Baru-baru ini, foto yang menggambarkan sejumlah emak-emak bergaya di lokasi kebakaran hutan menggemparkan media sosial.
Dalam unggahan itu, tampak 9 perempuan berjilbab yang berada di lokasi perkebunan yang masih diselimuti asap dan sedang dipadamkan oleh aparat.
Mereka kompak mengenakan pakaian bernuansa hitam putih. Di foto lain, mereka justru membentangkan bendera tauhid khas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Diduga kuat foto-foto itu ditujukan untuk menyindir Presiden Jokowi yang sebelumnya melakukan kunjungan kerja di lokasi Karhutla.
Kelakuan para aktivis HTI itu sungguh kontras dengan kegiatan perempuan dari Detasemen Wanita Banser (Denwatser).
Pasalnya, saat mereka masih berdemo dan nyinyir di tengah kondisi kebakaran hutan yang parah seperti itu, perempuan dari Banser justru turut bekerja memadamkan api.
Kelakuan aktivis perempuan HTI itu pada dasarnya sama dengan mempolitisasi bencana.
Saat ini, harusnya bukan waktu dan saat yang tepat untuk melakukan candaan atau sindiran dalam kasus Karhutla.
Yang perlu dilakukan masyarakat seharusnya adalah turut serta membantu pemerintah dalam upaya pemadaman Karhutla.
Yang jelas, bencana bukanlah bahan candaan. Tapi para perempuan HTI itu sungguh tidak paham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar