Sabtu, 19 Januari 2019

Samakan Diri dengan Soekarno-Hatta, Prabowo-Sandi Idap Megalomaniak Akut

Menjelang Pemilu seperti ini, banyak pihak yang halusinasi dan megalomaniak. Kaum seperti ini melihat dirinya besar, seolah seperti tokoh pendiri bangsa. 


Ia mengklaim diri sebagai penerus pendiri bangsa, atau bahkan mengaku sebagai titisan mereka. Padahal, kita tahu kenyataan sebenarnya kualitas mereka tidak seperti itu. 


Seperti itulah gambaran kubu Prabowo-Sandi hari-hari ini. Menurut timsesnya, kekompakan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam debat perdana itu  layaknya kekompakan Soekarno-Hatta.


Mereka juga menyebut bahwa Prabowo-Sandi ini adalah dwitunggal, titisan presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Imajinasi berlebihan seperti inilah yang menjadikan Prabowo-Sandi masuk kategori megalomaniak. 


Kita tahu, Bung Karno, Bung Hatta, dan Jenderal Soedirman adalah tokoh besar Indonesia yang dibesarkan oleh ide-ide autentik dan pertarungan ideologi ataupun fisik. Para pendiri bangsa yang bertindak sebagai pejuang pemikir sekaligus pemikir pejuang hingga menginspirasi Indonesia hingga saat ini.


Usaha dari timses kandidat nomor urut 02 itu untuk mencocokkan capres-cawapresnya seolah seperti Bung Karno-Jenderal Soedirman dan Bung Hatta adalah pelecehan terhadap sejarah. 


Upaya mereka ini adalah wujud kegagalan bernalar yang parah, klaim palsu yang tak punya dasar etis dan historis.


Bung Karno, Bung Hatta, dan Soedirman adalah nasionalis yang direkam dalam setiap langkah perjuangan. Sementara Prabowo dan Sandiaga adalah sebenar-benarnya kapitalis yang mencoba bersalin wajah menjadi politisi pro-rakyat kecil.


Pasangan Prabowo-Sandiaga gagal menemukan otentisitas diri, baik rekam jejak maupun visi untuk rakyat Indonesia.


Kegagalan itu bahkan sempat membuat anak-keturunan tokoh pendiri bangsa itu merasa gerah. Gustika Fardani Jusuf, cucu Bung Hatta, merasa berang saat mengetahui sang kakek disamakan dengan sosok Sandiaga.


Sebab, secara ideologi dan langkah perjuangan keduanya seperti minyak dan air. Bila Bung Hatta pejuang koperasi dan ekonomi kerakyatan, sedangkan Sandiaga murni tokoh kapitalis, yang mendukung ekspansi korporasi dalam langgam kompetisi pasar bebas. 


Menurut Gustika, sangat tidak baik menggunakan sosok sang proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta untuk menggambarkan sosok seseorang. Apalagi kalau demi kepentingan politik. 


Oleh karenya, sebaiknya setiap orang agar tetap berpegangan pada identitas aslinya masing-masing. Tak perlu megalomaniak merasa dirinya seperti tokoh terdahulu, ataupun merasa titisannya.


Bukan membuat kagum, tapi sebaliknya, malah justru lucu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar