Kamis, 11 April 2019

Survei Abal-Abal, INES dan Jaringan Orang Gerindra


Survei abal-abal menjadi senjata Partai Gerindra untuk mengerek suara. Melalui Indonesia Network Election Survey (INES) mereka merilis hasil survei yang memenangkan Prabowo sebagai kandidat terkuat Presiden. 


Tahun lalu, lembaga survei ini merilis jika pilres dilaksanakan hari ini, Prabowo akan mengungguli capres pertahana Joko Widodo. Presentasenya, Prabowo meraih 50,20 persen, Jokowi 27,70 persen, Gatot Nurmantyo 7,40 persen, dan tokoh lainnya 14,70 persen.


Bukan hanya Prabowo yang hasilnya moncer di survei. Partai Gerindra yang didirikan mantan Danjen Kopassus tersebut juga meroket. Partai berlambang kepala garuda tersebut memuncaki hasil survei dengan angka 26,2 persen disusul PDI Perjuangan (14,3 persen), dan Golkar (8,2 persen).


Hasil survei tersebut berbeda dengan hasil survei lembaga-lembaga lain dan tendensius kepada kubu Prabowo. Inilah yang anomali. 


Teryata, INES bukanlah lembaga yang netral dan independen. Lembaga survei ini dimiliki oleh Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Gerindra. 


Pendanaan riset-riset mereka juga berasal dari kas Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, yang diketuai oleh Arief. Selain itu, INES juga mendapatkan kucuran dana dari Amerika Serikat. Maka tak aneh bila lembaga survei ini terkesan partisan. 


Ketidaknetralan INES ini juga diakui sendiri oleh mantan Direktur Eksekutif-nya, Irwan Suhanto. Ia mengakui bahwa INES merupakan lembaga survei alat propaganda Partai Gerindra dan Capresnya Prabowo Subianto. 


Ia bahkan mendapat sejumlah tekanan saat memilih mundur mundur dari INES karena tidak mau mengambil risiko atas rencana lembaga itu menjadi alat propaganda Prabowo dalam Pilpres.


Selama ini oposisi selalu menuduh Jokowi antek asing, padahal dengan adanya keterlibatan AS dalam pendanaan INES menjadi bukti bahwa Prabowo-lah yang menjadi antek asing. 


Masih percaya dengan survei abal-abal seperti itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar