Kamis, 20 Juni 2019

Post-Truth dan Narasi Kecurangan a la Prabowo-Sandi



Istilah "post-truth" mengemuka di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra. 


Lantas, apa relasi istilah post-truth itu dengan gugatan kubu Prabowo-Sandi di MK? 


Menurut Yusril tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat Indonesia pada proses Pemilu 2019 ini adalah fenomena politik pasca-kebenaran atau post-truth politics yang menguat beberapa tahun terakhir ini. 


Ciri-ciri post-truth itu adalah penggunaan strategi untuk membangun narasi politik tertentu untuk meraih emosi publik dengan memanfaatkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Hal ini yang membuat preferensi politik publik lebih didominasi oleh faktor emosional dibandingkan dengan faktor rasional.


Terkait fenomena ini, Yusril mengatakan dalil-dalil permohonan tim hukum Prabowo-Sandi mesti dikritik. Menurutnya, narasi kecurangan yang diangkat tim hukum Prabowo-Sandi kerap diulang-ulang. Ini adalah salah satu ciri politik post-truth yang digunakan oleh koalisi 02 tersebut. 


Misalnya, narasi kecurangan yang diulang-ulang terus-menerus tanpa menunjukkan bukti-bukti yang sah menurut hukum dan klaim kemenangan tanpa menunjukkan dasar dan angka yang valid. 


Selain itu, juga diikuti dengan upaya mendelegitimasi kepercayaan publik pada lembaga penyelenggara Pemilu dan lembaga peradilan hendaknya tidak dijadikan dasar untuk membangun kehidupan politik yang pesimistik dan penuh curiga.


Tindakan kubu Prabowo saat ini pada dasarnya sama dengan Pemilu 2014, yaitu bersikeras menang, meskipun kalah dengan memainkan narasi berbahaya yang dapat membahayakan bangsa.


Atas cara-cara ini, Yusril Ihza Mahendra sangat paham seluk beluknya. Sebab, pada Pemilu sebelumnya dia merupakan kuasa hukum Prabowo-Hatta. 


Melihat pemaparan tersebut, kita sebaiknya tak mudah percaya dengan informasi yang belum jelas kebenarannya. Setiap informasi yang diterima mesti diperiksa ulang, agar kita tidak menelan informasi yang sesat dan salah secara mentah-mentah. 


Hal ini merupakan cara sederhana bagi kita untuk membatasi ruang gerak politik ala post-truth yang dimainkan oleh kubu Prabowo-Sandi di era kiwari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar