Sabtu, 24 Agustus 2019

Inilah Alasan Gerindra Serang Balik Rencana Pemindahan Ibukota Negara



Sikap inkonsisten atau mencla-mencle ditunjukan oleh Partai Gerindra terkait dengan isu pemindahan Ibukota. Awalnya, mereka setuju dan mendukung rencana tersebut, tetapi di lain hari mereka 'menyerang' rencana pemindahan Ibukota.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto awalnya terlihat setuju dengan adanya rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta. Sebab, kata dia, pemindahan Ibu Kita adalah perjuangan Gerindra sejak lama.

Bahkan, katanya, Gerindra sudah memperjuangkan itu sejak tahun 2014. 

Namun, beberapa hari kemudian, Bambang Haryo, kader Partai Gerindra yang duduk di kursi DPR RI, tiba-tiba menyebut pemindahan Ibukota itu melanggar hukum. 

Tak hanya itu, dia bahkan mengancam akan menggunakan hak interpelasi atas kebijakan tersebut. 

Melihat dua kondisi yang bertolak belakang tersebut, kita tak habis pikir. Kenapa mereka tiba-tiba berubah sikap?

Dugaan terkuat mengapa Gerindra berbalik menyerang Jokowi terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kaltim itu dikarenakan banyak kepentingan Prabowo di Kaltim. 

Seperti diketahui, Prabowo memiliki tanah yang sangat luas di Kaltim, hingga 220.000 ha atau lebih dari luas DKI Jakarta. Alhasil, jika ibu kota dipindahkan ke Kaltim, tanah Prabowo akan terancam penguasaannya.

Ancaman terhadap kepemilikan tanah Prabowo di Kaltim tersebut menimbulkan keinginan Gerindra untuk menggulingkan Presiden Jokowi. 

Sikap Gerindra ini berbanding terbalik, padahal awalnya telah terjalin hubungan baik antara Prabowo dan Jokowi pasca Pilpres. 

Namun pasca pengumuman pemindahan Ibukota, Gerindra malah berbalik memusuhi Pemerintah dan menilai pemindahan Ibukota itu hanya sebuah bentuk pemborosan. 

Terang saja, pemahaman Gerindra tersebut terlihat dipaksanakan. Karena pembiayaan pemindahan Ibukota sudah jelas skemanya.

Itulah cara berpolitik Gerindra yang bisa berbolak-balik demi kepentingan Tuannya. Kalau kepentingan bisnis dan politik bos-nya itu diganggu, mereka akan berubah sikap. 

Begitukah politik yang santun dan penuh etika itu? Tentu saja tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar