Gugatan hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait dengan sengketa hasil Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) banyak mengutip pendapat ahli. Namun para ahli yang dikutip itu ternyata mengajukan protes keras.
Pasalnya, kutipan itu sebagian besar digunakan tanpa konteks yang sesuai. Bahkan ada 'missleading' kesimpulan yang dibuat sendiri oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
Salah satu ahli yang keberatan dengan pengutipan pendapatnya itu adalah analis politik asal Australia, Tom Power. Ia protes keras karena artikel yang ditulis dan dipublikasikan di artikel jurnal BIES 2018 dikutip secara serampangan oleh tim hukum Prabowo-Sandi.
Ia memaparkan artikel yang ia tulis saat itu sama sekali tidak menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan pemilu yang berlangsung April lalu, sebab artikel ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung.
Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur.
Lalu, penelitiannya memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap anti-demokrasi tetapi ia sama sekali tidak menyebut bahwa pemerintahan Jokowi adalah rezim otoriter.
Selain Tom Power, ada juga ahli hukum Bivitri Susanti yang protes kepada BPN Prabowo-Sandi. Ia mengingatkan tim BPN agar tidak hanya mengutip pandangan-pandangan para ahli, seperti membuat makalah ataupun skripsi.
Dalam gugatan hukum, menurutnya, yang penting justru adalah menonjolkan bukti yang mempunyai nilai pembuktian di muka hukum.
Kemudian, ada juga Bayu Dwi Anggono yang memberikan catatan serius kepada Bambang Widjajanto dkk bahwa ahli yang dikutip pernyataannya harus turut hadir untuk memberikan keterangan bila ingin mempunyai kekuatan pembuktian di muka hukum.
Protes para ahli saat pendapatnya dikutip oleh tim hukum Prabowo-Sandi itu menunjukan bahwa mereka tidak bisa bekerja dengan baik. Mereka asal comot pendapat yang dirasa cocok untuk menguatkan dalil gugatan hukumnya. Tanpa memandang konteksnya.
Inilah yang berbahaya dalam tradisi akademik dan hukum positif. Bisa jadi apa yang diungkapkan oleh Prabowo-Sandi itu akhirnya missleading atau sesat pikir.
Jadi, buat apa mengutip banyak pendapat ahli kalau pembuktiannya lemah? Itu tidak berpengaruh ke persidangan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar