Sabtu, 22 Desember 2018

Sependapat dengan TGB, Kini Ust. Abdul Somad Dukung Jokowi 2 Periode



Setelah ditunggu-tunggu dalam beberapa waktu ini, sikap politik Ustadz Abdul Somad akhirnya diketahui publik.

Pernyataan politisnya itu disampaikannya ketika dirinya bertemu dengan Mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi.

UAS akhirnya sepakat dengan TGB bahwa kinerja Presiden Jokowi dalam periode pertama ini sangat baik. Karenanya, dia sependapat dengan TGB bahwa Jokowi harus lanjut 2 periode.

Pernyataannya ini menunjukkan bahwa UAS kini mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Jokowi dan KH. Ma'ruf Amin.  Dukungan itu sendiri bersifat personal.

Berikut ini pernyataan UAS:

"Hari ini saya sampaikan kepada masyarakat Indonesia. Saya beralih dan mendukung Bapak Joko Widodo menjadi Presiden 2 Periode. Dukungan saya ini bersifat personal, saya mendukung karena saya melihat kinerja Bapak Jokowi selama ini menjabat Presiden itu sangat baik," katanya.

Sikap politik adalah personal. Siapapun warga negara berhak memiliki pilihan politiknya masing-masing. Hal ini dijamin konstitusi.

Kita harus menghormati pilihan UAS ini. Bagaimanapun, itu adalah ijtihad politiknya.


Senin, 03 Desember 2018

Sah! Terbukti Reuni 212 Hasil Mobilisasi Massa Partai-Partai Pengusung Prabowo-Sandi

Reuni 212 yang digelar pada Minggu (2/12) di Monas Jakarta Pusat kemarin, diyakini banyak pihak memang tak lepas dari unsur politik. Kepentingan politik Prabowo-Sandi disebut sebagai motor utamanya.

Hal itu semakin terkonfirmasi dengan adanya pesan yang beredar di media sosial Whatsapp akhir-akhir ini. Disebutkan dalam pesan itu, DPC/DPD Gerindra dan PKS di sejumlah daerah Jabar memberikan dukungan dan akomodasi bagi para peserta aksi berupa kendaraan dan ongkos transportasi sebesar Rp 100.000,- per orang.

DPC dan DPD Gerindra serta PKS itu juga menyediakan transportasi untuk keberangkatan massa aksi ke Monas pada Sabtu 1 Desember 2018.

Hal ini semakin menegaskan bahwa kubu oposisi memang berupaya memobilisasi massa dari luar DKI Jakarta untuk mengikuti reuni 212. Tentunya, dengan iming-iming uang untuk menarik minat masyarakat agar mengikuti kegiatan tersebut.

Dengan demikian, kita bisa menduga bahwa sebagian besar massa yang hadir dalam reuni 212 bukan atas keinginan sendiri, melainkan hanya sebagai ajang ikut-ikutan agar diberi imbalan.

Kita juga semakin yakin bahwa kegiatan Reuni 212 bukan sebagai ajang silaturahmi, namun sudah ditunggangi kepentingan politik kubu oposisi, yang diperkuat dengan pesan terkait 'Gerindra Menang, Prabowo Presiden'.

Hal itu diperkuat dengan isi pidato Habib Rizieq Shihab (HRS) yang meneriakkan Ganti Presiden dalam memberikan sambutan melalui rekaman. Diantara ceramahnya yang berdurasi hampir 30 menit, Rizieq menyatakan bahwa "haram memilih capres dan caleg yang diusung partai-partai pendukung penista agama".

Bisa dikatakan bahwa Reuni 212 ini adalah usaha mempertebal sentimen agama dalam ajang politik, atau dengan kata lain sebuah politisasi agama.

Mari kita pertegas lagi semangat kebangsaan di tengah maraknya politisasi agama seperti ini. Indonesia adalah rumah bersama yang didirikan untuk semua golongan, bukan hanya umat Islam saja, apalagi golongan PA 212, FPI, HTI, dan pendukung partai-partai oposisi tersebut.

Kamis, 29 November 2018

Tak Perlu Dibantah, Ada Kepentingan HTI Dibalik Reuni 212

Reuni 212 diduga tak lagi murni untuk membela agama dan NKRI sebagaimana yang digembar-gemborkan selama ini. Kenyataannya, Reuni tersebut lebih banyak ditunggangi kepentingan lain.

Reuni 212 adalah kamuflase paling vulgar dari dalih agama. Namun, maksud dan tujuannya untuk tujuan politik.

Pastinya Reuni 212 adalah untuk mengirim pesan kepada Presiden Jokowi bahwa mereka masih eksis, dan siap mendukung Prabowo-Sandi. Ini kepentingan utama dibalik Reuni 212 tersebut.

Di samping itu, Reuni 212 juga menjadi ajang eksistensi terselubung dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Mereka masuk dalam gerbong Reuni 212 agar bisa berkampanye mengenai paham khilafah.

Sebagaimana kita tahu, HTI adalah organisasi terlarang karena telah dibubarkan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Pembubaran itu terkait dengan paham khilafahnya yang akan mengganti Pancasila dan mengubah NKRI.

Sekarang, eksponen HTI itu bergabung dengan para pengusung Aksi 212. Mereka bersama-sama berencana menggelar Reuni 212.

Penyusupan HTI ke tubuh Reuni 212 itu terlihat jelas saat mereka akan menggelar pawai bendera tauhid. Bendera hitam bertuliskan tauhid itu kita tahu adalah simbol HTI.

Saat mereka berhasil mengibarkan ribuan bendera, mereka hendak mempengaruhi masyarakat bahwa perjuangan HTI selama ini demi agama.  Jelas ini bahaya.

Oleh karena itu, kita harus sadar dengan kepentingan di balik Reuni 212 ini. Kita jangan sampai tertipu dengan baju. Reuni 212 adalah kedok, HTI adalah motor dibaliknya. Plus dengan kepentingan Prabowo-Sandi.

Sudah itu saja isinya. Tak perlu dibantah lagi.

Reuni 212 Digelar sebagai Inkubator Paham HTI

Momentum Reuni 212 membuat publik mengingat lagi nama Habib Rizieq Shihab (HRS). Hal ini karena Reuni 212 itu akan menampilkan pidato Imam Besar FPI tersebut melalui video conference.

Bila berbicara soal HRS kita pasti akan cepat merujuk pada kasus-kasusnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Kita ingat di kabur dari Indonesia karena terlibat dalam kasus dugaan penistaan pancasila dan kasus chat pornografi dengan Firza Husein.

Pasca di Arab Saudi, dia tak berhenti berulah. HRS telah dilarang meninggalkan Arab Saudi oleh otoritas setempat karena 'over stay' dan diperiksa oleh kepolisian Arab Saudi atas kasus dugaan pengibaran bendera HTI di dinding rumahnya.

Hal ini menunjukkan bahwa HRS bukanlah sosok yang patut diteladani karena tidak dapat memberikan contoh yang baik bagi para pendukungnya. Dimanapun dia berpijak, di sana pula ada masalah yang ditimbulkan dari mulut dan tangannya.

Adapun Reuni 212 itu sendiri juga dinilai tak murni untuk bela agama. Selain bernuansa politis untuk memenangkan salah satu Capres, Reuni 212 itu juga terindikasi kuat ditunggangi oleh kelompok HTI yang ingin menunjukkan eksistensinya

Dengan tujuan agar meskipun organisasinya sudah dibubarkan, namun paham atau ideologi HTI bisa tetap hidup dan berkembang di masyarakat. Kemudian, nantinya hanya menunggu saat yang tepat saja untuk mewujudkan tujuan organisasinya lagi.

Hal itu terbukti karena ada rencana pengibaran satu juta bendera tauhid berwarna-warni hanya dijadikan cover oleh kelompok HTI untuk mengibarkan bendera tauhid berwarna hitam. 

Acara ini juga akan dijadikan momentum oleh kelompok HTI untuk menggugah semangat dan mengajak para simpatisannya untuk kembali mengupayakan berdirinya negara khilafah islamiyah.

Ini adalah tipudaya yang cukup efektif bila berhasil. Reuni 212 bisa menjadi semacam inkubator bagi paham khilafah pasca dibubarkan oleh pemerintah.

Untuk itu masyarakat Indonesia jangan tertipu. Kita tak akan kehilangan esensi sebagai Muslim bila tak ikut Reuni 212. Justru malah sebaliknya, Reuni 212 itu wujud penistaan agama dengan kedok politik.

Selasa, 13 November 2018

PR Ma'ruf Amin Menangkan Suara di Jabar dan DKI Jakarta


Beberapa bulan menjelang pemilihan, suara pasangan capres-cawapres Jokowi dan Ma'ruf Amin masih rendah di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Hal ini berdasarkan survei yang digelar internal Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.

Meski demikian, seluruh usaha dikerahkan oleh timses Jokowi-Ma'ruf untuk membalikkan keadaan. Apalagi waktu masih panjang.

Maka dari itu, cawapres Ma'ruf bakal fokus kampanye di Jakarta dan wilayah satelitnya serta di Jawa Barat. Sebagai putra Jawa Barat yang mewakili Pasundan, dia yakin mampu mempengaruhi suara di Jawa Barat dan Jakarta. Dia mengaku dianggap sebagai putra Jabar karena mewakili Pasundan.

Selain itu, sebagai Rais Aam NU atau ulama besar di Jakarta, Ma’ruf Amin juga akan mampu meraup dukungan suara di Jakarta dan Banten sebagai tanah kelahirannya.

Kalau Banten, posisinya Jokowi-Ma'ruf Amin sudah menang, meskipun masih tipis. Hal ini diakui sendiri oleh Ma'ruf Amin. PR-nya adalah di Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk menyapu bersih Jawa.

Di sisi lain, karena KH. Ma'ruf Amin sendiri adalah sesepuh Nahdlatul Ulama (NU), kemungkinan besar ormas Islam terbesar di Indonesia itu akan mendukungnya. Seperti pengakuan Kiai Ma'ruf sendiri, secara struktural PBNU sudah mendukungnya. Pun dengan kelompok kulturalnya.

Meski banyak dukungan yang mengalir dari berbagai sektor masyarakat, Jokowi dan KH. Ma'ruf Amin harus tetap bekerja keras. Karena sebagaimana sepakbola, politik itu bisa juga dinamis. Hasil hari ini bisa berbeda dengan esok hari.

Sabtu, 10 November 2018

Tuduhan Oposisi yang Tak Kredibel, Tuduh Presiden Jokowi Komunis sekaligus Liberalistik


Sepanjang 4 tahun masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo kerap dituduh sebagai antek komunis. Namun, di saat yang bersamaan kebijakan Jokowi juga disebut sebagai berorientasi kapitalistik.

Seluruh tuduhan itu disematkan oleh pihak oposisi. Hal tak hanya membingungkan, namun juga menunjukkan bahwa pihak oposisi mengkritik tanpa tahu kritikannya.

Persisnya mereka mengkritik tanpa dasar data dan fakta, tetapi hanya karena kebencian saja. Bahkan sebagian besar tuduhannya itu justru berbasis informasi hoaks.

Kenapa? Karena harusnya tak mungkin kedua tuduhan itu diarahkan kepada seseorang secara bersamaan. Sebab, kedua ideologi itu berseberangan satu sama lain, persis seperti air dan minyak.

Baru di era Presiden Jokowi ini, pemerintah dituduh komunis sekaligus liberal. Ini aneh.

Prabowo Subianto, misalnya. Dia menuduh bahwa sistem ekonomi Indonesia yang saat ini menyimpang. Dia juga mengatakan kekayaan alam Indonesia banyak dikuasai asing. Hal ini lantaran karena kebijakan pemerintah sangat kapitalistik.

Padahal, kalau kita pelajari sejarah dengan baik, maka kita bisa menyoroti dua nama yang berperan besar dalam liberalisasi perekonomian Indonesia, yaitu Sumitro Djojohadikusumo, ayah Prabowo, dan mantan mertua Prabowo yang juga Presiden RI ke-2, Soeharto.

Sumitro adalah menteri yang mengajukan UU PMA (penanaman modal asing) yang memberi ruang sebesar-besarnya bagi korporasi asing menguasai tambang dan sumber daya strategis di Indonesia. Sekaligus, tidak memberi ruang kepada koperasi untuk tumbuh.

Sedangkan, Soeharto jelas dia adalah pemimpin Orde Baru, dimana selama 32 tahu  kepemimpinannya menjadi pondasi bagi liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Ketiganya adalah mantra dari paham neoliberalisme yang sangat kapitalistik.

Jadi, tuduhan Prabowo di atas salah alamat bila dituduhkan sekarang kepada Presiden Jokowi. jejak panjang kebijakan yang liberalistik di Indonesia telah dimulai oleh ayahnya, dan mertuanya.

Menjamurnya tuduhan tak jelas kepada pemerintah seperti di atas merupakan indikasi dari tak adanya partai oposisi yang kredibel. Tuduhan ngawur di atas terjadi karena partai oposisi gagal menawarkan kebijakan alternatif.

Dulu Berkoar-Koar soal Bendera Kini Takut Mengakui, Kisah HRS dan Bendera Tauhid


Habib Rizieq Shihab beberapa waktu lalu sempat dikabarkan ditahan oleh otoritas Arab Saudi. Penahanan itu lantaran adanya pemasangan bendera bertuliskan tauhid yang identik dengan organisasi terlarang di kediamannya.

Sebelum tersandung kasus hukum tersebut, Imam Besar FPI itu menyerukan pengibaran bendera tauhid di seluruh posko FPI, media sosial, dan tempat kerja umat Islam di Indonesia.

Hal itu sebagai respon atas pembakaran bendera HTI yang dilakukan oleh Banser NU ketika peringatan Hari Santri Nasional di Tasikmalaya.

Atas penangkapan itu, kita akhirnya tahu bahwa bendera yang diklaim oleh HRS sebagai panji Rasulullah itu ternyata dilarang oleh Arab Saudi karena identik dengan organisasi radikal dan terorisme, seperti ISIS, Al Qaeda, dan Hizbut Tahrir.

Lucunya, HRS yang berkoar-koar memprovokasi pengibaran bendera tauhid di Indonesia itu ternyata tak punya nyali saat diciduk oleh aparat keamanan Arab Saudi. Dia tak mau mengakui bahwa bendera yang dipasangnya itu sebagai miliknya.

Padahal, dirinya yang sebelumnya menyerukan dan berkoar-koar untuk memasang bendera tersebut, termasuk di kediamannya di Mekkah.

Sebaliknya, dia dan pendukung FPI justru menuduh pemasangan bendera tauhid di kediamannya itu sebagai rekayasa dan operasi intelijen Indonesia untuk menjebaknya. Tentu saja, ini adalah tuduhan konyol.

Kini sikap HRS telah berbalik arah. Ketika dulu memperjuangkan pengibaran bendera tauhid, setelah ditangkap aparat keamanan Arab Saudi, justru anti dan tak mau mengakui itu bendera tauhid.

Ayo Habib, akui saja bendera tauhid itu memang kau pasang sendiri dan punyamu. Jangan bermental tempe.

Janji Tanpa Rencana Aksi soal Guru Honorer a la Sandiaga Uno


Sandiaga Uno berjanji akan menjamin kesejahteraan Guru Honorer jika nanti dirinya terpilih sebagai wakil Presiden. Hal itu disampaikannya ketika menerima curhatan dari seorang guru honorer saat berkunjung ke Perum Taman Kenari Ciluar, Bogor, Kamis (8/11).

Ia juga memastikan tidak akan ada guru honorer yang menginap meneriakan hak mereka. Sandi komitmen untuk meningkatkan status Guru Honorer seluruhnya.

Mendengar janji Sandi tersebut dapat dipastikan itu hanya 'lips service' saja. Seperti dejavu kita seperti melihat janji-janjinya ketika mencalonkan diri sebagai cawagub DKI Jakarta lalu. Nyatanya, banyak janji dan program yang tak terealisasi.

Janji-janji manis dari Sandi itu jelas belum tentu terealisasi. Dia hanya memanfaatkan momentum pemerintah yang saat ini sedang concern terhadap permasalahan guru honorer yang dibutuhkan proses dan tidak seperti membalikkan telapak tangan, apalagi hanya dengan janji-janji.

Pemerintah sendiri sebenarnya telah memberikan perhatian serius terhadap nasib honorer di Indonesia. Sampai tahun 2014, pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih tenaga honorer kategori (THK) 1 dan sekitar 200 ribu tenaga honorer kategori (THK) 2 menjadi PNS.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin juga menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak menafikan jasa para tenaga honorer. Dalam hal ini pemerintah telah menyiapkan skema penyelesaian, yakni pertama, pemerintah meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia ASN secara berkelanjutan yang saat ini raw input-nya 26 % berasal dari tenaga honorer yang diangkat tanpa tes.

Kedua, Pemerintah memperhatikan peraturan perundangan yang saat ini berlaku, antara lain UU ASN yang mensyaratkan usia maksimal 35 tahun, serta harus ada perencanaan kebutuhan dan harus melalui seleksi, UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan Guru minimal harus S1, dan UU Tenaga Kesehatan yang mensyaratkan tenaga kesehatan minimal harus D3.

Ketiga, pemerintah bersama delapan Komisi di DPR RI, telah menyepakati skema penyelesaian tenaga honorer Eks THK 2 yaitu bagi yang memenuhi persyaratan menjadi PNS, disediakan formasi khusus Eks THK 2 dalam seleksi pengadaan CPNS 2018.

Selanjutnya, bagi yang tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi PNS, namun memenuhi persyaratan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), akan diproses menjadi PPPK.

Kembali ke Sandiaga Uno tadi, meski dirinya berkomitmen menyelesaikan masalah Guru Honorer ini, namun dia tak menyiapkan tawaran atau solusi yang konkrit kepada masyarakat. Tak ada kebijakan alternatif atau tandingan atas langkah pemerintah tersebut. "

Dengan begitu, kemungkinan besar Sandi akan berbohong dan tak menepati janji karena tak ada langkah kongkretnya. Hal itu hanya demi mencari simpati dan menaikkan elektabilitas.

Modus ini telah dilakukan hampir di semua daerah yang dikunjungi dan masyarakat yang ditemui. Karena solusi tanpa aksi hanyalah retorika basi, dan itu telah terbukti di beberapa kebijakan saat menjabat di DKI.

Senin, 05 November 2018

Dukungan Sejumlah Kiai dari Berbagai Daerah untuk Jokowi dan KH. Ma'ruf Amin demi Indonesia yang Maju


Sejumlah kiai dan ulama dari berbagai daerah mendukung pasangan capres dan cawapres Jokowi dan KH. Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. Dukungan ini merupakan bentuk ikhtiar untuk membawa Indonesia bisa berhijrah dari kondisi hari ini menjadi lebih baik lagi.

Seperti  majunya KH Ma'ruf Amin sebagai cawapres itu diapresiasi oleh Kiai sepuh Ponpes Lirboyo Kediri. Kiai sepuh berharap, santri dan warga NU mendukung Ma'ruf Amin mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019.

Menurut KH. Anwar Manshur (pengasuh Ponpes Lirboyo), Kiai Ma’ruf Amin sebagai cawapres 2019 sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat. Karena Ma’ruf Amin dikenal dekat dengan semua dan dekat dengan pemerintah. KH Anwar Manshur mendukung dan mengajak seluruh warga NU untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.

Dukungan juga hadir dari para kiai dan santri Madura. Kiai dan santri Madura yang tergabung dalam Relawan Sakera mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf Amin.

Koordinator Relawan, Abdul Azis mengatakan Relawan Sakera siap menjadi garda terdepan memenangkan Jokowi-Ma’ruf Amin. Dukungan itu diberikan sebagai bentuk kepercayaan masyarakat Madura kepada Jokowi-Ma'ruf Amin untuk mengemban amanah sebagai presiden dan wakil presiden pada 2019 mendatang.

Selain dukungan dari Lirboyo dan Madura, dukungan kepada KH. Ma'ruf Amin juga datang dari jaringan kiai kampung di Jabar. Terdapat 1.500 Kiai Kampung Jabar yang telah mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf Amin. Kiai Kampung Jabar ini berperan sebagai penyambung lidah dan mengakar dengan umat serta langsung bersentuhan dengan umat.

Tak ketinggalan, Alim Ulama se Jaktim dan Keluarga Besar NU juga turut mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Para alim ulama se Jakarta Timur itu memahami secara komprehensif pemikiran KH Maruf Amin untuk hijrah menuju Indonesia maju.

KH. Ibnu Mulkan salah satu sesepuh dari alim ulama itu mengatakan bahwa Ma’ruf Amin memiliki visi memajukan Indonesia sehingga tidak ada keraguan untuk mendukungnya.

Dengan adanya dukungan seperti di atas, tak bisa dipungkiri bahwa pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin didukung oleh para kiai dan santri. Para ulama itu ingin agar Indonesia dipimpin oleh salah satu tokoh sepuh ulama pula.

Yaitu, KH. Ma'ruf Amin yang notabene adalah pimpinan tertinggi PBNU dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Insyallah Indonesia akan maju, barokah, menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Boikot Metro TV, BPN Prabowo-Sandi Blunder Besar

Boikot Metro TV, BPN Prabowo-Sandi Blunder Besar

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi memboikot sementara perusahaan televisi swasta, Metro TV. Menurut anggota BPN Ferdinand Hutahaean, keputusan itu telah dibahas di lingkup koalisi.

Keputusan BPN Prabowo-Sandi memboikot Metro TV itu lantaran pemberitaannya dinilai tidak berimbang selama kampanye pemilihan presiden 2019.

Selama masa boikot itu berlangsung, Ferdinand memastikan, duet Prabowo-Sandi bersama seluruh tim di BPN tak bakal melayani agenda wawancara atau bincang-bincang ekslusif bersama Metro TV.

Tentu saja ini sebuah blunder. Keputusan pemboikotan tersebut sebenarnya bisa dibaca akan merugikan kubu Prabowo-Sandi itu sendiri.

Sebab dari segi eksistensi, keputusan tersebut sebenarnya hanya akan mengurangi wadah publikasi dari Prabowo-Sandi dalam menyampaikan gagasan dan program ke publik. Apalagi Metro TV sebagai frekuensi publik yang 'concern' terhadap isu Pilpres 2019.

Di samping itu, dengan adanya tindakan 'main boikot' seperti itu, publik akan menilai kubu Prabowo tak ubahnya sebagai pihak yang pengecut. Hal itu karena menghindari pertanyaan kritis yang susah untuk dijawabnya.

Namun, secara tidak langsung pihak oposisi itu telah kalah sebelum bertanding dengan tumbal Metro TV sebagai alasan.

Padahal, di luar media elektronik, kubu oposisi juga banyak bermain opini di media online partisan seperti eramuslim.com, portal-islam.id, gelora.co dsb, hingga media sosial yang digerakkan secara terstruktur dengan memanfaatkan kepolosan dan militansi massa yang telah dikunci melalui pendekatan SARA ala tim Prabowo.

Jadi, keputusan boikot itu perlu ditinjau ulang. Benar tidak akan menguntungkan penantang petahana atau justru itu adalah bukti kekalahan Prabowo-Sandi sebelum Pilpres digelar.

Tak Mau Minta Maaf, Kubu Prabowo Justru Sebar Fitnah Ada Pengerahan ASN dalam Demo Protes Warga Boyolali

Pagi itu Minggu (4/11), ribuan warga Boyolali turun ke jalan buntut dari pidato Calon Presiden Prabowo Subianto yang menyebut 'tampang Boyolali'. Aksi tersebut dipusatkan di dua lokasi, yakni Patung Kuda Simpang Lima dan Gedung Mahesa.

Massa turun ke jalan dengan mengendarai sepeda motor. Mereka membawa berbagai poster yang bertuliskan kecaman terkait ucapan mantan Danjen Kopassus itu soal 'tampang Boyolali'. Massa juga membawa spanduk bertuliskan “Tolak Prabowo, Boyolali Damai”, “Tolak Prabowo”, “Prabowo Harus Minta Maaf”.

Ribuan warga itu melakukan aksi demo bukan sebagai bentuk kampanye kepada salah satu capres ataupun untuk kepentingan politik tertentu, tetapi warga benar-benar marah dan memprotes keras ucapan Prabowo tentang tampang Boyolali tersebut. Perkataan Prabowo itu telah meluka hati rakyat.

Sebelumnya, dalam sebuah pidato Prabowo dinilai melecehkannya dan menghina warga Boyolali karena tak mungkin kaya raya dan tidak pernah masuk mal dan hotel. Prabowo bergurau “tampang Boyolali” itu miskin dan mungkin tak pernah memasuki hotel mewah di Jakarta.

Namun anehnya, meski telah memicu kemarahan masyarakat seperti itu, Prabowo dan para pendukungnya tak mau mengakui kesalahannya. Sebagaimana disampaikan oleh juru bicara Sriyanto Saputro, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, menolak meminta maaf.

Menurutnya tidak ada kesalahan atas ucapan Prabowo dalam pidato pembukaan posko relawan Prabowo-Sandi di Boyolali itu.

Lebih jauh lagi, Wakil Ketua Partai Gerindra Ferry Juliantono justru menuding aksi protes tersebut karena adanya mobilisasi tertentu, bahkan melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam aksi itu.

Tentu saja, itu adalah cara pemutarbalikkan fakta yang nyata. Setelah Prabowo berbuat salah, bukannya meminta maaf, sebaliknya  justru menolak dan memelintir kenyataan di lapangan.

Harusnya Prabowo dan timnya itu belajar dari kesalahan tersebut, bukan malah menyalahkan masyarakat Boyolali dan mencari kambing hitam serta memprovokasi isu adanya pengerahan atau keterlibatan ASN di Aksi Bela “tampang Boyolali”. Itu adalah tuduhan yang keji.

Belajar dari petahana, ujaran kebencian juga sering disampaikan oleh massa pendukung Prabowo kepada Presiden Jokowi, namun timses dan Presiden Jokowi tidak terlalu baper dan ambil pusing karena cukup dijawab dengan bukti kerja. Itu yang harusnya dicontoh. 

Bila Prabowo mengaku sebagai mantan prajurit yang berjiwa ksatria, dia harusnya meminta maaf. Bukan malah sembunyi muka dan menyalahkan masyarakat. Itu adalah watak seorang pengecut dari calon pemimpin.

Presiden Jokowi Tegaskan Dirinya Keturunan Boyolali, Prabowo Mau Apa?


Belakangan ini, nama kabupaten 'Boyolali' sedang naik daun. Nama itu masuk dalam pusaran politik karena pernyataan seorang capres yang dinilai menilai masyarakat di kabupaten tersebut.

Awalnya kasus itu dimulai dari pernyataan Prabowo Subianto yang menyebut wajah orang Boyolali itu identik dengan kemiskinan, sehingga disangsikan bisa masuk hotel yang mewah. Sontak masyarakat Boyolali merasa tersinggung dengan isi pidato Prabowo itu.

Alhasil, ribuan demo untuk menegaskan kembali harkat dan martabat masyarakat Boyolali yang dihina tampangnya itu. Demonstrasi itu digelar secara damai pada Minggu (4/11).

Menanggapi itu, Presiden Jokowi yang berwjah 'ndeso' dan sederhana itu pun ikut berkomentar. Dia mengakui dengan sadar bahwa dia adalah keturunan orang Boyolali.

Presiden Jokowi bicara soal asal usul keluarganya. Dan dia menegaskan bahwa orang tuanya berasal dari Boyolali, bukan keturunan Tiongkok yang berasal dari Singapura.

Seperti diketahui, Ibunda Jokowi, Sujiatmi, lahir dan tumbuh di Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Sementara ayah Jokowi, almarhum Notomiharjo menjalani masa muda dan sekolah di desa itu bersama kakek dan neneknya.

Jokowi berharap agar tidak ada lagi tebaran fitnah, apalagi selama proses pesta demokrasi 2019 nanti. Dia ingin politik yang dilakukan di Indonesia berasas pada etika. Berpolitik itu harus disertai dengan ber-adat, beretika dan dengan tata krama.

Kita tentu saja sepakat dengan ajakan Presiden ini. Sebaiknya, kita memang menghindari pernyataan kontroversial seperti di atas. Mari kita tradisikan berpolitik yang mengusung kebenaran dan kebaikan.

Minggu, 04 November 2018

Cawapres Sandiaga Uno Manfaatkan Hoaks Jatuhnya Pesawat Lion Air untuk Tuai Popularitas

Di tengah situasi yang menyedihkan sekalipun, Sandiaga Uno ternyata berani mempolitisasi kejadian tersebut untuk menarik simpati dan perhatian masyarakat. Hal ini terlihat saat dirinya terbukti menyebarkan informasi hoaks terkait penerbangannya ke Pangkal Pinang lalu dengan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, beberapa waktu lalu.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, cawapres Sandiaga Uno mengaku bahwa dirinya terpukul saat mengetahui peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air tersebut. Pasalnya, beberapa waktu lalu, dirinya juga menumpang pesawat yang sama saat menuju Pangkal Pinang.

Pernyataan Sandi tersebut membuat salah seorang warganet  bernama Dhieka Setyawan menyelidiki kebenaran pernyataan cawapres nomor urut 02 tersebut. Hasilnya, ternyata tidak ada penerbangan pesawat Lion Air dengan kode PK-LQP tersebut selama bulan Oktober 2018.

“Pak @sandiuno sy sudah cek di @flightaware PK-LQP tidak ada terbang ke Pangkal Pinang selama bulan Oktober, sampai terakhir nahas itu.. mgkn bapak naiknya pesawat dengan registrasi lain..” tulis Dhieka Setyawan dalam akun Twitter @DhiekaSetyawan pada tanggal 02 November 2018 pukul 10:28 WIB

Berdasarkan hasil penelusuran di flightaware.com, ternyata pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP tersebut tidak pernah terbang ke Pangkal Pinang sebelumnya. Dengan demikian, pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP tersebut hanya terbang satu kali menuju Pangkal Pinang dan itupun tidak pernah mendarat di sana, karena jatuh di perairan Tanjung Karawang pada hari Senin (29/10).

Penjelasan dari warganet di atas sekaligus membongkar kebohongan Sandi terkait pernyataan bahwa beliau naik pesawat yang sama ke Pangkal Pinang dua minggu lalu.

Apa yang dilakukan Sandi ini sungguh tidak dapat ditolerir, dimana beliau bukannya menunjukkan simpati maupun empati kepada para keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air dengan kode penerbangan JT-610, namun malah menggunakan musibah tersebut untuk menjadi panggung mencuri perhatian publik. Ini dalam rangka menaikkan popularitasnya dalam kontestasi Pilpres.

Di zaman kiwari ini, masyarakat seyogianya harus waspada terhadap segala informasi yang diperoleh. Agar tak menjadi korban informasi hoaks.

Kejadian ini harus disebarluaskan melalui berbagai kanal media agar menjadi pembelajaran bersama, terutama untuk senantiasa berhati-hati dalam menelisik sepak terjang calon pemimpin 5 tahun ke depan.

Jangan sampai setelah agama menjadi jualan, kejadian kecelakaan pun turut menjadi barang dagangan. Ini sungguh terlalu!

Revolusi Mental dan Pencegahan Promosi LGBT di Dunia Maya


Selama 4 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) terus berproses untuk menorehkan capaian positif pada perubahan cara pikir dan cara kerja yang membawa perubahan pula pada cara hidup berbangsa.

Hal ini dapat dilihat di antaranya melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih transparan, tertib, dan pasti. Lalu perbaikan fasilitas pelayanan dan budaya pelayanan yang lebih baik, sinergitas program dan kebijakan pemerintah, serta pembangunan infrastruktur yang lebih merata dan berkesinambungan.

Beberapa contoh inovasi pelayanan publik yang merupakan bagian dari implementasi GNRM telah dihasilkan dari Kementerian/Lembaga, maupun Pemerintah Daerah. Misalnya, simulasi tes CAT oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang diperuntukkan bagi para pelamar CPNS, akses pencetakan E-KTP, perpanjangan SIM, dan lainnya. Hal ini bisa meningkatan budaya transparansi dan akuntabilitas.

Kemudian, ada juga Mall Pelayanan Publik, upaya revitalisasi DAS Citarum, berikutnya keberhasilan menurunkan 93,6 % titik api, dan percepatan penyelesaian pengaduan masyarakat yang mencapai 80 %.

Selain itu juga diikuti dengan menurunkan angka kemiskinan, peningkatan indeks daya saing global, penurunan suku bunga program KUR, sistem perizinan terintegrasi, program dana desa, rehabilitasi dan rekonstruksi daerah bencana, penanganan berita.

Berkaitan dengan perang melawan orientasi seksual yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial, seperti LGBT, pemerintah telah memblokir sejumlah aplikasi dari play store. Pemblokiran itu dilakukan atas permintaan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Selama Januari 2018 dilakukan pemblokiran dan penanganan terhadap 169 situs LGBT dan 72.407 konten asusila pornografi. Hingga awal Oktober 2018, Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 890 ribu website yang melanggar undang-undang, 80% diantaranya adalah website pornografi dan memblokir group facebook LGBT.

Pemblokiran aplikasi dan grup media sosial terkait LGBT ini karena alasan kesusilaan, dimana Indonesia memiliki budaya menolak promosi LGBT. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna H Laoly.

Pemerintah tidak akan mengkriminalisasi mereka namun harus tetap ada pidana bagi pelaku LGBT di Indonesia. Tentunya melalui regulasi yang saat ini tengah digodok oleh DPR RI sebagai lembaga legislatif atau pembuat undang-undang di Indonesia secara hati-hati agar masyarakat tak melakukan hal yang kontraproduktif, seperti persekusi.

Kamis, 01 November 2018

Bejat, Kader PKS dan Caleg Gerindra di Jateng Dipecat karena Terbukti Selingkuh


Anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berinisial IM dipecat. Pasalnya, dia terbukti telah melakukan perselingkuhan dan tindakan mesum dengan caleg DPRD Jateng dari Partai Gerindra berinidial RNS.

M yang sudah memiliki anak dan istri. Pun dengan RNS. Mereka diduga telah berselingkuh dalam beberapa tahun ini.

Kasus ini mencuat setelah chat dan foto mesumnya dengan RNS beredar luas di masyakat.  Hal ini dianggap telah keterlaluan dilakukan oleh seorang pejabat negara.

Kader PKS dan Gerindra memang tidak jauh-jauh dari masalah mesum/perselingkuhan dan korupsi. Sudah banyak kasus serupa yang dilakukan kader PKS dan Gerindra.

Meski mereka mengaku sebagai bagian dari Partai Allah, namun ternyata perilaku kader-kadernya sangat bejat. Mereka itu yang merasa paling suci, namun tindakannya sungguh tak beradab.

Kita akan catat perilaku bejat mereka itu. Hingga kita sadar untuk tidak lagi tertipu dengan tutur manis sok membawa-bawa agama dan moralitas dalam politik.

Di Era Presiden Jokowi, Rakyat Punya Sertifikat Gratis melalui Prona


Selama 4 tahun ini, pemerintah Presiden Joko Widodo mendorong agenda reforma agraria untuk mengurangi ketimpangan lahan. Salah satu kebijakan yang cukup penting dalam agenda tersebut adalah sertifikasi lahan.

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diinsiasi oleh Kementerian ATR/BPN sudah membagikan sekitar 11,4 juta sertifikat tanah kepada masyarakat. Rinciannya, pada 2015 sebanyak 967.490 sertifikat, 2016 sebanyak 1.168.095 sertifikat, 2017 sebanyak 5,4 juta sertifikat dan hingga September 2018 sebanyak 3,96 juta sertifikat.

Kebijakan sertifikasi lahan ini cukup signifikan. Sebab, ada 126.000.000 bidang tanah di seluruh Indonesia, dan hanya 46.000.000 bidang tanah yang memiliki sertifikat.

Diantara itu, 80.000.000 bidang tanah masih belum memiliki sertifikat. Itu sebabnya di daerah begitu banyak kasus-kasus sengketa tanah yang kadang sampai memakan korban jiwa.

Hal ini karena rakyat belum memegang sertifikat. Tidak ada pihak manapun yang bisa mengakui tanah kita kalau kita sudah memegang sertifikat tanah.

Oleh karenanya, digerakkanlah kembali program pemerintah yang sudah dicanangkan sejak tahun 1981 yang kita kenal dengan nama Proyek Operasi Nasional Agraria atau disingkat PRONA.

Dengan adanya sertifikat itu, diharapkan tidak akan terjadi lagi masalah sengketa tanah di masa depan.

Keistimewaan PRONA di tangan Jokowi adalah tidak memberikan sertifikat tanah kepada rakyat secara simbolis saja. Melainkan Presiden Jokowi memberikan sertifikat kepemilikan tanah kepada rakyat secara langsung dari tangannya.

Presiden sangat menginginkan seluruh rakyatnya memiliki tanah yang bisa mereka wariskan dan menghidupi keluarganya. Inilah fungsi penting dari negara di bidang agraria.

Soal Menentukan Kursi Wagub Jakarta saja Sangat Lama, Bagaimana Mau Urus Negara?

Terhitung sejak keputusan Sandiaga Uno mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres, maka kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta kosong. Kedua partai pengusung Anies-Sandi, Gerindra dan PKS saling mengklaim bahwa mereka adalah yang paling berhak.

Alhasil, hingga kini kursi itu masih kosong. Partai Gerindra dan PKS tak segera memutuskan karena masih tarik-menarik kepentingan.

Terkait kosongnya kepemimpinan tersebut mengundang komentar dari kubu petahana. Pasalnya, urusan yang seharusnya mudah diselesaikan tapi sangat lama diputuskan.

Hal itu sebagaimana disampaikan Wakil Ketua TKN, Johnny G. Plate. Menurutnya, jika urusan Wagub DKI saja bertele-tele, dan susah mengambil keputusannya, maka tentu akan mengkhawatirkan apabila mereka diberi kepercayaan mengurus negara yang lebih luas dengan seluruh permasalahannya. Pasti tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.

Gerindra-PKS bertele-tele menyelesaikan masalah yang sederhana. Polemik perebutan kursi Wagub DKI Jakarta telah mengorbankan rakyat Jakarta. Karena semakin lama kosong maka pelayanan Pemprov DKI tidak bisa efektif, dan berjalan dengan baik.

Hal itu menjadi bentuk tidak profesionalnya kerja partai-partai pendukung oposisi. Mereka lebih mengedepankan ego dan kepentingan politik masing-masing dibandingkan bekerja untuk rakyat.

NU dan Muhammadiyah Jaga Persatuan dan NKRI, Akan Sikat Upaya Mendirikan Khilafah di Indonesia

Organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersepakat untuk menjaga persatuan Islam di Indonesia. Kekhawatiran perpecahan itu lantaran muncul watak Islam beringas, radikal, dan keras belakangan ini.

Hal itu perlu dilakukan untuk mencegah perpecahan umat yang mulai bermunculan dengan watak Islam beringas, radikal, dan keras akhir-akhir ini. Tentu saja, watak seperti itu tidak sesuai dengan jati diri umat Islam Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan ketika konferensi pers pertemuan Muhammadiyah dan NU di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu (31/10).

Umat islam di Indonesia sebaiknya agar tetap waspada terhadap bahaya HTI ataupun kelompok yang mempromosikan ide mengenai khilafah atau negara Islam. Mengingat  cita-cita pendirian Khilafah di seluruh Asia Tenggara, termasuk di Indonesia itu bukanlah isapan jempol belaka.

Bahkan menurut informasi para pengusung ideologi khilafah itu ingin ada khilafah di Asean, termasuk Indonesia, pada 2024. Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan.

Hal tersebut tidak boleh terjadi dan terlaksana di Indonesia. Oleh karenanya, harus dicegah secara bersama. Di sini NU dan Muhammadiyah akan bertekad sekeras mungkin membentengi NKRI dari rongrongan kelompok pengusung ideologi khilafah seperti HTI di Indonesia.

Kita juga harus mendukung perjuangan ini. Jangan sampai negara kita yang damai, aman, dan sentosa ini terganggu dan menjadi perang saudara seperti di Timur Tengah karena adanya ideologi dan watak Islam yang beringas, serta mengadu domba satu sama lain.

Stabilitas Harga Pangan di Era Jokowi dan Isu Hoaks terkait Tempe Setipis ATM


Beberapa waktu lalu, cawapres Sandiaga Uno menyebut bahwa kenaikan harga pangan melonjak tajam. Bahkan karena harganya meningkat, ukuran tempe saat ini menjadi setipis kartu ATM.

Tempe seolah menjadi senjata bagi kubu Prabowo-Sandi untuk menyudutkan pemerintah. Itu adalah metafora dari harga pangan yang menjadi persoalan sehari-hari rakyat.

Melalui isu tempe, setipis ATM Sandiaga Uno ingin mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi gagal memenuhi kebutuhan sehari-hari rakyat.

Namun, benarkah demikian? Bahwa tempe sekarang setipis ATM dan berharga sangat mahal? Tentu saja jawabannya tidak. Sebab, faktanya harga pangan di pasar masih stabil.

Melalui isu tempe itu, Sandiaga membohongi masyarakat dengan memunculkan masalah tanpa didasarkan data akurat dan tanpa solusi penyelesaian. Hal itu bisa dikatakan sebagai hoax.

Dibalik pernyataan Sandiaga yang menghantam kubu petahana dengan isu tempe setipis kartu ATM itu, kenyataannya justru Sandi sendiri tak pernah menunjukkan wujud barangnya. Karena memang tak ada tempe setipis ATM tersebut.

Alhasil, kebohongan itu akhirnya dibantah oleh Presiden Jokowi dengan melakukan blusukan ke pasar secara langsung. Seperti diketahui, Presiden Jokowi blusukan ke Pasar Suryakancana, Bogor, bersama Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto pada Rabu (31/10).

Dalam kunjungannya itu, Presiden Jokowi juga mengecek harga dan ukuran tempe. Hal ini membalikkan keadaan dan membantah pernyataan Sandiaga terkait isu tempe setipis ATM.

Presiden menunjukkan ke publik bahwa tempe di pasar masih tebal dengan harga yang stabil dan tak ditemukan tempe setipis kartu ATM.

Hingga saat ini, pemerintah terus berupaya menjaga inflasi agar tetap rendah, dengan kisaran di bawah 3,5 persen. Salah satu faktor inflasi rendah itu adalah karena pemerintah berhasil menjaga stabilitas harga pangan.

Namun, seorang pengusaha muda yang disebut cerdas dan kini maju sebagai Cawapres justru menggoreng isu dengan ucapan ngawur. Dengan gayanya seperti itu mau dibawa kemana Indonesia ke depannya.

Sandiaga Uno memang wong edan bermental tempe, mencari simpati rakyat kok tidak pakai cara cerdas.

Hal ini menjadi pelajaran bagi kita agar tidak mudah terpengaruh isu hoaks terkait persoalan ekonomi. Kita harus periksa ulang narasi kebohongan itu dengan membandingkan dan membuktikannya di lapangan.

Rabu, 31 Oktober 2018

Aksi Bela Tauhid 2 dan Upaya Bangkitnya HTI

Pasca Aksi Bela Tauhid beberapa hari lalu, beberapa ormas Islam yang mendukung paham khilafah berencana kembali menggulirkan aksi. Mereka akan menggelar Aksi Bela Tauhid 2 atau Aksi 211 merujuk pada tanggalnya.

Inisiator Aksi Bela Tauhid 2 itu tak jauh dari penggagas aksi-aksi berjilid selama ini. Mereka umumnya juga oposisi dari pemerintahan Presiden Jokowi.

Bila melihat kondisi saat ini, seruan Nasional Aksi Bela Tauhid 2 November 2018 sudah tidak relevan digelar. Karena kasus tersebut telah ditangani oleh aparat penegak hukum.

Pelaku pembakar bendera itu pun juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, serta sejumlah ormas Islam, seperti, NU dan Muhammadiyah, Syarikat Islam, hingga Persis  sudah sepakat tidak memperkeruh masalah tersebut.

Oleh karena itu, kita berharap agar Aksi Bela Tauhid 2 ini jangan sampai ditunggangi oleh kepentingan HTI untuk kembali bangkit melalui gerakan ormas dan umat Islam. Tauhid sebaiknya diamalkan dalam masing-masing pribadi umat Islam, bukan dengan cara intimidatif dan provokasi.

Kita sadar bahwa Aksi Bela Tauhid 211 merupakan cara HTI dan ormas radikal untuk memecah belah umat Islam dan Pemerintah. Karenanya kita harus waspada dengan bahaya laten HTI dan gerakan makar #2019GantiPresiden dalam Aksi Bela Tauhid.

KH. Ma'ruf Amin Kunjungi Kiai di Situbondo dan Banyuwangi

Selama beberapa hari ini, KH. Ma'ruf Amin bersilaturahim dengan para kiai dan santri di sejumlah tempat di Jawa Timur.

Rais 'Aam PBNU itu salah satunya bersilaturahim ke Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Selasa (30/10).

Setibanya di pesantren yang didirikan tahun 1905 tersebut, Kiai Ma’ruf berziarah kepada pendirinya, yaitu KH. Syamsul Arifin dan putranya, KH. As’ad Syamsul Arifin yang letaknya di samping masjid. 

Kemudian, KH. Ma’ruf langsung menuju ke kediaman pengasuh saat ini, yaitu KH. Ach. Azaim Ibrahimy, kiai yang memiliki sekitar 15 ribu orang santri.

Saat bertemu, Ra Azaim langsung mengalungkan sebuah sorban kepada Kiai Ma’ruf seraya mencium tangannya. 

Di ponpes itu, Kiai Ma’ruf bertemu dengan belasan kiai di salah satu ruangan. Pertemuan tersebut berlangasung sekitar 1,5 jam.

Selepas dari Situbondo, Ketua MUI itu bertemu dengan sejumlah kiai dan santri di Pesantren Blokagung, Banyuwangi.

Di sana, kiai bersilaturahmi dengan para kiai dan santri. Selain juga berziarah ke makam Kiai Soleh Lateng, salah seorang pendiri NU.

Minggu, 28 Oktober 2018

Ternyata Tak Suci, Politikus PAN Dicekal KPK Karena Dugaan Korupsi DAK Kebumen

Lagi-lagi anggota DPR RI masuk dalam penyelidikan kasus korupsi. Kali ini, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan dicekal untuk keluar negeri karena persoalan tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berpergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan. Surat pencegahan itu telah dikirim ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jumat (26/10).

Kabar itu juga telah dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Ia menyatakan bahwa pihaknya mencegah Taufik berpergian ke luar negeri karena kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi yang tengah diusut pihaknya. 

Sebelumnya, Taufik Kurniawan sempat diperiksa ‎oleh KPK pada 5 September 2018 lalu. Pemeriksaan terhadap Politikus PAN tersebut diduga terkait penyelidikan kasus dugaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 100 miliar.

Hal ini adalah pengembangan dari penyelidikan korupsi dengan terdakwa pengusaha asal Kebumen, Khayub Muhammad Lutfi, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu 4 Juli 2018 lalu. Nama Taufik pernah mencuat dalam persidangan kasus korupsi itu.

Taufik disebut oleh Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad menerima uang sebesar Rp3,7 miliar terkait dengan pengalokasian DAK untuk Kabupaten Kebumen yang bersumber dari APBN. 

Yahya mengaku bertemu dua kali dengan Taufik di Semarang dan Jakarta. Dalam pertemuan itu, kata Yahya, ada kewajiban sebesar 5 persen yang harus diberikan jika DAK sebesar Rp100 miliar cair. Uang fee tersebut diberikan dua kali melalui orang suruhan Taufik.

Melihat sepak terjang seperti itu sudah sepatutnya KPK mencekal Taufik. Sebagai Wakil Ketua DPR dia diduga kuat memainkan jabatannya untuk mengatur kasus korupsi tersebut.

Kelakuan Taufik ini membuktikan bahwa kader PAN juga tidak bersih, apalagi suci. Oleh karenanya, tak pantas bila Amien Rais menyebutnya sebagai Partai Allah

Aksi Bela Tauhid, Gerakan Politik Berkedok Kalimat Tauhid?

Aksi Bela Tauhid, Gerakan Politik Berkedok Kalimat Tauhid?

Beberapa waktu lalu, pembakaran bendera HTI di Garut sempat dipelintir menjadi pembakaran panji Rasulullah. Mereka para pendukung HTI dan kubu oposisi beramai-ramai menyamakan bendera HTI sebagai bendera tauhid.

Dengan isu seperti itu, gerombolan pengusung khilafah itu ingin membangun opini bahwa Banser NU telah menista agama Islam. Lebih jauh lagi, mereka ingin menyudutkan pemerintahan Presiden Jokowi.

Padahal, jelas antara keduanya itu berbeda. Bendera HTI tidak sama dengan liwa dan rayyah sebagai panji Rasulullah dulu. Sebab, dalam hadits soal liwa dan rayyah sama sekali tidak disebutkan adanya kalimat tauhid. Namun hanya dinyatakan bahwa liwa itu berwarna hitam, dan rayyah itu berwarna putih. 

Kedua, bendera yang dibakar oleh Banser NU itu jelas merupakan atribut HTI. Karena ditinjau dari khat (ragam huruf) dan harakatnya itu identik dengan HTI. Bila bendera itu disebut liwa dan rayyah jelas salah, karena tulisan di zaman Rasul itu tidak memakai harakat.

Menurut rekam jejak berupa video dan foto, terlihat bahwa di kantor dan spanduk HTI selalu mennggunakan bendera bertuliskan tauhid sebagaimana yang dibakar oleh Banser NU itu. Dengan demikian, tak bisa dibantah bahwa bendera itu memang atribut organisasi terlarang tersebut.

Apalagi, pembawa bendera itu sendiri, yakni Uus Sukmana telah mengakui bahwa  bendera yang dibawanya itu adalah atribut HTI. Jadi dusta mana lagi yang akan disebarkan?

Kemudian, kita semua paham bahwa Aksi Bela Tauhid itu hanyalah aksi politik dengan berkedok Tauhid. Demo itu digelar demi kepentingan politik, bukan semata-mata membela agama.

Karena dalam Aksi Bela Tauhid itu justru muncul wacana #2019GantiPresiden. Bila itu murni untuk membela agama, mengapa harus menurunkan rezim Presiden Jokowi? Ini jelas aksi politik yang dibungkus kedok tauhid.

Kita sudah paham skenario yang kerap dimainkan oleh kubu oposisi selama ini. Mereka adalah golongan yang gemar mempolitisasi agama untuk kepentingan politik.

Tak bisa disangkal lagi, mereka itulah penjual ayat agama itu dengan harga yang sangat murah.

Ternyata Tak Suci, Politikus PAN Dicekal KPK Karena Dugaan Korupsi DAK Kebumen

Ternyata Tak Suci, Politikus PAN Dicekal KPK Karena Dugaan Korupsi DAK Kebumen

Lagi-lagi anggota DPR RI masuk dalam penyelidikan kasus korupsi. Kali ini, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan dicekal untuk keluar negeri karena persoalan tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan berpergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan. Surat pencegahan itu telah dikirim ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jumat (26/10).

Kabar itu juga telah dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Ia menyatakan bahwa pihaknya mencegah Taufik berpergian ke luar negeri karena kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi yang tengah diusut pihaknya. 

Sebelumnya, Taufik Kurniawan sempat diperiksa ‎oleh KPK pada 5 September 2018 lalu. Pemeriksaan terhadap Politikus PAN tersebut diduga terkait penyelidikan kasus dugaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp. 100 miliar.

Hal ini adalah pengembangan dari penyelidikan korupsi dengan terdakwa pengusaha asal Kebumen, Khayub Muhammad Lutfi, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu 4 Juli 2018 lalu. Nama Taufik pernah mencuat dalam persidangan kasus korupsi itu.

Taufik disebut oleh Bupati nonaktif Kebumen Yahya Fuad menerima uang sebesar Rp3,7 miliar terkait dengan pengalokasian DAK untuk Kabupaten Kebumen yang bersumber dari APBN. 

Yahya mengaku bertemu dua kali dengan Taufik di Semarang dan Jakarta. Dalam pertemuan itu, kata Yahya, ada kewajiban sebesar 5 persen yang harus diberikan jika DAK sebesar Rp100 miliar cair. Uang fee tersebut diberikan dua kali melalui orang suruhan Taufik.

Melihat sepak terjang seperti itu sudah sepatutnya KPK mencekal Taufik. Sebagai Wakil Ketua DPR dia diduga kuat memainkan jabatannya untuk mengatur kasus korupsi tersebut.

Kelakuan Taufik ini membuktikan bahwa kader PAN juga tidak bersih, apalagi suci. Oleh karenanya, tak pantas bila Amien Rais menyebutnya sebagai Partai Allah

Lagi-Lagi Hoaks, Eramuslim Sebut Proyek Jalur Kereta Trans-Sumatera Mangkrak, Ini Kenyataannya

Sudah menjadi kebiasaan jika pihak oposisi kerap menyebarkan berita bohong untuk menyudutkan pemerintah. Bahkan, politik kebohongan itu dirasa sudah keterlaluan.

Hal itu pula yang terjadi dengan portal-portal media yang berafiliasi dengan mereka. Sebagai institusi penyebar kabar, kelakuannya sungguh memuakkan. Portal media online seperti eramuslim.com tersebut yang menjadi corong kebohongan itu.

Seperti, misalnya, baru-baru ini situs eramuslim.com memberitakan soal mangkraknya pembangunan jalur kereta api Trans-Sumatera. Menurutnya, proyek yang digagas Presiden Jokowi di awal pemerintahannya itu justru mangkrak dan ditinggalkan begitu saja.

Dengan pengaturan sudut pandang yang sedemikian rupa, berita itu dimainkan seolah memang Presiden Jokowi membiarkan proyek yang telah dicanangkan itu mangkrak.

Padahal, kenyataannya tidak seperti itu. Berita soal mangkraknya jalur kereta api Trans-Sumatera itu sepenuhnya bohong.

Faktanya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri justru menargetkan pembangunan 3 jalur Kereta Api (KA) di Sumatera yang dikerjakan sejak 2014 selesai tahun depan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Zulkifri.

Adapun jalur KA yang ditargetkan selesai tahun 2019 itu ialah Bireun-Lhokseumawe segmen Krueng Geukueh ke Paloh Batee sepanjang 8,3 km. Jalur KA Bireun-Lhokseumawe memiliki panjang 54,49 km yang dikerjakan bertahap.

Selain itu, jalur KA Besitang-Langsa segmen Besitang-Sei Liput sepanjang 35 km, dan jalur KA Rantauprapat-Kota Pinang segmen Rantauprapat-Pondok S2 di Sumatera Utara sepanjang 33 km juga ditargetkan selesai tahun depan. 

Pembangunan tersebut merupakan bagian dari target Kemenhub membangun 1.349 km rel KA, mulai 2015 hingga 2019.

Dengan begitu, kabar bahwa jalur kereta api Trans-Sumatera itu mangkrak tidak benar. Itu adalah berita hoaks.

Media abal-abal seperti eramuslim.com ini telah melakukan pembodohan publik karena takut capres dukungannya kalah. Namun, cara berpolitik yang dimainkan dengan berita bohong atau hoaks itu telah melewati batas sabar.

Ketua DPW PAN serta Gubernur Riau Akui Dukung Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin

Beberapa waktu lalu, sejumlah bupati dan walikota di Provinsi Riau mendeklarasikan dukungannya kepada Presiden Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya di Indonesia.

Salah satu dari bupati tersebut adalah Irwan Nasir, Bupati Kep. Meranti. Dia mengakui bahwa secara pribadi mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. Tak membawa embel-embel partai ataupun jabatan.

Irwan berterus terang kalau dirinya nyaman berkomunikasi dengan Jokowi. Menurutnya, tak hanya dia saja yang berasa nyaman. Tapi hampir semua bupati dan walikota nyaman ketika berkomunikasi dengan Presiden Jokowi. Sebab beliau berkomunikasi secara informal dan progresif.

Menariknya, Irwan Nasir saat ini adalah Ketua DPW PAN Riau. Secara organisasional partai, tentunya, itu berseberangan dengan Koalisi Indonesia Kerja yang mengusung Jokowi. Namun, dia mengaku tetap mendukung Presiden Jokowi.

Hal senada juga disampaikan oleh Gubernur Riau terpilih, Syamsuar. Dia dan 8 bupati serta walikota di Provinsi Riau sebelumnya menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden nomor urut satu, Jokowi dan Maruf Amin.

Menurutnya, dukungan kepada Jokowi itu adalah panggilan hati nurani. Itu adalah sikap politik pribadi bukan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur Riau saat ini.

Menurutnya, Provinsi Riau saat ini masih membutuhkan presiden seperti Jokowi. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Riau yang sekarang kecewa akan segera memahami dan mengerti dengan keputusannya mendukung Jokowi.

Para kepala daerah tanpa diminta dan dengan kesadarannya sendiri mulai rame mendukung Presiden Jokowi. Ini adalah bukti bahwa kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin itu sudah mulai tampak dalam horison Pilpres 2019.

Siapa Bilang Presiden Jokowi Anti-Islam? Faktanya Dia Pilih Kiai sebagai Cawapresnya


Selama ini, Presiden Joko Widodo kerap disebut sebagai musuh para ulama. Bahkan, Presiden Jokowi sering dianggap anti-Islam.

Namun, klaim itu harusnya mulai dihapus dalam benak kita, karena saat ini justru Presiden Jokowi yang memilih seorang Kiai (ulama) sebagai cawapresnya.

Hal ini berbeda 180 derajat dengan lawannya, Prabowo Subianto, yang awalnya direkomendasikan untuk memilih cawapres dari ulama, ternyata diingkari di detik-detik terakhir. Dia justru memilih seorang taipan kaya sebagai wakilnya.

Peran ulama adalah melanjutkan perjuangan para Nabi untuk memperjuangkan agama Islam. Hal itu seperti yang dilakukan oleh Maulanasyaikh TGKH M Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama sekaligus pahlawan dari Nusa Tenggara Barat dengan cara membangun pondok pesantren di berbagai daerah di Indonesia dengan menanamkan nilai-nilai agama.

Pemilihan cawapres Presiden Jokowi dari kalangan kiai ini menjadi bukti bahwa sosok mantan Walikota Solo itu sebenarnya tak pernah memusuhi ulama, apalagi anti-Islam. Hal itu diakui oleh KH. Ma'ruf Amin sendiri ketika melakukan kunjungan ke Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Ketika di Pondok Pesantren Syaikh Zainuddin NW Anjani, Lombok Timur, KH. Ma'ruf Amin menjabarkan bahwa keputusan Presiden Jokowi memilih dirinya sebagai cawapres merupakan bukti kecintaannya pada kiai dan santri.

Melalui kesempatan ini, para kiai dan santri kini bisa ikut terlibat langsung membangun bangsa sesuai ajaran Islam yang dikaji melalui Alquran, Al-Hadis dan kitab-kitab para ulama. Hal itu tak mungkin dilakukan bila Presiden Jokowi anti-Islam.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya bila kita membuang jauh-jauh propaganda negatif bahwa sosok Presiden Jokowi itu anti-Islam, musuh ulama, atau ingin merusakan agama. Hal itu adalah propaganda sesat yang disebarkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.