Pegunungan Arfak. Ini akan memudahkan transportasi orang dan distribusi barang terutama produk-produk pertanian. Para petani nantinya bisa menjual beragam komoditas pertanian seperti wortel, kol, dan kentang ke Manokwari. 

Pemerintah juga bakal membangun akses jalan dan bandara dari dan ke Pegunungan Arfak, Papua Bara

Presiden Jokowi mengaku senang dan terharu bisa menyambangi Kabupaten Arfak untuk pertama kalinya dan bertemu langsung dengan warga setempat. 

Kita menangkap sinyal keseriusan pemerintah untuk membangun Papua dan Papua Barat ini bukan main-main. Berbagai program terbukti diarahkan ke sana, guna meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, serta mendorong pemerataan pembangunan.

Karena itu, tak ada alasan lagi bahwa pemerintah kurang memperhatikan Papua. Kini saatnya, kita bersama-sama membangun Papua.

Simbol Kemajuan, Presiden Jokowi Resmikan Jembatan Youtefa di Papua Bertepatan Hari Sumpah Pemuda




Presiden Joko Widodo meresmikan Jembatan Youtefa atau dikenal juga dengan nama Jembatan Holtekamp di Papua, Senin (28/10). Peresmian jembatan itu bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober.

Presiden mengaku bangga bisa meresmikan jembatan tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Sebab, Sumpah Pemuda menjadi tonggak bersejarah bagi persatuan seluruh pemuda di Nusantara.

Jembatan Youtefa tidak hanya menjadi simbol persatuan sebagai bangsa, tetapi juga tanda kemajuan Papua. Presiden menegaskan, Papua harus maju seperti daerah-daerah lain di Indonesia. 

Sebelum diresmikan dengan nama Jembatan Youefa, nama jembatan ini adalah Jembatan Holtekamp. Total panjang jembatan adalah 11,6 kilometer yang terbagi menjadi empat bagian.

Pembangunan jembatan Holtekamp juga semakin mengukuhkan bahwa Presiden Jokowi sejak awal punya komitmen kuat untuk membangun Papua. Hal ini diakui sendiri oleh Wakil Menteri PUPR sekaligus mantan Bupati Jayawijaya, John Wempi Wetipo.

Di sisi lain, pembangunan Jembatan Holtekamp ini merupakan bentuk sinergi antara pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian PUPR, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura.

Keberadaannya memiliki nilai strategis karena dapat menjadi solusi kepadatan kawasan perkotaan, permukiman, dan kegiatan perekonomian di dalam Kota Jayapura. 

Selain itu, jembatan ini juga bisa menjadi peningkat hubungan perekonomian antara Republik Indonesia dan Papua New Guinea yang selama ini melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw.

Kita juga patut berbangga karena Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan 2 rekor pada proyek pembangunan Jembatan Youtefa, yakni rekor pengiriman jembatan rangka baja utuh dengan jarak terjauh dan rekor pemasangan jembatan rangka baja utuh terpanjang.

Kita optimis di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, Papua dan Papua Barat akan maju sebagaimana daerah lainnya di Indonesia. Hal ini karena komitmen kuat dari Presiden untuk mendorong pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan bagi warga Papua.

Semangat Baru Kejaksaan Berantas Korupsi di Indonesia




Semangat anti-korupsi ditanamkan oleh Presiden Joko Widodo dalam pembentukan kebinet beberapa waktu lalu. Semua pejabat dilarang untuk berperilaku korup apapun alasannya.

Terkait dengan itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin pun siap berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih dengan adanya UU KPK baru hasil revisi ini, Burhanuddin mengatakan jajarannya siap mengusut kasus-kasus korupsi yang tidak ditangani KPK.

Dalam Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK memang disebutkan ada dua syarat kasus korupsi yang ditangani KPK. 

Yakni, (1) terkait dengan parat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, dan (2) kasus korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. 

Burhanuddin memastikan akan ada gebrakan baru di Kejaksaan Agung (Kejagung) pada masa kepemimpinannya ini. Pasalnya, dia tidak memiliki kepentingan politik apapun.

Kita berharap kepemimpinan ST Burhanuddin ini bisa membawa peran penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan. 

Mari kita dukung agar kerja Kejaksaan bisa lebih baik lagi. Selain KPK, Kejagung akan menjadi ujung tombak penegakan hukum di Indonesia.

Menkopolhukam Mahfud MD Tegaskan Tak Ada Sistem Negara Khilafah di Al Quran



Bagi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, negara khilafah bukanlah ajaran Islam. Sehingga tidak ada ruang sedikit pun bagi berdirinya khiafah di Indonesia. 

Sikap tegas disampaikannya saat Mahfud MD memberikan sambutan dalam acara Dialog Kebangsaan Korps Alumni HMI (KAHMI), di Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

Menurut Mahfud, dalam Al Quran yang dimaksud khilafah adalah negara yang memiliki pemerintahan. Namun, Islam tidak mengajarkan soal sistem. 

Artinya setiap negara bisa menentukan sendiri sistem pemerintahannya, dan Indonesia memilih untuk menerapkan pemerintahan yang demokratis berbasis konstitusi. 

Indonesia dan Islam adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, upaya untuk memecah belah Indonesia dengan cara yang radikal tidak bisa dibenarkan.

Guru besar hukum tata Negara ini menjelaskan sistem Nnegara khilafah tidak menjamin bebas pelanggaran. Ia mencontohkan di Arab Saudi yang masih banyak kasus pencurian meski banyak yang sudah dipotong tangannya.

Selain itu, Mahfud MD juga menjelaskan mengenai radikalisme jangan disalah artikan bahwa radikal itu orang islam. Orang islam lebih jauh banyak yang tidak radikal. 

Radikalisme adalah siapa pun dia agama apa pun dia yang ingin merubah sistem dengan cara bermusuhan, bukan melalui cara-cara gradual. 

Pandangan di atas patut dicermati publik, agar kita tidak salah paham. Intinya, menentang negara khilafah tidak berarti menentang ajaran Islam. Karena keduanya jelas berbeda.

Tak Bermain Politik, Muhammadiyah Hormati Keputusan Presiden Jokowi soal Kabinet





Pembentukan Kabinet Indonesia Maju adalah hak preogratif sepenuhnya dari Presiden Joko Widodo. Pihak-pihak lain tak perlu merasa sakit hati dengan nama-nama yang terpilih. 

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia bersikap menghormati dan mengucapkan selamat atas pembentukan Kabinet Indonesia Maju yang telah dilantik Presiden Joko Widodo. 

Mereka tak protes dan tidak kecewa dengan nema-nama yang terpilih. Karena sadar sepenuhnya bahwa, itu merupakan hak prerogatif sepenuhnya presiden terpilih.

Muhammadiyah bahkan berterima kasih karena Prof Muhadjir Effendy sebagai kader Muhammadiyah diberi amanat dan diangkat Presiden sebagai Menko PMK.

Terkait dengan pernyataan di luar yang telah disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir yang mempersoalkan pengangkatan menteri, tidaklah mewakili dan mencerminkan sikap PP Muhammadiyah atau Muhammadiyah secara keseluruhan.

Dadang mengimbau, agar para anggota atau kader Muhammadiyah tak mengeluarkan pernyataan-pernyataan politik seputar Kabinet atau masalah nasional lainnya yang tidak sejalan dengan kepribadian dan garis kebijakan PP Muhammadiyah.

Karena, pada dasarnya, Muhammadiyah bukanlah organisasi politik dan tetap istiqamah sebagai gerakan kemasyarakatan yang menjalankan misi dakwah dan tajdid atau pembaruan untuk kemajuan umat, bangsa dan kemanusiaan.

Kita harus sadari bahwa memang beberapa pihak mencoba bermanuver pasca terbentuknya Kabinet Indonesia Maju. Hal ini tak lepas dari upaya saling sikut dan benturan kepentingan antar berbagai pihak. 

Kita berharap Muhammadiyah tak ikutan dalam arus saling sikut seperti itu. Muhammadiyah harus tetap menjadi gerakan umat yang berbasis keagamaan dan kebangsaan.

Forum Kiai Kampung Jawa Timur Dukung Fachrul Razi sebagai Menteri Agama RI



Penunjukan Jenderal (purn) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama adalah hak preogatif Presiden. Oleh karena itu, semua pihak harus menerima keputusan tersebut, tanpa perlu merasa paling berhak.

Keputusan itu juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Forum Komunikasi Kiai Kampung Jawa Timur (FK3JT).

Mereka jelas tak sependapat dengan pernyataan Ketua PBNU Robikin Emhas yang menyatakan adanya protes kiai terkait penunjukan Menteri Agama Fachrul Razi.

FK3JT manilai semua keputusan Presiden Jokowi pasti demi kesejahteraan rakyat Indonesia dan kedaulatan NKRI. Oleh sebab itu, mereka mendukung sepenuhnya Presiden Jokowi yang telah memilih seorang Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama RI.

Sekretaris FK3JT Muhammad Maftuh menilai, Fachrul Razi adalah sosok yang tepat sebagai Menteri Agama, karena dia seorang purnawirawan jenderal yang agamawan. 

Profil ini cocok untuk menangani radikalisme dan terorisme yang menjadi persoalan sangat mendasar di Indonesia.

Kita seharunys sadar bahwa NU itu politiknya kebangsaan dan keumatan, bahkan sejak negara ini didirikan tidak pernah meminta-minta jabatan. Kalau ada yang mengemis jabatan dan menolak seseorang di posisi tertentu, dapat dipastikan itu sebagai sikap oknum saja.

Sependapat dengan FK3JT, kita yakin apapun keputusan Presiden Jokowi dalam pembentukan kabinet Indonesia Maju itu demi kesejahteraan rakyat Indonesia dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Senin, 21 Oktober 2019

Awas, Virus HTI Sudah Masuk Sekolah




Meski secara organisasi telah dibubarkan, ideologi radikal yang ingin mengubah Indonesia menjadi khilafah masih ada di masyarakat. Salah satu buktinya adalah adanya bendera HTI yang diduga kuat berasal dari di SMKN 2 Sragen.

Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sragen Endro Supriyadi menyesalkan adanya bendera HTI di kompleks sekolah negeri. Menurutnya, sekolah yang menjadi tempat penyelenggara pendidikan seharusnya steril dari virus intoleran dan radikalisme.

Mereka meminta Pemkab Sragen melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk berkoordinasi dengan Pemprov Jateng dan instansi terkait agar serius mengawasi pembinaan siswa agar terhindar dari pengaruh paham keagamaan yang salah.

