Aroma politis sangat kental seiring dengan adanya surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai pelanggaran kode etik yang dilakukan Irjen Firli Bahuri, salah satu calon pimpinan lembaganya.
Padahal, proses seleksi Capim KPK sudah memasuki babak akhir. Bahkan tinggal menentukan siapa nama-nama yang terpilih di Komisi III DPR.
Ini adalah hal aneh dan di luar batas kewajaran, seorang pimpinan KPK melakukan penyerangan di detik-detik terakhir untuk menjegal Capim KPK.
Dengan begitu, lembaga anti rasuah itu sama saja sudah mengambil langkah politik yang tidak bermartabat dengan manuver seperti itu.
Apalagi, pengumuman yang dilakukan lewat konferensi pers di KPK itu aneh karena sosok yang diumumkan bukan pejabat di KPK lagi saat ini. Politicking itu adalah bentuk politik yang tidak bermartabat.
Kalau memang murni ingin mencari pimpinan yang bersih, seharusnya KPK sejak awal mengirimkan surat tersebut kepada Pansel sebelum tersaring hingga menjadi 10 Capim. Tetapi langkah itu tidak diambil, melainkan justru bermanuver di detik-detik terakhi.
Hal ini mengindikasikan adanya penolakan dan ketakutan yang luar biasa terhadap Firli sebagai calon pimpinan KPK.
Sebagai warga negara yang waras, kita bisa melihat aroma politis dalam surat KPK tersebut. Hal ini sudah bukan urusan mencari pimpinan terbaik, melainkan soal politik di balik tembok KPK.
Mari kita bongkar intrik-intrik diantara pimpinan dan pegawai KPK ini. Jangan sampai lembaga anti rasuah tersebut dirongrong dari internal lembaga itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar