Sabtu, 28 September 2019

Warganet Harus Menangkal Propaganda Asing di Papua



Warganet memiliki peran yang sangat vital dalam menangkal isu propaganda asing yang kerapkali beredar dengan konten hoaks. Hal ini membutuhkan literasi, kecerdasan, dan kepekaan mengenai situasi mutakhir.

Terlebih terkait dengan isu Papua, sangat diperlukan komitmen dan upaya terus menerus dari warganet untuk melawan hoaks dan berbagai propaganda asing yang ingin merusak integrasi NKRI. 

Apalagi narasi referendum dan isu-isu separatis lainnya sedang marak diangkat oleh kelompok pro kemerdekaan Papua. 

Inilah kekhawatiran yang diungkapkan oleh beberapa tokoh, salah satunya Koornas FPMSI, Hafyz Marshal. Baginya, Papua adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari NKRI yang harus dijaga jangan sampai lepas. 

Kerusuhan yang terjadi di Papua dinilai ada campur tangan asing yang sengaja melakukan propaganda agar situasi Papua memanas dan tak kondusif. 

Pasalnya, pihak asing memiliki kepentingan terselubung, yaitu ingin menguasai sumber daya alam [SDA] yang cukup besar. Salah satunya tambang yang terkandung di bumi Cendrawasih.

Untuk itu, pemerintah sebaiknya segera mengambil langkah tegas terhadap pihak yang mencoba merusak persatuan dan kedamaian di Papua.

Kita warganet Indonesia akan mendukung tindakan pemerintah tersebut. Karena bagaimanapun, provokasi pihak asing untuk memecah belah Papua ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Semoga dengan kecerdasan para warganet Indonesia, perpecahan dan adu domba antar anak bangsa bisa dihindari. Kita punya kewajiban untuk menghadirkan NKRI yang damai dan rukun kepada anak cucu kita kelak. 

Mari menjadi warganet yang cerdas dengan literasi yang baik. Kita tangkal hoaks dengan memverifikasi setiap informasi sebelum disebarkan ulang.

Ingin Maju, Presiden Jokowi Berkomitmen Kuat untuk Rangkul Papua



Kondisi keamanan di Papua yang belum kondusif membuat pemerintah perlu menyusun langkah dan strategi penyelesaian konflik. 

Pemerintah perlu mencari solusi damai sesuai konteks di Papua. Sebab, masalah di sana tidak selalu sama dengan masalah di Aceh dan Timor Timur. 

Pengamat militer dan pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhamad Haripin mengatakan pemerintah dan aparat keamanan harus cermat dalam mengatasi persoalan di Papua. 

Pendekatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan intelijen sebaiknya bersifat humanis melalui musyawarah, penggalangan dan pembinaan.

Problem di Papua mesti dilihat dari latar belakang historis dan pengalaman kekerasan yang dialami masyarakat selama bertahun-tahun. 

Situasi di Papua dan Timor Timur tidak sepenuhnya sama. Salah satunya karena Presiden Jokowi memiliki semangat besar merangkul Papua dengan tidak melihat referendum sebagai opsi penyelesaian masalah. 

Masyarakat Papua hendaknya menyadari keseriusan pemerintahan Presiden Jokowi untuk menjadikan Papua lebih baik lagi dalam tatanan bernegara NKRI. 

Pro kontra dan ketidakpuasan tentu hal yang tidak bisa dielakkan, sebab perlu waktu bagi pemerintah untuk membangun Papua. 

Meski begitu, pemerintah memiliki komitmen yang besar untuk membangun Papua. Pemerintahan Presiden Jokowi serang berbenah dan berusaha agar tidak ada kerusuhan lagi di Papua. 

Semoga komitmen itu terus diwujudkan dengan eksekusi yang konkret. Ke depan, Papua akan maju dan sejahtera.

Apresiasi Masukan Mahasiswa, Presiden Jokowi Buktikan Dirinya Demokratis



Di tengah maraknya aksi demonstrasi mahasiswa, Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasinya terhadap aksi unjuk rasa tersebut. 

Apresiasi diberikan terhadap mahasiswa yang menggelar demonstrasu di berbagai daerah untuk menolak revisi UU KPK dan KUHP.

Presiden Jokowi memastikan masukan yang disampaikan mahasiswa sudah dia tampung. Masukan yang disampaikan menjadi catatan untuk memperbaiki yang kurang di negara kita.

Misalnya terkait revisi KUHP, Jokowi sudah meminta DPR menunda pengesahannya untuk menampung kembali masukan dari masyarakat.

Adapun untuk revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan menjadi UU, Presiden mempertimbangkan untuk mencabutnya dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Meski begitu, Presiden Jokowi meminta kepada mahasiswa agar menyampaikan aspirasinya dengan damai, tidak merusak fasilitas umum, atau bertindak anarkis yang menggangu ketertiban umum.

Aksi demo mahasiswa itu diakui Presiden Jokowi sebagai bagian dari demokrasi di Indonesia, sekaligus memberi masukan kepada pemerintah.

Kita sangat mengapresiasi keterbukaan dan sikap demokratis Presiden Jokowi tersebut. 

Sikap mau menerima masukan dan kritik ini adalah ciri pemimpin yang baik. Tanpa sikap tersebut, tak mungkin pemimpin bisa mengambil kebijakan dengan baik.

Ingin Damai, Stop Kekerasan di Papua




Isu Papua menarik perhatian parlemen Asia Tenggara. Anggota parlemen Asia Tenggara menyerukan agar kekerasan di Papua segera dihentikan. 

Ketua APHR sekaligus Anggota Parlemen Malaysia, Charles Santiago, menyampaikan bahwa mereka yang secara damai mengekspresikan pandangan politik, harus dilindungi dari segala bentuk pelecehan, pembalasan, dan intimidasi.

Menurut APHR, pemerintah Indonesia perlu memulai dialog segera mungkin, demi memulihkan stabilitas dan perdamaian di bumi Papua. 

Hal ini dapat dimulai dengan memastikan keamanan demonstran dalam menyampaikan pendapat.

Demonstrasi massal telah berlangsung di Papua dan Papua Barat sejak pertengahan Agustus lalu.

 Protes dipicu dugaan rasisme dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Aksi protes kemudian berkembang ke seruan untuk merdeka.

Untuk menghindari situasi menjadi semakin tidak terkendali dan lebih banyak orang yang membayarnya dengan nyawa, demonstran dan pasukan keamanan Indonesia harus menahan diri untuk menggunakan kekerasan.

Pemblokiran akses internet di Papua yang dilakukan pemerintah Indonesia tidak akan meredakan situasi konflik. Sebaliknya, berbagai pihak akan sulit memantau kondisi warga di sana.

Padahal pemblokiran akses internet itu dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran informasi palsu di media sosial. 


Dikhawatirkan, beredarnya informasi palsu akan memicu keadaan yang semakin buruk. Inilah yang dihindari bersama. 

Kita sangat mendukung agar Papua semakin damai dan kondusif. Kekerasan harus dihapuskan dari tanah Papua.

Fakta, Kerusuhan Merugikan Warga di Papua



Meski kerusuhan terus melanda di Papua, namun itu ternyata tidak berdampak serius pada perekonomian nasional. Sebaliknya justru merugikan masyarakat Papua sendiri.

Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir. 

Ia mengatakan, dampak kerusuhan di Papua tidak terlalu besar terhadap ekonomi nasional. Sebab, selama ini share ekonomi Papua masih kecil.

Sektor yang terganggu dengan adanya aksi demonstrasi berulang tersebut adalah sektor perdagangan, khususnya di Papua itu sendiri.

Sementara sektor lain seperti pertambangan tidak terpengaruh besar sebab pertambangan lebih terpengaruh sistem operasional penambangannya.

Namun, pemerintah akan terus mengantisipasi dampak kerusuhan untuk jangka panjang dan berharap kerusuhan di Papua segera berakhir agar perdagangan dapat segera pulih.

Kita berharap agar Papua segera damai dan rukun kembali. Hal ini demi kebaikan warga Papua sendiri. 

Bila mereka ribut terus, maka yang dirugikan justru warga Papua sendiri. Inilah yang harusnya segera dihentikan.

Jumat, 27 September 2019

Beredar Percakapan Grup, KPK Ternyata Dalang Aksi Mahasiswa



Demonstrasi mahasiswa yang ramai akhir-akhir ini diduga kuat ditunggangi oleh kepentingan tertentu. 

Hal ini setelah beredarnya video briefing KPK Taliban kepada mahasiswa agar turun jalan menolak UU KPK. 

Jadi demo-demo itu memang sengaja diarahkan oleh kelompok tersebut demi kepentingan mereka.

Mereka diarahkan untuk melakukan pergerakan dengan cara-cara radikal. Belakangan diketahui nama orang yang memberikan briefing tersebut adalah Bachtiar Firdaus.

Lalu tak lama kemudian, tersebar viral percakapan di grup Wadah Pegawai yang pada intinya laporan-laporan terkait aksi demonstrasi di beberapa wilayah.

Laporan itu memuat soal sumbangan untuk aksi mahasiswa. Mereka terbukti menyumbang uang secara tunai agar tidak ada jejak transaksi. 

Dengan begitu, grup WA  dari WP KPK itu menjadi grup konsolidasi dan menyediakan logistik bagi pergerakan mahasiswa. 

Selain itu, KPK juga diintruksikan untuk mengenakan batik hitam selama aksi demo tanggal 23 dan 24 September. 

Hal ini sebagai solidaritas atas aksi demo, serta untuk menggelorakan aksi demonstrasi di daerah-daerah lainnya.

Fakta tersebut membuka tabir KPK selama ini. Bahwa akhirnya kebusukan mereka akhirnya terbongkar. 

Adanya video briefing mahasiswa, kemudian diikuti dengan percakapan grup WA dari WP KPK menunjukan bahwa aksi demonstrasi mahasiswa memang sengaja dibuat oleh orang-orang KPK. Lebih tepatnya diinisiasi oleh kelompok KPK Taliban yang tak mau menempuh jalur konstitusi.

Sementara itu, isu-isu lain di luar UU KPK hanyalah topeng untuk mengelabui masyarakat agar permainan KPK ini tidak mudah terbongkar. Tetapi bagaimanapun akhirnya juga ketahuan.

Inilah bukti sekaligus alasan bahwa aksi mahasiswa beberapa waktu ini tidaklah murni dari mereka sendiri. KPK Taliban adalah biang kerok kerusuhan demo mahasiswa tersebut. 

Kita perlu periksa ulang dari setiap panasnya aksi mahasiswa. Siapa yang mendalangi dan menggerakkannya. Karena tak mungkin bila aksi sebesar itu bisa muncul dengan sendirinya. 

Kini akhirnya kita tahu.

Senin, 23 September 2019

Dialog untuk Persatuan, Penyelesaian Masalah Papua dengan Pendekatan Kemanusiaan




Solusi untuk permasalahan di Papua adalah dengan pendekatan berbentuk dialog. Hal ini sangat tepat karena mengedepankan kemanusiaan di atas keamanan. 

Hal ini pula yang diyakini oleh Politikus Budiman Sudjatmiko. Menurut dia, suku-suku di sana juga harus memiliki satu pandangan dalam menyelesaikan permasalahan internal Papua.
 
Solusi penyelesaian masalah di Papua dapat dilakukan dengan pendekatan berbentuk dialog/musyawarah bersama hingga level provinsi, serta melibatkan suku-suku di Papua untuk menyatukan pandangan terkait kondisi di Papua.

Dengan begitu, akan ada susunan pemerintahan di sana yang terdiri dari perwakilan suku-suku. Sehingga, setiap warga Papua akan merasa diwakili dalam pemerintahan tingkat provinsi.

Papua akan terbuka terhadap pihak ketiga dalam penyelesaian masalah ini. Namun pihak tersebut harus ikut memberikan solusi secara adil, bukan malah ikut menentukan nasib.

Meski demikian, hal ini harus terus dimusyawarahkan bersama hingga level provinsi, sehingga masalah Papua dapat terselesaikan secara adil dan bijaksana.

KIta sangat mendukung Papua diselesaikan dengan pendekatan dialog dan anti-kekerasan. Pembicaraan mengenai masalah di Papua memang harus dikomunikasikan antar suku.

Mari dukung penyelesaian masalah Papua dalam kerangka NKRI, tanpa kekerasan dan pendekatan keamanan. 

Kamu setuju?

Gerindra Mulai Gonjang-Ganjing, Antar Caleg Saling Sikut untuk Masuk Senayan



Partai Gerindra dikabarkan mulai bergejolak di internal karena tingkah beberapa Calegnya. Gejolak internal ini muncul karena saling gugat diantara para caleg agar lolos ke Senayan. 

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, beberapa Caleg menggugat Ketua Umum dan Dewan Pembina Gerindra untuk menetapkan mereka sebagai Caleg terpilih. Dan, PN Jakarta Selatan akhirnya mengabulkan gugatan tersebut. 

Keputusan ini berdampak buruk terhadap internal Partai Gerindra, sebab lolosnya Mulan Jameela menuju DPR RI merugikan Caleg Gerindra terpilih lainnya.

Karena tidak terima dirugikan, akhirnya Caleg yang sebelumnya terpilih, Sigit Ibnugroho Sarasprono, Yusid Toyib, Steven Abraham dan Ervin Luthfi akan melayangkan gugatan balik ke DPP Partai Gerindra dan PTUN. 

Kalau itu terjadi, maka ini namanya gugatan tiada akhir buat Gerindra. Gejolak internal pasti akan terjadi. 

Empat Caleg Gerindra terpilih yang terdampak gugatan Mulan Jameela dkk, menuntut keputusan KPU meloloskan Mulan Jameela dan tiga orang lainnya sebagai anggota DPR RI dibatalkan.

Serta, meminta pelantikan dikembalikan sesuai keputusan awal KPU yang memenangkan Sigit Ibnugroho Sarasprono, Yusid Toyib, Steven Abraham dan Ervin Luthfi berdasarkan perolehan jumlah suara dengan sistem pemilihan proporsional terbuka dan bukan atas keputusan partai. 

Ketika ditanya soal gugatan tersebut, pihak Gerindra menolak untuk menanggapi. Artinya, gugatan balik Caleg yang merasa dirugikan menjadi masalah besar yang belum ada solusinya di internal Gerindra. 

Kasihan ya, Gerindra bergolak gara-gara Mulan Jameela.

Salut, Tokoh Agama Berperan Cegah Kerusuhan di Papua




Peran tokoh agama sangat besar dalam membendung kerusuhan di Papua. Kehadiran mereka penting agar kerusuhan tidak melebar ke konflik agama di tanah Papua. 

Sebab, jika kerusuhan sudah memantik adanya konflik agama, maka akan sangat susah untuk diselesaikan lagi. 

Inilah poin yang diingatkan oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag, Nifasri.

Menurut Nifasri, bila tidak ada peran tokoh agama saat terjadi kerusuhan beberapa waktu lalu, bisa saja kerusuhan berujung pada konflik horizontal di Papua.

Hal itu adalah tugas tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat Papua. Karena masyarakat Papua sangat menghormati tokoh agama. 

Ini dapat dibuktikan dengan berhasilnya tokoh agama dalam menciptakan harmonisasi damai di Papua hingga kerusuhan tidak melebar ke konflik agama.

Karena itu, kita sangat mengapresiasi saran dan masukan para tokoh agama untuk tetap mempertahankan harmoni damai di tanah Papua dalam bingkai moderasi agama.

Terkait dengan itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Papua, Pdt. amsal Yowei, sangat berterimakasih kepada Menteri Agama dan seluruh jajarannya karena telah membina kerukunan agama di Indonesia.

Hal tersebut merupakan tanggung jawab yang luar biasa karena meskipun jauh di Papua, perhatian pemerintah tak pernah berkurang. 

Kita sangat mengapresiasi peran tokoh agama di Papua ini. Semoga mereka terus bisa menjadi juru damai untuk masyarakat Papua.

Bencana Bukan Bahan Candaan, Aksi Perempuan HTI Sungguh Memalukan



Baru-baru ini, foto yang menggambarkan sejumlah emak-emak bergaya di lokasi kebakaran hutan menggemparkan media sosial. 

Dalam unggahan itu, tampak 9 perempuan berjilbab yang berada di lokasi perkebunan yang masih diselimuti asap dan sedang dipadamkan oleh aparat.

Mereka kompak mengenakan pakaian bernuansa hitam putih. Di foto lain, mereka justru membentangkan bendera tauhid khas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Diduga kuat foto-foto itu ditujukan untuk menyindir Presiden Jokowi yang sebelumnya melakukan kunjungan kerja di lokasi Karhutla. 

Kelakuan para aktivis HTI itu sungguh kontras dengan kegiatan perempuan dari Detasemen Wanita Banser (Denwatser).

Pasalnya, saat mereka masih berdemo dan nyinyir di tengah kondisi kebakaran hutan yang parah seperti itu, perempuan dari Banser justru turut bekerja memadamkan api. 

Kelakuan aktivis perempuan HTI itu pada dasarnya sama dengan mempolitisasi bencana. 

Saat ini, harusnya bukan waktu dan saat yang tepat untuk melakukan candaan atau sindiran dalam kasus Karhutla.  

Yang perlu dilakukan masyarakat seharusnya adalah turut serta membantu pemerintah dalam upaya pemadaman Karhutla. 

Yang jelas, bencana bukanlah bahan candaan. Tapi para perempuan HTI itu sungguh tidak paham.

Tak Perlu Referendum, Papua Bagian Sah dari NKRI



Selain kelompok ekstremis pendukung kemerdekaan, ada beberapa pihak yang turut mendorong referendum Papua. Mereka itulah pengkhianat bangsa Indonesia.

Salah satu pihak yang kerap memprovokasi rakyat soal referendum Papua adalah aktivis SJW, Dandhy Dwi Laksono.

Baru-baru ini, dia menyebutkan bahwa referendum untuk masyarakat Papua adalah salah satu opsi yang tidak boleh ditiadakan. 

Pernyataan tersebut tentu saja sangat menyakitian bagi bangsa Indonesia. Sekaligus menunjukan rendahnya rasa nasionalisme Dandhy Laksono.

Entah motif pribadi apa yang dimiliki Dandhy sampai dia sangat getol untuk mendukung kemerdekaan Papua. Yang jelas, pernyataan tersebut menunjukan sisi kualitas intelektualnya yang tak bermutu.

Dalam sejarah bangsa, referendum dapat membuka potensi Papua lepas dan jika terjadi, maka NKRI bisa dikatakan sudah tidak ada lagi. 

Sebagai mantan jurnalis, Dandhy harusnya bisa berpikiran luas. Dan tidak menilai pemerintah Indonesia dari sisi jeleknya saja.

Sebab, sejauh ini pemerintahan Presiden Jokowi selalu memprioritaskan pembangunan di Papua. Buktinya, banyak pembangunan infrastruktur di Papua. 

Di sisi lain, Presiden Jokowi juga paling sering mengunjungi tanah Papua. Ini adalah wujud perhatian nyata dari Presiden. 

Kita tak ingin Papua lepas dari NKRI, karena bagaimanapun mereka adalah saudara sebangsa setanah air kita.

Rabu, 18 September 2019

Sering Bermanuver Politik, WP KPK Sudah Selayaknya Ditertibkan






Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) merupakan salah satu persoalan yang ada di dalam lembaga antirasuah tersebut. Karena selama ini, mereka seolah-olah menjadi juru bicara KPK.

Hal itu tidak sehat bagi KPK sendiri. Pegawai harusnya tidak berpolitik dan bermanuver terkait kasus yang sedang ditangani KPK itu sendiri.

Untuk itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata berencana menertibkan WP KPK di periode mendatang.

Rencananya akan ada upaya untuk menjembatani komunikasi antara pegawai dengan para pimpinan atau komisioner. Para komisioner KPK yang baru akan menempatkan WP pada posisi yang seharusnya.

Meski begitu, Alexander Marwata menjamin bahwa WP KPK tidak akan dibubarkan. Hal itu karena keberadaannya sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah. 

Kita sangat sepakat dengan langkah komisioner KPK tersebut. Bagaimanapun, WP KPK ini harus ditertibkan karena kerap off side dalam bermanuver politik. 

WP KPK sama dengan wadah politik yang kerap menekan pimpinan KPK. Ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya wadah pegawai tersebut. 

Mari tempatkan WP KPK pada posisinya yang benar. Juga mari jadikan KPK sebagai lembaga anti rasuah yang profesional. Inilah harapan publik itu.

Biang Kegaduhan, Wadah Pegawai KPK Harus Segera Dibereskan





Tuntutan pembubaran Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) semakin kuat di masyarakat. Pasalnya, WP KPK ini dianggap sebagai biang dari kegaduhan atas penolakan revisi UU KPK.

Suara seperti itu sebagaimana disampaikan oleh Komite Nasional Mahasiswa Selamatkan KPK atau Komnas KPK.

Baru-baru ini, kelompok masyarakat ini menggelar aksi damai di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam aksi tersebut, massa menyatakan beberapa sikap terkait isu Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pertama, mereka mendukung penuh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR untuk melanjutkan kembali agenda pembahasan Revisi UU KPK. 

Kedua, mereka juga meminta aparat keamanan agar menindak tegas kelompok yang menutup lambang KPK dengan kain hitam, serta meminta WP KPK dibubarkan sebab menjadi biang kegaduhan.

Komnas KPK meyakini bahwa lembaga anti rasuah itu ke depannya bisa bekerja lebih baik dan profesional serta mandiri dan tidak menjadi alat politik dalam menegakkan hukum.

Kita tentu saja sepakat dengan seruan Komnas KPK di atas. Karena WP KPK ini sudah bertindak semaunya dan merasa superior serta mengendalikan kinerja KPK. 

WP KPK ini salah satu masalah internal yang perlu segera dibenahi dan diawasi agar tidak berlaku seenaknya. Mereka tak boleh berlagak menjadi penguasa.

Ada kelompok Separatis KNPB di Balik Pemulangan Mahasiswa Papua



Komite Nasional Papua Barat (KNPB) disebut-sebut punya andil dalam pemulangan ribuan mahasiswa asal Papua dari Malang, Jawa Timur. Demikian diungkap Ketua Tim Asistensi Kapolri Irjen Paulus Waterpauw.

Dugaan itu terungkap dan diperkuat dari hasil kunjungannya ke Malang guna memantau aksi demo memperingati perjanjian New York tanggal 15 Agustus lalu yang tidak mendapat izin dari Kapolres Malang.

Salah satu alasannya, karena mereka tidak bisa memberitahukan siapa penanggung jawab aksi dan berapa nomor teleponnya. Walaupun tidak mendapat izin mereka tetap melakukan aksi dengan turun ke jalan sehingga sempat memacetkan arus lalu lintas.

Hal ini membuat warga Malang marah, hingga polisi harus membubarkan secara paksa. 

Keesokkan harinya, tanggal 16 Agustus terjadi aksi di asrama Kamasan Surabaya dimana bendera yang dipasang RW setempat dibuang hingga memunculkan reaksi yang dibalas dengan aksi demo di berbagai kota di Papua dan Papua Barat.

Anggota KNPB yang merupakan mahasiswa senior melakukan intimidasi, sehingga menyebabkan ribuan mahasiswa Papua pulang karena takut atas intimidasi tersebut.

Pada umumnya mahasiswa yang menjadi anggota KNPB itulah yang sering melakulan intimidasi, hingga membuat mahasiswa lain ketakutan. Mereka menggunakan seragam loreng-loreng dan berjaga di asrama mahasiswa Papua.

Ke depan, agar insiden pemulangan ribuan mahasiswa tidak terulang, harus dilakukan penertiban di asrama. Terutama bagi mereka yang menjadi mahasiswa abadi dan sering kali mengganggu atau mengancam mahasiswa baru. 

Sementara untuk membuat mahasiswa berbaur dengan masyarakat dan lingkungan sekitar, mahasiswa Papua seharusnya tidak lagi tinggal di asrama, melainkan di kost yang ada penanggung jawabnya terhadap mahasiswa.

Kesimpulannya, di balik aksi-aksi mahasiswa Papua itu memang ada kelompok separatis. Inilah yang harus diwaspadai bersama.

Jumat, 13 September 2019

Politis, KPK Serang Salah Seorang Capim di Menit-Menit Akhir




Aroma politis sangat kental seiring dengan adanya surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan Irjen Firli Bahuri, salah satu calon pimpinan lembaganya.

Padahal, proses seleksi Capim KPK sudah memasuki babak akhir. Bahkan tinggal menentukan siapa nama-nama yang terpilih di Komisi III DPR. 

Ini adalah hal aneh dan di luar batas kewajaran, seorang pimpinan KPK melakukan penyerangan di detik-detik terakhir untuk menjegal Capim KPK. 

Dengan begitu, lembaga anti rasuah itu sama saja sudah mengambil langkah politik yang tidak bermartabat dengan manuver seperti itu. 

Apalagi, pengumuman yang dilakukan lewat konferensi pers di KPK itu aneh karena sosok yang diumumkan bukan pejabat di KPK lagi saat ini. Politicking itu adalah bentuk politik yang tidak bermartabat. 

Kalau memang murni ingin mencari pimpinan yang bersih, seharusnya KPK sejak awal mengirimkan surat tersebut kepada Pansel sebelum tersaring hingga menjadi 10 Capim. Tetapi langkah itu tidak diambil, melainkan justru bermanuver di detik-detik terakhi. 

Hal ini mengindikasikan adanya penolakan dan ketakutan yang luar biasa terhadap Firli sebagai calon pimpinan KPK. 

Sebagai warga negara yang waras, kita bisa melihat aroma politis dalam surat KPK tersebut. Hal ini sudah bukan urusan mencari pimpinan terbaik, melainkan soal politik di balik tembok KPK. 

Mari kita bongkar intrik-intrik diantara pimpinan dan pegawai KPK ini. Jangan sampai lembaga anti rasuah tersebut dirongrong dari internal lembaga itu sendiri.

Kirimkan Surpres, Presiden Jokowi Setuju dengan Revisi UU KPK



Presiden Joko Widodo telah menandatangani dan mengirimkan surat presiden (surpres) terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 

Dengan terbitnya surpres ini, artinya pemerintah setuju untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR.

Dalam surat tersebut, Presiden menugaskan Menteri Hukum dan HAM, serta Menpan RB untuk duduk dalam pembahasan UU KPK bersama DPR RI.

Bersamaan dengan surpres itu juga, Jokowi menyerahkan draf atau Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait hal-hal yang perlu direvisi dalam UU KPK oleh DPR. 

DIM ini merupakan tanggapan pemerintah atas RUU yang disampaikan oleh DPR. Tak semua usulan DPR RI disetujui oleh pemerintah. 

Dengan adanya surpres tersebut, teka-teki jawaban pemerintah terkait revisi UU KPK sudah jelas. Pada dasarnya, pemerintah ingin merevisi beleid tersebut memperkuat kelembagaan KPK. 

Presiden juga menegaskan tak mau revisi justru memberikan pembatasan-pembatasan yang mengancam independensi dan kerja profesional KPK. 

Intinya, revisi UU KPK ini bukan untuk membunuh lembaga tersebut, tetapi justru memperkuat peran dan kinerjanya. 

Kita perlu mendukung dan mengawasi revisi UU KPK ini agar kerja lembaga anti rasuah itu bisa lebih baik lagi.

Terus Berdatangan, Inilah Dukungan Masyarakat terhadap Revisi UU KPK



Sejumlah kelompok massa dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi turun ke jalan memberikan dukungan terhadap revisi UU KPK. Aksi-aksi itu digelar di kota utama, seperti Jakarta dan Jogja.

Aliansi Masyarakat Cinta KPK, adalah salah satunya. Mereka mendukung penuh komisi III DPR agar tidak terhasut pihak-pihak yang kepentingan yang berusaha melakukan politisasi.

Selain itu, Front Pemuda Anti Korupsi juga memiliki pandangan yang sama. Mereka mendukung revisi UU KPK untuk memperbaiki sistem peradilan pidana. Hal ini untuk mewujudkan KPK yang handal dan transparan. 

Senada dengan itu, Elemen Masyarakat Peduli Revisi UU KPK (MPR KPK) turut mendukung aga revisi UU No. 30 Tahun 2002 itu segera dibahas oleh DPR RI. 

Mereka berharap agar seluruh elemen masyarakat Indonesia dapat saling bekerjasama untuk menyukseskan kepentingan penguatan lembaga anti rasuah ini.

Sejumlah kalangan akademisi juga turut menyuarakan dukungannya terhadap revisi UU KPK di antaranya guru besar hukum pidana Romli Atmasasmita, Indriyanto Seno Adji, dan Fauzan, serta Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sultan Mahmud Yus, dan Waisman Djojonegoro.

Koordinator Umum Masyarakat Kopi (Masko) Mulyadi juga turut mendukung penuh pengesahan RUU KPK. Revisi produk hukum ini penting untuk mewujudkan lembaga anti korupsi yang independen, profesional dan transparan. 

Elemen masyarakat lainnya, yang menamakan dirinya Mahasiswa Masyarakat Jogja Dukung Lembaga dan Revisi UU KPK (MAMA JADUL KPK) lebih mendorong agar DPR RI segera mengesahkan revisi UU komisi antirasuah tersebut.

Langkah DPR yang telah menginisiasi revisi UU KPK merupakan bentuk evaluasi penyempurnaan fungsi dan kelembagaan KPK.

Dukungan berbagai pihak tersebut menunjukan bahwa Revisi UU KPK memang sesuai dengan aspirasi warga. Masyarakat umumnya ingin kinerja KPK bisa lebih baik ke depan. 

Untuk itu, kita baiknya juga turut mendukung revisi beleid yang mengatur KPK ini. Semua demi kebaikan anak cucu kita nanti.

Tak Ikuti Aspirasi Pendemo, Pemerintah Papua Nugini Tetap Dukung Papua Bagian dari NKRI




Tuntutan referendum yang digalang sejumlah pihak di Papua Nugini ternyata tak berpengaruh dengan kebijakan pemerintah negara tersebut. 

Pemerintah Papua Nugini dipastikan tetap mendukung kedaulatan NKRI.

Hal ini seperti ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi. Ia mengaku telah menjalin komunikasi dengan pemerintah Papua Nugini terkait adanya dukungan referendum terhadap Papua Barat.

Retno memastikan, pemerintah Papua Nugini mendukung Papua Barat berada di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pernyataan dukungan itu disampaikan secara langsung oleh Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Papua Nugini. 

Sedangkan, demonstrasi warga yang digelar di Ibukota Port Moresby yang mendukung referendum Papua itu hanyalah ekspresi dari segelintir orang saja. Bukan sikap dari masyarakat Papua Nugini keseluruhan.

Kemudian, terkait dengan kondisi Papua saat ini, wilayah tersebut memang patut dibenahi secara serius. Mulai dari infrastruktur hingga Sumber Daya Manusia (SDM). 

Papua tak boleh didiskriminasi dan ditinggalkan lagi. Pembangunan terus dilakukan, sembari memperkuat diplomasi. 

Dengan pendekatan dialog dan kesejahteraan ini, Papua akan tetap menjadi bagian dari NKRI.

Provokasi Rakyat, Pimpinan KPK Tuduh Pemerintah dan DPR Berkonspirasi




Ucapan provokatif terus disampaikan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan revisi UU KPK yang sedang bergulir di DPR RI.

Baru-baru ini, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, revisi UU KPK merupakan preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia. 

Menurut Laode, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berkonspirasi untuk melucuti kewenangan KPK.

Tuduhan itu sangat berbahaya dilontarkan oleh seorang pimpinan KPK, terlebih tanpa diikuti dengan bukti-bukti yang kuat. Ucapannya itu merupakan penyerangan terhadap kehormatan serta kredibilitas Pemerintah. 

Tidak sepantasnya sebagai pimpinan KPK menyerang nama baik Pemerintah tanpa bukti yang jelas, seolah-olah KPK adalah lembaga paling bersih dan paling independen. 

Padahal, KPK selalu berpihak kepada kepentingan kelompoknya dalam mengusut kasus. Tebang pilih kasus merupakan rahasia umum yang bisa didapati dari KPK.

Kita tahu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif ini sebenarnya sakit hati karena tidak lolos seleksi Capim KPK. Sehingga dia mengeluarkan pernyataan provokatif dan tidak berdasar. 

KPK ini dibiayai oleh negara, namun dengan enteng pimpinan KPK menuduh Pemerintah berkonspirasi dengan DPR. Jelas tuduhan yang tak masuk akal. 

Kalau kita periksa seksama, pimpinan dan pegawai KPK itulah yang sebenarnya berkonspirasi dan bersandiwara untuk memecah belah rakyat. Mereka menggiring opini rakyat agar membela mati-matian KPK dan membangun persepsi seolah pemerintah dan DPR sedang melemahkan lembaga anti rasuah itu. 

Itu adalah "playing victim" yang membuat rakyat dipermainkan oleh KPK. Paham?

Minggu, 08 September 2019

Tegas Babat Paham Radikal, Rektor IAIN Pecat Aktivis Mahasiswa HTI




Ketegasan berhasil ditunjukan oleh Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari karena berani memecat seorang aktivis mahasiswa yang terdoktrin ajaran sesat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Adalah, Hikma Sagala, seorang aktivis mahasiswa tersebut. Namanya sempat ramai dibicarakan oleh warganet beberapa hari lalu.

HS dalah mahasiswa IAIN Kendari yang menjabat sebagai Ketua Gema Pembebasan Komisariat IAIN. Gema Pembebasan adalah organisasi underbow HTI di kampus.

Peran HS selama ini adalah operator lapangan HTI bertugas untuk merekrut kader/mahasiswa baru.

Dengan posisi seperti itu, maka keputusan Rektor IAIN Kendari tersebut sudah tepat. Mahasiswa seperti HS ini layak dipecat karena membahayakan, karena bisa meracuni mahasiswa lainnya. 

Kita patut mengapresiasi keberanian Prof. DR. Faizah Binti Awad. Sikap tegas seperti memang diperlukan untuk membabat habis paham radikal dan khilafah di kampus. 

Seharusnya sikap tegas seperti itu dijadikan contoh oleh para Rektor di seluruh Universitas se-Indonesia.

Kita butuh banyak tokoh yang memiliki keberanian seperti Rektor IAIN Kendari, Prof. DR. Faizah Binti Awad, M.Pd. tersebut. Semua ini demi keselamatan bangsa dan NKRI dari ancaman paham radikal seperti HTI.

Salut, IAIN Kendari!

Revisi UU KPK, Bukan Barang Baru dan Diusulkan Pimpinan KPK pada Tahun 2015




Usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata bukan barang baru. Rencana revisi produk hukum itu sudah digulirkan oleh berbagai pihak sejak beberapa tahun lalu.

Bahkan, revisi UU KPK itu justru usulan dari pimpinan lembaga anti rasuah tersebut pada medio 2015 lalu. Hal ini seperti diterangkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan.

Arteria menuturkan, mitra kerja Komisi III DPR pernah berkirim surat kepada KPK mengenai apa yang dibutuhkan untuk menguatkan lembaga ini dari sisi legislasi. Dari situ pimpinan KPK menjawab agar dilakukan revisi UU KPK. 

Jawaban itu disampaikan pada 19 November 2015 dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR.

Dengan begitu, revisi UU KPK bukan operasi senyap dan datangnya tiba-tiba. Tetapi sudah diusulkan sejak beberapa tahun lalu, namun baru disetujui bulat oleh anggota DPR pada tahun ini.

Hal ini perlu diketahui publik agar tidak salah paham, seolah DPR adalah pihak yang mencari-cari alasan untuk merevisi UU KPK. Kenyataannya, lembaga legislatif ini hanya meneruskan usulan dari pimpinan KPK itu sendiri.

Yang pasti, revisi UU dilakukan untuk memperkuat KPK, bukan untuk melemahkan institusi tersebut. Termasuk pembentukan Dewan Pengawas juga pertama kali diinisiasi oleh KPK.

Perkara ini perlu diluruskan agar kita tak sesat dalam memahami dinamika politik hari ini. Masyarakat pada dasarnya sangat mendukung jika UU KPK ini diperbaiki selaras dengan semangat pemberantasan korupsi.

Revisi UU KPK, Bukan Barang Baru dan Diusulkan Pimpinan KPK pada Tahun 2015




Usulan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata bukan barang baru. Rencana revisi produk hukum itu sudah digulirkan oleh berbagai pihak sejak beberapa tahun lalu.

Bahkan, revisi UU KPK itu justru usulan dari pimpinan lembaga anti rasuah tersebut pada medio 2015 lalu. Hal ini seperti diterangkan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan.

Arteria menuturkan, mitra kerja Komisi III DPR pernah berkirim surat kepada KPK mengenai apa yang dibutuhkan untuk menguatkan lembaga ini dari sisi legislasi. Dari situ pimpinan KPK menjawab agar dilakukan revisi UU KPK. 

Jawaban itu disampaikan pada 19 November 2015 dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR.

Dengan begitu, revisi UU KPK bukan operasi senyap dan datangnya tiba-tiba. Tetapi sudah diusulkan sejak beberapa tahun lalu, namun baru disetujui bulat oleh anggota DPR pada tahun ini.

Hal ini perlu diketahui publik agar tidak salah paham, seolah DPR adalah pihak yang mencari-cari alasan untuk merevisi UU KPK. Kenyataannya, lembaga legislatif ini hanya meneruskan usulan dari pimpinan KPK itu sendiri.

Yang pasti, revisi UU dilakukan untuk memperkuat KPK, bukan untuk melemahkan institusi tersebut. Termasuk pembentukan Dewan Pengawas juga pertama kali diinisiasi oleh KPK.

Perkara ini perlu diluruskan agar kita tak sesat dalam memahami dinamika politik hari ini. Masyarakat pada dasarnya sangat mendukung jika UU KPK ini diperbaiki selaras dengan semangat pemberantasan korupsi.

Harus Lebih Baik, Sudah Waktunya KPK Berubah




Salah satu alasan mengapa revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong oleh berbagai pihak adalah soal kewenangannya yang terlalu besar. Sebagai lembaga negara, KPK seperti tak ada yang mengawasi.

Kondisi "overpower" ini sungguh berbahaya. Karena jika ada lembaga yang super body tanpa pengawasan, maka bisa jatuh pada kesewenang-wenangan kekuasaan (abuse of power).

Selama ini, KPK cenderung melakukan aksi tumpang tindih tugas pokok dan fungsi dengan beberapa bagian lain. Tindakan KPK selama ini juga sudah mulai menunjukkan bahwa mereka seolah bisa menguasai Indonesia.

Besarnya kekuasaan itu membuat semangat anti korupsi yang dimiliki KPK bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang ada di dalamnya. Pertarungan kuasa pun tak terhindarkan.

Politik dalam KPK itu sudah mulai tercium dari luar. Ada kelompok tertentu yang menguasai lembaga ini, sehingga penanganan kasus korupsi terlihat tebang pilih. 

Sudah saatnya, Pansus Anti Korupsi dibentuk sebagai bagian dari perkuatan badan anti rasuah tersebut.

Kita sangat ingin KPK ini bisa bekerja dengan optimal tanpa ada potensi abuse of power. Oleh karena itu, revisi UU KPK ini sangat diperlukan. 

Revisi UU KPK bukan dimaksudkan untuk melemahkan kekuatan lembaga anti korupsi ini. Sebaliknya, justru untuk menambal yang kurang dan untuk memperbaiki kinerjanya. 

Kita harus kawal revisi UU KPK ini secara bersama-sama agar sesuai dengan tujuan tersebut. Setuju?

Selasa, 03 September 2019

Jamin Keamanan untuk Warga Papua, Inilah Pesan Damai dari Makassar untuk Papua




Dukungan untuk Papua agar damai di bawah payung NKRI datang dari berbagai pihak. Mereka umumnya menolak upaya adu domba di tanah Papua.

Dukungan itu salah satunya diberikan Pemerintah Kota Makasar dan masyarakat di sana. Pemerintah Kota Makassar menggelar panggung hiburan pesan-pesan perdamaian dan tetap menjaga NKRI dalam Car Free Day pada Minggu (1/9). 

Dalam sambutannya, Walikota Makassar Iqbal Samad Suhaeb menegaskan bahwa Pemkot Makassar siap memberikan jaminan dan perlindungan keamanan bagi siapapun, termasuk warga Papua. 

Ia juga mengundang kepada warga Papua untuk datang dan bersekolah di Makassar. Di kota itu, semua warga akan dilindungi dan aman untuk siapa pun.

Melalui acara tersebut, Pemerintah Kota Makassar turut aktif menjaga Indonesia dan menebarkan perdamaian bagi sesama anak bangsa dari segala potensi ancaman keutuhan dan persatuan bangsa.

Kita mendukung apa yang dilakukan oleh Walikota Makassar tersebut. Seperti itulah seharusnya pemimpin di Indonesia. 

Penegasan dan jaminan keamanan untuk seluruh warga Papua adalah amanat dari konstitusi UUD 1945 kepada pemerintah untuk melindungi segenap tumpah darahnya. 

Papua akan damai, Indonesia akan Maju. Mari kita wujudkan bersama.

Menyesal, Warga Papua Merasa Ditipu atas Kerusuhan di Jayapura



Tak dinyana, kerusuhan yang terjadi di beberapa kota di Papua dan Papua Barat lalu, merupakan hasil provokasi dan hasutan dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. 

Alhasil, masyarakat menjadi korban utamanya. Mereka merasa ditipu atas demonstrasi yang berujung pada aksi anarkis tersebut.

Sekitar 300 pelaku aksi demo pada Kamis (29/8/2019) yang berasal dari masyarakat pegunungan di Papua merasa ditipu oleh koordinator aksi massa yang berakhir ricuh dan anarkistis. 

Mereka menyesal dan secara sadar berkomitmen untuk tidak akan lagi ikut dalam aksi demo dalam bentuk apa pun. Hal ini seperti disampaikan oleh Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Lektol Cpl Eko Daryanto. 

Menurutnya, massa aksi demo di Jayapura mengaku menyesal dan tidak berani kembali ke tempat tinggal mereka di wilayah Abepura dan Waena karena takut mendapat aksi balasan dari masyarakat yang telah menjadi korban aksi penjarahan, pembakaran, pelemparan maupun pengrusakan oleh mereka sendiri.

Kenyataan di atas menunjukan bahwa massa aksi demo di Papua merasa ditipu oleh oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan isu rasisme di Papua. 

Kesadaran massa aksi demo telah ditipu oleh oknum tidak bertanggung jawab menguatkan indikasi bahwa pihak-pihak berkepentingan terus berupaya memprovokasi massa dan sengaja manfaatkan situasi sebagai momentum untuk memperkeruh suasana di Papua.

Stop! Jangan mau diadu domba saudaraku. Provokasi dan hasutan dari mereka itu hanya meinginkan bangsa Indonesia hancur. 

Kita harus sadar dan menentang setiap upaya pecah belah ini.

Benny Wenda, Inilah Dalang di Balik Kerusuhan Papua



Kerusuhan yang menjalar di beberapa kota di Papua dan Papua Barat dalam beberapa pekan ini ternyata memiliki aktor intelektual. Dalang di balik kerusuhan ini menginginkan Papua pisah dengan NKRI. 

Menariknya, dalang kerusuhan itu diduga kuat tidak tinggal di Indonesia, melainkan ada di luar negeri.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian membenarkan ada keterlibatan pihak asing yang dalam serangkaian kerusuhan di Papua. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, membenarkan hal itu dan menyebut tokoh Papua, Benny Wenda.

Menurutnya, Benny Wenda ini yang melakukan mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang tidak benar dari Australia dan Inggris.

Peristiwa ricuh di Papua merupakan persoalan politik dan tak bisa diselesaikan dengan pendekatan militer. Pemerintah dalam waktu dekat akan berkoordinasi dengan otoritas Inggris terkait keterlibatan Benny Wenda yang telah melakukan pergerakan politik di luar dan dalam negeri.

Senada dengan Moeldoko, Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, juga menyebutkan nama Benny Wenda sebagai tokoh di balik kerusuhan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini.

Kader PDI-P itu beranggapan, kerusuhan di Papua berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok Pembebasan Papua Barat (ULMWP) yang dipimpin Benny Wenda.

Yang pasti, rangkaian insiden rusuh yang bermula dari tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, telah didesain untuk menciptakan kerusuhan. 

Isu Papua Barat merdeka ini akan terus digelorakan, bahkan hingga dunia internasional, melalui argumen pemerintah melakukan tindakan represif dan rasisme terhadap warga Papua.

Inilah yang harus diwaspadai bersama. Jangan sampai kita dipecahbelah oleh adu domba kelompok yang menginginkan Papua berpisah dari NKRI.

Kerusuhan dan Peran Asing di Papua




Kerusuhan yang terjadi di Papua melibatkan pihak asing di dalamnya. Hal ini bukan cuma isapan jempol belaka, tetapi merupakan hasil penyelidikan Polisi. 

Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan pihaknya telah melakukan identifikasi terhadap jaringan asing yang diduga terlibat dalam berbagai kerusuhan di Papua.

Saat ini, Polri masih melakukan indetifikasi hingga pemetaan terkait dugaan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan pihak asing dalam kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Bukti nyata dari keterlibatan asing itu bisa dilihat dari adanya 'orang-orang Bule' yang turut serta dalam demonstrasi di Papua. Tak hanya berdemo, mereka juga turut memprovokasi agar ada referendum di Papua. 

Baru-baru ini, Kantor Imigrasi Sorong telah mendeportasi 4 WN Australia yang diduga ikut dalam aksi Papua Merdeka di Sorong. Empat WN Australia itu terdiri atas 1 pria dan 3 wanita. 

Sang pria bernama Baxter Tom (37), sedangkan 3 wanita bernama Davidson Cheryl Melinda (36), Hellyer Danielle Joy (31), dan Cobbold Ruth Irene (25).

Pemerhati Kemanusiaan Papua Yohanes menyatakan bahwa warga asing yang mengaku sedang berwisata tersebut telah ditipu oleh masyarakat yang memberikan informasi bahwa aksi demo yang berujung ricuh tersebut adalah festival budaya Papua. 

Untuk itu, masyarakat Papua sebaiknya berhati-hati dan waspada terhadap provokasi dan hasutan yang berujung dari pihak-pihak yang tak bertanggungajawab. 

Hingga saat ini, pihak kepolisian masih terus melakukan penyelidikan terkait keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam kerusuhan di Papua. Semoga segera terkuak siapa yang menjadi dalang di balik ini semua.

Ada Pihak Asing di Balik Kerusuhan di Papua



Kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat akhir-akhir ini, diduga kuat melibatkan jaringan internasional. Pihak asing ini turut menggalang kerusuhan demi mendorong agenda referendum.

Polri sudah melakukan profiling atau identifikasi kelompok jaringan internasional yang diduga terlibat dalam serangkaian peristiwa kerusuhan di Papua itu. Sedangkan yang terlibat langsung sudah ditangkap oleh polisi.

Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (2/9/2019).

Ia mengatakan Polri juga sudah melakukan komunikasi dengan BIN hingga Kementerian Luar Negeri (Kemlu) terkait adanya dugaan keterlibatan pihak asing dalam serangkaian peristiwa kerusuhan di Papua.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku hasil intelijen menunjukkan ada keterlibatan pihak asing dalam serangkaian peristiwa kerusuhan di Papua. 

Saat ini, Polri berkoordinasi dengan para stakeholder, khususnya Kementerian Luar Negeri (Kemlu), BAIS dan kementerian terkait, untuk menyikapi keterlibatan pihak asing tersebut.

Jadi, kerusuhan dan anrakisme di Papua akibat adanya peran asing di dalamnya. Rakyat Papua ditunggangi oleh pihak asing dan kelompok separatis yang terkoneksi dengan asing. 

Dengan demikian sama sajaa masyarakat Papua telah dipermainkan oleh asing dan kelompok separatisme. Mereka ditunggangi oleh kekuatan asing yang ingin memecah belah rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, semua pihak harus mendukung langkah Pemerintah mengusut, menindak dan menghukum semua oknum yang terlibat. 

Serta, masyarakat Indonesia harus kembali bersatu dalam bingkai NKRI. Jangan mau diadu domba.