Ansor juga mendesak memberikan sanksi kepada guru atau pegawai sekolah yang terbukti menyebarkan paham radikalisme kepada siswa termasuk bendera indentik HTI yang berkibar di SMKN 2 Sragen. 

Sebagai upaya menanggulangi paham radikalisme menjalar ke sekolah-sekolah, GP Ansor Sragen juga bersedia diajak kerja sama memberikan pendampingan dalam kegiatan keagamaan baik intra maupun ekstra.

Setelah dilakukan penyelidikan, munculnya bendera yang identik dengan logo HTI itu merupakan bentuk ketidaktahuan siswa bahwa bendera tersebut terkait organisasi terlarang. 

Karena itu, inilah tugas pemerintah daerah untuk mengingatkan apabila ada kekeliruan dan berharap kejadian tak terulang lagi. 

Kita berharap virus radikal ini bisa dienyahkan dari bumi pertiwi. Jangan sampai hal itu menyusup ke sekolah dan institusi pendidikan untuk memperluas wacana dan ideologisasinya. 

Mari kita cegah dan tanggulangi bersama. Hal ini demi tegaknya NKRI, UUD 1945, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Pengamanan Ketat, Indikasi Demokrasi Mundur?



Banyak suara sumbang menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden lalu. Mereka umumnya mempersoalkan demokrasi yang mundur di era Jokowi, sembari lupa bahwa mereka masih masih bisa bersuara hingga saat ini.

Suara nyinyir itu, diantaranya datang dari LSM Kontras. Mereka menilai demokrasi era Presiden Joko Widodo mundur dan murung. 

Salah satu tandanya, dia menyinggung kasus teror terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang tidak terungkap dan revisi terhadap UU KPK.

Tudingan seperti ini sebenarnya agak missleading (pelintiran) dan menghadirkan partial-truth (kebenaran sepotong). Pasalnya, pemerintah hingga saat ini masih terus berupaya mengungkap dan terus menagih perkembangan kasus tersebut kepada Kapolri.

Hal ini artinya Presiden Jokowi tidak tinggal diam terhadap kasus Novel Baswedan. Karenanya, tudingan bahwa pemerintah diam saja, harusnya perlu ditengok ulang. 

Sementara itu, RUU KPK bukan untuk melemahkan, tetapi justru semakin memperkuat KPK. Masyarakat perlu mengkaji ulang agar tidak salah kaprah terkait produk hukum tersebut. 

Kemudian, terkait kebijakan pelarangan demo menjelang pelantikan presiden ini bukan wujud pengekangan atas kebebasan berpendapat. 

Melainkan kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah demi menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, serta menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

Maklum saja, ada 19 kepala negara dan utusan khusus dari negara sahabat yang turut menghadiri pelantikan Presiden tersebut. Sesuai protap keamanan yang ada, pengawalan dan pengamanan memang seharusnya seperti itu.

Hal ini agar tidak ada kecolongan dan kelalaian dalam mengamankan tamu negara.

KIta harusnya bisa melihat fakta dengan kritis dan obyektif. Tidak mudah menuding sesuatu, tanpa mengetahui fakta yang luas. 

Pernyataan dari Kontras dan para social justice warior seperti di atas, sungguh menyesatkan publik, dan perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Kontras dengan Prabowo-Sandi, PA 212 Tolak Akui Kekuasaan Jokowi-Maruf, Sudah Beda Kepentingan?



Kelakuan PA 212 terhadap kekuasaan Presiden Jokowi menunjukan kepentingan mereka yang sebenarnya. Selain tidak dewasa dalam berdemokrasi, mereka ternyata juga haus kekuasaan. 

Pasalnya, Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif baru-baru ini menyatakan bahwa mereka menolak kekuasaan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024.

Slamet mengaku, pihaknya menuruti hasil Ijtimak Ulama 4 yang menolak hasil Pilpres 2019 karena berbagai dugaan kecurangan.

Sikap mereka tentu berbeda 180 derajat dengan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Karena sebagai kontestan Pemilu, mereka berdua justru mengakui kekalahannya dan menghormati kemenangan lawannya.

Kita tahu, PA 212 ini dulu pendukung pasangan capres-cawapres 02 yang menjadi 'musuh' Jokowi-Maruf. I

Tetapi justru nilah anehnya. rPabowo-Sandi yang menjadi junjungan mereka saja mau legowo dan menerima kekalahan, tetapi PA 212 justru membangkang. 

Ini menunjukan bahwa kepentingan PA 212 ternyata berbeda dengan Prabowo-Sandi. Mereka pasti memiliki kepentingan tersendiri soal kekuasaan.

Di sisi lain, Prabowo-Sandi saja mau menghadiri acara pelantikan Jokowi-Ma'ruf sebagai Presiden dan Wapres RI 2019-2024, serta bersatu untuk membangun Indonesia maju. 

Tetapi karena mereka dasar kadal gurun, jadi maunya hanya ngajak ribut terus dan cari sensasi. Bukan untuk kemajuan Indonesia.

Prabowo saja mau rekonsiliasi dengan Presiden Jokowi. Ia mau menurunkan ego pribadi demi kemajuan negeri dan berhasil menurunkan tensi politik. 

Tetapi PA 212 ini malah tidak ingin Indonesia damai. Maunya rakyat disuruh bertikai terus agar situasi terus memanas. Ini bukti mereka adalah barisan sakit hati. 

