Lagi-lagi, sikap tak konsisten atas klaim kemenangan kembali dilakukan oleh kubu Prabowo-Sandi. Angka kemenangan yang terus berubah menunjukan bahwa mereka tidak memiliki data yang valid.
Perubahan angka kemenangan tersebut terjadi lagi saat sidang sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6).
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto kembali mengklaim unggul 71 juta suara dalam Pilpres 2019. Klaim perolehan suara tersebut bertambah dari jumlah sebelumnya sekitar 68 juta.
BW menuturkan proses manipulasi suara ini diduga dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi dengan adanya indikasi proses rekayasa (engineering). Sekaligus juga adjustment (pengaturan) atas perolehan suara yang sejak awal sudah didesain dengan komposisi atau target tertentu, yang dilakukan menggunakan sistem IT tertentu.
Entah apa maksudnya, yang jelas pernyataan itu salah kaprah. Pasalnya, sistem penghitungan di Pemilu saat ini menggunakan sistem penghitungan manual yang berjenjang. Situng hanya digunakan untuk transparansi penghitungan ke publik.
Inkonsistensi angka klaim kemenangan itu menunjukan bahwa koalisi 02 itu linglung. Karena setiap waktu mereka mengklaim menang dengan angka yang tak pasti, mulai dari 62 persen, turun menjadi 58 persen, kemudian turun menjadi 53 persen, dan terakhir 52 persen.
Hal ini menegaskan kebingungannya karena tidak punya data dan fakta yang konkret. Oleh karena itu, mereka lalu mengarang yang membodohi publik karena berubah-ubah.
Karena logikanya, bila mereka benar-benar menang seharusnya angkanya itu tidak berubah. Ini jelas pembodohan terhadap masyarakat.
Untuk itu, jangan mudah percaya dengan klaim kemenangan yang sangat tidak meyakinkan seperti itu. Mari berpikir waras dengan logika yang lurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar