Ada kisah lucu mengenai tokoh oposisi yang kerap menyudutkan pemerintahan Presiden Joko Widodo ini. Namanya Said Didu, mantan sekretaris Kementerian BUMN.
Alkisah, pembela Partai Gerindra itu dalam tweet pribadinya merasa bangga sudah pernah membakar sekolahnya saat kelas II SMP. Ia berlagak sok-sokan dan ingin terlihat keren.
Padahal, tindakannya itu jelas tidak patut sama sekali. Apalagi untuk dibanggakan.
Said Didu sepertinya tidak pernah berpikir bahwa pernyataannya itu sangat berbahaya dan berpotensi merusak akhlak generasi muda. Sebab bisa memberikan teladan yang buruk serta menggambarkan citra bahwa membakar sekolah adalah tindakan wajar dan heroik.
Pernyataan Said Didu di atas bukanlah tanpa konteks. Ia mengeluarkan cerita lama itu untuk membela kader Gerindra yang terbukti memerintahkan pembakaran tujuh sekolah di Kalimantan Tengah.
Perbuatan bakar sekolah sekali lagi adalah perbuatan kriminal dan laknat, yang tak bisa serta merta dimaafkan begitu saja.
Sudah bukan rahasia lagi bahwasanya kelompok oposisi itu seperti terdiri dari barisan psikopat yang alam bawah sadarnya telah terkontaminasi racun kekerasan, kebencian dan tentu saja ngawur.
Sekadar diketahui, Said Didu pernah dilaporkan korupsi saat menjabat sebagai Sekretaris Meneg BUMN. Itulah bukti dari mental maling yang bisa merugikan negara.
Jadi, kalau seorang kriminal membenarkan kasus pembakaran sekolah hari ini dengan kisah lamanya, bukankah itu tindakan keji? Dan itu yang dilakukan Said Didu demi melindungi tuan-tuannya di Gerindra.
Maklumi saja, mungkin saja dia sedang cari makan. Siapa tahu dia berbuat begitu karena keluarganya sedang lapar di rumah. Hingga berani menjilat-jilat seperti itu demi hidup.