Pergi saja daripada jadi benalu di negeri sendiri. Mereka hanya sekelompok orang yang memanfaatkan agama untuk kepentingan politiknya jangka pendek saja.

SIngkatnya, PA 212 ini adalah kelompok penjual ayat agama dan ulama, demi politik mereka yang kotor. Masih mau ikut mereka?

Bangga, Pelantikan Jokowi-Maruf Amin jadi Wajah Representasi Indonesia



Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI menjadi agenda penting bagi bangsa Indonesia. Selain itu merupakan puncak dari pesta demokrasi, pelantikan Presiden juga menjadi wajah dari bangsa Indonesia di kancah internasional.

Dalam hal ini, keamanan dan pengamanan jalannya acara adalah hal yang penting diperhatikan. Untuk itu, TNI dan Polri all out mengawal pelantikan tersebut. 

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem, Charles Meikyansah. Ia pun turut mengapresiasi jalannya pelantikan yang berjalan dengan tertib dan lancar.

Selain itu, dia juga turut mengapresiasi kinerja dari periode pertama Jokowi memimpin. Di mana Jokowi telah menunjukkan sejumlah keberhasilan pembangunan dan pemerataan pembangunan.

Misalnya, pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskiman menjadi 1 digit (pertama kali dalam sejarah Indonesia) sebesar 9,4 per Maret 2019, meningkatkan rasio elektrifikasi dari 81,5 tahun 2014 menjadi 96,6 di tahun 2019,dan  menjaga laju inflasi dari 8,4 di tahun 2014 menjadi 3,4-5 selama periode pemerintahan dan sebagainya. 

Keberhasilan tersebut bukan sekadar angka-angka saja, tetapi sebuah progress yang penting dan harus dilanjutkan ke depannya. 

Pelantikan merupakan awal yang baik, sehingga berharap lima tahun ke depan tidak ada gejolak. Tentu, ada sejumlah catatan dan kritik bagi pemerintahan Presiden Jokowi di periode pertama, dan itu penting dalam iklim demokrasi, seperti vitamin. 

Catatan dan kritik tersebut penting dijawab pada periode kedua. Mari kita bantu pemerintah untuk bisa bekerja dengan baik pada periode berikutanya. 

Kita ingin Indonesia Maju bisa terwujud sebagaimana dicota-citakan oleh Presiden Jokowi dan Wapres KH. maruf Amin. Kita akan bekerja ke arah sana.

Fakta, KPK Tidak Suci-Suci Amat





Reformasi internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tidak bersih-bersih amat. Banyak hal yang justru menunjukan masalah yang sebaliknya. 

Mungkin sesuatu yang tidak diketahui oleh publik, seja berdirinya terdapat 4 sprindik KPK bocor ke publik atau sprindik dipalsukan. Padahal, sprindik bersifat rahasia dan bukan konsumsi publik.

Kasus sprindik bocor besar kemungkinan karena terdapat kepentingan pribadi. 

Kemudian, rekaman CCTV bisa bocor ke media. Kebocoran rekaman CCTV itu patut dipertanyakan karena seharusnya dijaga ketag dan tidak bisa tersebar luas. 

Kebocoran rekaman CCTV membuktikan pelakunya adalah orang yang memiliki akses terhadap rekaman tersebut. 

Sementara laporan keuangan dinyatakan Wajar Dengan Pengecualian (WDP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kalau mau jujur, status WDP ini sangat membingungkan karena KPK yang dianggap lembaga paling suci ternyata memiliki cacat dalam laporan kinerja. 

Di sisi lain, KPK juga sibuk berpolitik dengan dalih OTT ketika momen Pilkada atau Pemilu. Kasus ini pun belum dituntaskan hingga sekarang 

Masalah-masalah tersebut menunjukan bahwa KPK sebagai lembaga anti rasuah sudah tidak bisa dipercaya. KPK perlu diawasi agar tidak semakin hancur.

Dengan berbagai masalah seperti itu, KPK tidak layak menyandang predikat sebagai lembaga paling suci. Untuk itu, harus diawasi dan dikontrol.

Jumat, 18 Oktober 2019

Jangan Bikin Ribut, Kesuksesan Pelantikan Presiden akan Berikan Pesan Positif ke Dunia Internasional



Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden adalah acara kenegaraan yang penting. Ini bagian dari rangkaian pesta demokrasi yang digelar sejak awal tahun lalu. 

Kesuksesan penyelenggaraan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden ini akan memberikan pesan positif bagi dunia internasional. 

Sebab, pelantikan ini akan dihadiri oleh hampir seluruh pemimpin negara ASEAN, termasuk PM Australia, Wakil PM China, dan beberapa negara sahabat.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019

Menurutnya, jika pesan positif itu bisa diciptakan, maka akan membantu tren ekonomi Indonesia ke depan. Hal ini jika diturut sama dengan membantu perekonomian rakyat.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo berpesan pimpinan MPR agar penyelenggaraan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara sederhana. Namun, juga tanpa mengurangi kekhidmatan dan keagungan dari momen bersejarah tersebut.

Oleh karena itu, tak ada alasan bagi adik-adik mahasiswa untuk membuat kekacauan dan kericuhan saat hari-H pelantikan Presiden dan Wakil Presiden nanti. 

Kita sangat berharap agenda demokrasi ini bisa berjalan dengan baik. Kita ingin Indonesia tetap menjadi negara yang aman, tertib, damai dan sejahtera.

Tol Langit Indonesia dan Peluang Kemajuan Generasi Muda Papua




Kehadiran Palapa Ring sebagai infrastruktur telekomunikasi yang menjangkau seluruh Indonesia akan dapat menyatukan generasi muda Papua agar lebih mengakses pasar global sekaligus mengembangkan ide kreatif.

Hal itu disampaikan CEO KitongBisa.com, Billy Mambrasar dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema "Menghitung Dampak Palapa Ring" di Ruang Serba Guna, Gedung Utama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Karena itu, startup asal Papua “Kitong Bisa” sangat mengapresiasi beroperasinya Palapa Ring oleh Presiden Joko Widodo. 

Dengan adanya tol langit itu, generasi muda Papua dapat memanfaatkan akses internet dengan maksimal dan mengembangkan ekonomi digital.

Hal ini akan memudahkan anak muda di seluruh Indonesia mengakses pasar global dan menagkap peluang dengan lebih baik. Generasi muda Papua pasti bisa memanfaatkan akses internet dengan maksimal dan mengembangkan ekonomi digital.

Kita turut senang dengan adanya Palapa Ring yang bisa menjangkau seluruh kawasan Indonesia ini.

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi ini membuat kita optimis menatap masa depan. Bahwa cita-cita Indonesia Maju bukanlah hanya angan belaka, namun juga suatu keniscayaan. 

Inilah upaya pemerintahan Presiden Jokowi dalam menyatukan Indonesia di tengah derasnya kemajuan teknologi informasi kiwari. Salut!

Bisa Jatuhkan Wibawa Presiden dan Pancing Kondisi Tak Terkendali, Perppu KPK Bukanlah Solusi




Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) bukanlah solusi untuk polemik UU KPK saat ini. Ada banyak dampak negatif bila Presiden Jokowi mengeluarkan beleid yang akan membatalkan UU KPK yang baru itu.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo disarankan tidak keburu menerbitkan Perppu KPK. Masalah UU KPK ini sebaiknya diselesaikan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Hal itu diungkapkan pengamat kebijakan publik Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Paiman Raharjo. 

Menurutnya, jika ada produk hukum yang merugikan masyarakat, atau pasal-pasal yang merugikan pihak tertentu, maka langkah pertama adalah diuji materi ke MK.

Karena jika langsung di-Perppu-kan, maka kewibawaan Presiden akan hilang. Selain itu, juga bisa berdampak buruk terhadap hubungan antara legislatif (DPR RI) dengan eksekutif.

Senada dengan itu, Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto juga berpandangan bahwa Perppu KPK bukanlah solusi yang tepat. Apalagi kita sudah memiliki Mahkamah Konstitusi.

Perppu memang hak konstitusi Presiden, tapi dengan mendorong dan menyarankan Presiden terbitkan Perppu KPK, hal itu justru membuat situasi di lapangan menjadi tidak terkendali. 

Kita memang harus berpikir untuk menyelesaikan masalah UU KPK. Sebaiknya para mahasiswa juga melakukan kajian atas isu-isu seperti ini sebelum turun ke jalan. 

Mari kita ke depankan akal sehat, serta sembunyikan egoisme dan kurangi heroisme pribadi atau kelompok. Semua ini demi kebaikan bersama.

Minggu, 13 Oktober 2019

Propaganda soal Papua, Awas Penggiringan Opini Sesat!



Situasi yang sempat memanas di Wamena salah satunya karena peredaran informasi hoaks di media. Sayangnya, tidak semua media, baik massa atau online, bersedia menyaring setiap informasi yang ada.

Salah satu media yang patut dipertanyakan kredibelitasnya adalah law-justice.co. Media ini baru saja memposting pernyataan sikap United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) terkait insiden berdarah di Wamena.

Dengan menyebarkan rilis tersebut tanpa diikuti dengan sudut pandang lainnya, portal berita dan investigasi law-justice.co ini lebih mirip sebagai media propaganda kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Padahal, sebagai media profesional seharusnya mereka mematuhi asas cover-both side dan cara pandang yang berimbang.

Yang jelas, artikel tentang pengungkapan insiden Wamena oleh ULMWP tidak dapat dipertanggungjawabkan dan bentuk penggiringan opini untuk menyudutkan Pemerintah serta aparat keamanan.

Untuk itu, masyarakat harus bijak dan waspada dalam membaca setiap pemberitaan yang bermuatan provokasi dari kelompok pro kemerdekaan yang tidak menginginkan Papua damai.

Perlu disadari bersama bahwasanya saat ini terdapat semacam operasi propaganda opini dan disinformasi di media sosial oleh kelompok pendukung Papua merdeka. 

Bahkan diduga ada campur tangan kelompok asing di dunia maya terkait permasalahan Papua untuk memecah belah bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Papua. 

Nyatanya, propaganda dengan konten provokatif mampu menyulut emosi masyarakat Papua, hingga berdampak buruk bagi stabilitas keamanan Papua. 

Inilah yang harusnya kita sadari bersama agar kita tidak ikut terprovokasi. Bagaimanapun, Papua adalah bagian sah dar NKRI yang tidak bisa diganggu gugat.

Penyerangan Wiranto dan Buzzers Separatis Papua Terus Sebarkan Ujaran Kebencian



Penyerangan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengundang kecaman dari berbagai pihak. Bagaimanapun, aksi terorisme itu tak bisa dibenarkan. 

Karena itu, tokoh muda Papua, Hendrik Yance Udam, turut mengecam sikap sejumlah tokoh kelompok separatis Papua. Pasalnya, mereka justru turut senang dengan aksi terorisme itu. 

Kecamanan itu berdasarkan temuannya, dimana sedikitnya ada tujuh publikasi yang bernada selebrasi atas insiden penusukan terhadap Wiranto. Publikasi tersebut dibuat oleh tiga akun kelompok separatis yaitu Lewis Prai Wellip, Global Campaign, dan Manuel Metemko. 

Selain itu, juga terdapat empat akun individu atas nama Johpa, Alex Silolonrattu, Donz Wilkinson, dan Dison. Publikasi tersebut total sudah mendapatkan ribuan interaksi di media sosial, mulai dari likes, komentar dan dibagikan.

Sebagaimana diketahui, informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dilancarkan oleh kelompok separatis dan radikalisme ini telah membuat beberapa wilayah di Papua semakin memanas.

Pihaknya pun meminta agar aparat penegak hukum, khususnya Cyber Crime Mabes Polri dan Polda Papua, dapat memantau setiap akun-akun media sosial yang menyebarkan hoaks dan ujaran yang mengandung kebencian.

Kita harus sadar bahwa penyebaran hoaks, ujaran kebencian dan sentimen SARA ini dijadikan kekuatan untuk menghancurkan negara kita.

Dalam situasi seperti ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemnkominfo) harus bekerja sama dengan Polri untuk memblokir akun-akun media sosial yang menyebar ujaran kebencian. 

Sebab, akun-akun tersebut dinilai berpotensi menjatuhkan kredibilitas negara. Juga mengadu domba masyarakat dengan sebaran informasi negatif.

Selasa, 08 Oktober 2019

Papua is Us, and Integrated into the Republic of Indonesia



In the midst of the government's efforts to deal with problems in Papua, a lot of false information was circulating on social media. It can lead to misguided public opinion.

Among the most striking is the issue of human rights violations in Papua, where security forces are seen as frequently committing violations against indigenous Papuans, including detention and torture.

On the other hand, a number of parties also attacked the issue of internet restrictions in Papua.

The above issues are clearly not entirely correct. There are many facts that are covered so that it does not become public knowledge.

In fact, the Indonesian government has done a lot to advance Papua. This can be seen from the right of reply from the Indonesian delegation to Vanuatu at the last UN Human Rights Council.

Earlier, Vanuatu highlighted the issue of human rights in Papua, but motivated by support for separatist groups in Papua.

Indonesia is committed to promoting and protecting the rights of all Indonesians including Papuans. What is clear, Papua since the declaration of Indonesian independence is part of the Unitary Republic of Indonesia, which was strengthened by UN General Assembly Resolution 2504.

Indonesia has asked all countries to respect "sovereignty and territorial integrity" and urged not to interfere in the domestic problems of other countries.

On the other hand, related to the riots that recently erupted in Papua was not a horizontal conflict. But the riots deliberately created by separatist groups to divide the people of Papua.

The Head of the Public Information Bureau of the Police Public Relations Division, Brig. Gen. Dedi Prasetyo, confirmed that. According to him, the intellectual actors behind the riots in Papua and West Papua at the end of last August, were not only eyeing the attention of international forums.

They are also allegedly designing so that the riots will occur until 1 December, which is the day of the establishment of the Free Papua Organization (OPM).

Through the riots, they provoked a horizontal conflict. Creating conflicts between ethnic or religious groups is their goal. This is what really should be avoided.

Thus, the call for jihad that was sparked by FPI against the Papuan people called Christian majority is a groundless response and does not solve the problem.

Because it only erupts horizontal conflict with SARA motives on an ongoing basis. FPI has empathy, but does not think of strategies that actually harm themselves and others.

Sebar Hoaks di Media Sosial, Buzzer Pro Kemerdekaan Papua Ditertibkan oleh Facebook



Selain menghapus akun di sejumlah negara yang dinilai melakukan tindakan  tidak autentik yang terkoordinasi, Indonesia juga terkena kebijakan Facebook.

Kepala Kebijakan Keamanan Siber Facebook, Nathaniel Gleicher, menyebutkan pihaknya telah menghapus 69 akun Facebook, 42 page dan 34 akun Instagram yang terlibat dalam perilaku tidak autentik terkoordinasi. 

Orang-orang yang berada di belakang jaringan ini menggunakan akun palsu untuk mengelola page atau halaman, menyebarkan konten mereka, dan mengarahkan orang ke situs di luar platform. 

Modus jaringan tersebut memposting dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia tentang Papua Barat dengan berbagai konten untuk mendukung gerakan kemerdekaan.

Saat ini, Facebook berkomitmen untuk tetap menjadi platform yang terdepan, dengan membangun teknologi yang lebih baik, mempekerjakan lebih banyak orang dan bekerja lebih dekat dengan penegak hukum, pakar keamanan, dan perusahaan lain. 

Permasalahan jaringan kemerdekaan Papua ini menjadi tantangan yang berkelanjutan. Karena berkaitan dengan penyebaran informasi hoaks.

Bila diperhatikan seksama, sejak bulan September lalu, telah terjadi peningkatan akun Twitter dan Facebook palsu terkait Papua. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa konflik Papua dan Wamena terjadi secara terkoordinasi oleh pihak tertentu untuk mengacaukan keadaan demi tujuan sepihak yang jelas merugikan banyak orang.

Karena inilah, kita patut waspada dengan setiap informasi hoaks mengenai situasi di Papua. Jangan sampai kita diprovokasi untuk memecah belah masyarakat Indonesia.

Papua adalah bagian sah dari NKRI yang tak terpisahkan. Mari kita jaga bersama-sama.

Tak Ada Konflik Etnis, Mayoritas Warga Lokal Ingin Para Pendatang Tetap Tinggal di Wamena



Pasca kerusuhan di Wamena, mayoritas warga lokal menginginkan masyarakat pendatang tetap tinggal, baik di Wamena, Ilaga, maupun Oksibil, Papua.

Ini menunjukan bahwa tak ada masalah antara penduduk asli Wamena dan pendatang dari berbagai daerah. Hubungan diantara mereka tetap baik, guyup dan rukun. 

Sejumlah isu yang berusaha membenturkan antara warga lokal dan pendatang adalah hoaks. Itu adalah provokasi guna memecah belah masyarakat. 

Hal ini telah dibenarkan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto setelah mengunjungi Wamena beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan, tinjauan ke Wamena itu dilakukan untuk merumuskan langkah pemulihan stabilitas keamanan secara menyeluruh sebagaimana diharapkan masyarakat.

Untuk perbaikan infrastruktur umum yang rusak, pemerintah segera membenahi jaringan listrik secara bertahap.

Saat ini, pemerintah memang fokus untuk membenahi permasalahan di Wamena melalui berbagai strategi dan langkah pemulihan stabilitas keamanan.

Sekali lagi, kenyataan di atas membuktikan bahwa isu terjadinya konflik horizontal antara orang Papua dan penduduk pendatang adalah tidak benar. 

Isu tersebut sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang ingin mengacaukan wamena dan mengadu domba Indonesia secara umum. 

Untuk itu, kita tak perlu terprovokasi dan terpancing emosi dengan kerusuhan di Wamena. Yang perlu dilakukan justru kita perlu saling bergandengan dan bergotong royong untuk memulihkan kondisi di Papua. 

Inilah tugas kita bersama.

Minim Kerja tapi Gaji Naik, Inilah Pemborosan Anggaran melalui TGUPP DKI Jakarta



"Sudah minim kerja, prestasi nihil, tetapi gaji terus naik." Itulah gambaran dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta. 

Betapa tidak, baru-baru ini anggaraan untuk TGUPP DKI Jakarta direncanakan naik menjadi sebesar Rp 21 miliar pada 2020. Anggaran tersebut naik sekitar Rp 2 miliar dari Rp 18,99 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI 2019. 

Anggaran sebesar Rp 21 miliar itu telah diusulkan dalam KUA-PPAS 2020 untuk rancangan APBD 2020 yang akan dibahas bersama DPRD DKI Jakarta.

Padahal masyarakat tahu bahwa TGUPP selama ini tidak memberikan kontribusi positif dan terobosan yang signifikan untuk memajukan Ibu Kota. 

Bahkan, perkembangan Jakarta bukan semakin maju dari zaman Ahok, tetapi justru semakin menurun. Praktis, tak ada prestasi yang membanggakan dari kinerja para pembantu Gubernur itu, apalagi Gabenernya.

Lucunya, sudah minim kerja dan prestasi tersebut, masih ada saja pihak yang membela TGUPP DKI Jakarta. Diantaranya adalah Fraksi Nasdem DPRD DKI Jakarta.

Melalui Ketua Fraksinya, mereka menyebut kenaikan anggaran TGUPP sudah sewajarnya karena Anies tidak memiliki Wagub.

Kalau diamati, pernyataan ini jelas terlalu aneh dan tolol. Sudah jelas TGUPP tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi kemajuan DKI Jakarta, bahkan tidak membantu kinerja Anies. 

Sementara itu, Anies juga kedodoran memimpin Jakarta sendirian. Tetapi entah mengapa tidak ada Wagub baru, malah menaikkan anggaran TGUPP. 

Seharusnya Nasdem mendorong fraksi-fraksi lain di DPRD Jakarta untuk segera memilih Wagub yang sudah lama kosong, bukan malah mendukung kenaikan anggaran TGUPP. 

Kalau dipikir-pikir, semua ini sungguh logika yang aneh. Tak masuk akal!

Keji, Sekjen PA 212 Diperiksa terkait Kasus Penculikan Ninoy Karundaeng



Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212, Bernard Abdul Jabbar, diperiksa oleh Polda Metro Jaya, Senin (7/10). Hal itu diduga kuar terkait penganiayaan yang dialami relawan Jokowi, Ninoy Karundeng. 

Sebelum pemeriksaan itu, Bernard dijemput dari rumahnya, kawasan Pejompongan, Jakarta, pada Minggu (6/10) malam. 

Peristiwa penculikan dan penganiayaan terhadap Ninoy terjadi pada 30 September 2019, di Masjid Jami Al Falah Pejompongan, Jakarta Pusat.

Polisi terus mendalami kasus ini, sehingga total pelaku pengroyok yang ditangkap ada 8 orang.

Kelakuan dari kelompok Islam radikal itu sudah kelewatan. Mereka menyekap dan menyiksa orang yang berseberangan pemikiran dengan mereka.

Apa yang dilakukannya itu sungguh keji, tak pantas disebut sebagai pembela agama yang katanya penuh welas asih. 

Kelakuan mereka itu lebih mirip dengan PKI. Jadi sikap mereka itu tak  ada bedanya dengan kaum yang tak bertuhan. 

Masih percaya kalau mereka membela agama?

Kamis, 03 Oktober 2019

Tak Menghargai RI, Senator Australia Malah Puji Vanuatu soal Papua



Perang propaganda mengenai Papua terjadi di dunia internasional. Sejumlah negara dengan lancang mendukung gerakan kemerdekaan Papua dalam Sidang Umum PBB.

Misalnya, terlihat dari tindakan Pimpinan Partai Australian Greens, Senator Richard Di Natale yang memuji Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai karena mengangkat permasalahan HAM Papua dalam Sidang Umum PBB di New York.

Hal ini sama saja tidak menghargai Republik Indonesia sebagai negara berdaulat. Karena hingga kini Papua adalah bagian sah dari NKRI dan diakui oleh hukum internasional.

Meski melukai perasaan bangsa Indonesia, kita harus sadar bahwa pujian Richard Di Natale itu bukan sikap resmi Pemerintah Australia.

Sejauh ini, Australia sangat menghormati kedaulatan RI dan menganggap Papua sebagai bagian sah dari NKRI. 

Sebagaimana diketahui, Negara kecil bernama Vanuatu di bagian Lautan Pasifik itu sangat getol membicarakan Papua di forum internasional. Hal itu lantaran mereka memiliki kepentingan tersembunyi, mungkin terkait dengan sumber daya alam.

Vanuatu adalah state actor yang menjadi sponsor pergerakan separatisme Papua. Mereka sama sekali tidak menghormati kedaulatan NKRI dengan menyusupkan aktivis sekaligus tokoh separatis Papua, Benny Wenda ke dalam Sidang Umum PBB.

Ini sama artinya, kepentingan kelompok ekstremis Papua itu sedang menumpang Vanuatu sebagai ‘kendaraan’ untuk menyampaikan aspirasi di forum internasional. 

Kita tahu, Vanuatu adalah pendukung kelompok separatis yang telah menyebabkan konflik dan hilangnya ribuan nyawa warga sipil di Papua.

Mari kita jaga Papua dari provokasi pihak asing yang ingin memisahkan wilayah tersebut dari Indonesia. Bagaimanapun, Papua adalah bagian dari bangsa ini.

Sampai mati, kita harus tetap mempertahankannya. Jangan sampai lepas seperti Timor Timur dulu. 

Setuju?

Dengarkan Aspirasi Rakyat, Presiden Jokowi Ingin Hapus Pasal Kontroversial di RUU KUHP



Di tengah ramainya isu RUU KUHP ada sedikit angin segar dari Presiden Joko Widodo. Setelah meminta DPR RI menunda pengesahannya, Presiden Jokowi meminta pasal yang kontroversial dihapuskan.

Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Sekretaris Kabinet, Pramono Anung. Ia menyebut, Presiden ingin semua pasal yang dianggap kontroversial dalam RUU KUHP dihapus.

Penundaan ini dilakukan setelah Presiden Jokowi mendengar masukan dan berdiskusi secara mendalam kepada tokoh-tokoh masyarakat, mahasiswa, dan dosen perguruan tinggi, agar tidak timbul kecurigaan kembali.

Bagaimanapun, jangan ada pasal yang multitafsir dalam pelaksanaan ini, seperti UU ITE yang bisa multitafsir, dan akan merugikan di masyarakat.

Yang jelas, tidak gampang menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi yang sangat terbuka ini, karena semua orang bisa kritik apa saja. 

Media massa juga harus secara adil memberi ruang untuk itu, karena kemarin misalnya RUU KUHP, yang beredar ebih banyak hoaxnya. Sebagian besar mereka yang mengkritiknya belum baca substansi RUU tersebut.

Dari kasus ini, setidaknya kita belajar bahwa Presiden Jokowi pada dasarnya mendengar dan mendukung aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat yang menginginkan penolakan RUU KUHP.

Kita patut mengapresiasi langkah politik ini. Dan, kita dukung penuh keputusan Presiden atas ini.

Kerusuhan di Wamena Bukan Konflik Etnis, Papua Saudara Kita



Kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, tidak terkait masalah diskriminasi suku dan ras tertentu. Hal ini seperti dtegaskan oleh Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah.

Ia meyakini kerusuhan Wamena Papua bukan masalah diskriminasi suku dan ras tertentu. Hal itu dikatannya lantaran tak hanya orang Bugis dan Minang yang menjadi korban, tetapi juga masyarakat Papua sendiri.

Cara pandang seperti inilah yang tepat menggambarkan situasi di Wamena. Ini bukan konflik etnis, tetapi provokasi untuk membuat kerusuhan horizontal.

Karena pada dasarnya, orang Papua merupakan saudara kita semua. Sehingga kita seharusnya saling hormat menghormati demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Konflik di Wamena ini terjadi karena ulah pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi untuk memecah belah Indonesia. 

Untuk itu, Mantan Bupati Bantaeng dua periode itu juga mengajak agar lebih fokus dan konsentrasi kepada masyarakat Sulsel yang ada di Papua. Dan kita pun sepakat dengan itu.

Masyarakat sebaiknya tidak mudah terpancing isu dan agar menyaring setiap informasi yang diterima. Jangan mau diprovokasi oleh pihak yang tak bertanggung jawab.