Jumat, 26 April 2019

Dari Bohong ke Bohong, Kubu Prabowo Terus Jerumuskan Diri dalam Jurang Kebohongan demi Ambisi Kekuasaan

 

Kebohongan sekecil apapu pasti akan menjadi besar dan berlipat ganda. Karena untuk menutupi suatu kebohongan, seorang pendusta pasti membutuhkan kebohongan baru lainnya. 


Mungkin seperti itulah yang terjadi pada kubu Prabowo-Sandi saat ini. Mereka terus menciptakan kebohongan demi menutupi kebohongan sebelumnya. 


Betapa tidak, banyak peristiwa yang sepertinya saling terkait, tetapi memiliki fakta yang berbeda, alias mencla-mencle dari pernyataan para pendukung Prabowo.


Pertama terkait deklarasi. Awalnya Prabowo mengklaim menang 55 persen berdasarkan exil poll dan 52 persen menurut quick count. Tetapi tak lama kemudin, data itu berubah. 


Pada deklarasi kedua, Prabowo mengaku menang 62 persen berdasarkan real count internal mereka. Perlu diketahui, deklarasi kemenangan itu sendiri dgelar hingga 5 kali. 


Anehnya, ketika ditantang untuk membuka datanya, mereka selalu berkilah. Hingga saat ini kubu Prabowo-Sandi tidak mau membuka datanya karena alasan keamanan. 


Padahal klaim kemenangan 62 persen tersebut cukup jauh terpaut dengan data quick count lembaga survei, serta real count KPU hingga saat ini. 


Lebih lucu lagi, kebohongan itu sedikit demi sedikit mulai terbongkar. Sebelumnya, Andre Rosiade mengaku bahwa real count internal 02 itu dilakukan di DPP Gerindra dengan mengumpulkan C1 dari saksi-saksi di TPS seluruh Indonesia.


Namun ketika dicek media ternyata tidak ada aktivitas rekapitulasi suara berdasarkan C1. Kemudian setelah dikejar terus, Fadli Zon mengaku bahwa perhitungan suara dilakukan secara berpindah-pindah dengan alasan keamanan. 


Di sinilah letak kebohongannya. Mereka tidak tahu persis di mana penghitungan "real count" itu dilakukan. Jawabannya tentu saja antara mereka memang tidak mau kasih tahu, atau mungkin juga real count itu tidak ada. Tapi sepertinya opsi kedua lebih logis. 


Karena bila perhitungan itu memang benar adanya, mengapa harus ditutup-tutupi? 


Terkait kebohongan itu, dalam hal data, metodologi, dan tempat, sepertinya yang bohong adalah BPN dan tim pemungutan suara internalnya. 


Sementara soal hasil, Prabowo dan publiklah yang dibohongi timnya sendiri. Prabowo sendiri membiarkan kebohongan itu disebarkan ke publik dan menolak percaya kepada situng KPU sendiri.


Karena Prabowo telah menutup mata terhadap kenyataan, maka terjadilah ‘kegilaan’, yaitu deklarasi berkali-kali dan sujud syukur berdasarkan hasil yang tidak jelas.


Inilah ironinya dari kubu Prabowo. Mereka akan terus mereproduksi kebohongan baru demi menutupi kebohongan sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar