Jumat, 31 Mei 2019

Tinggalkan Pendukungnya, Sandiaga Uno Lebaran di Amerika Serikat


Bagi masyarakat Indonesia, momen lebaran adalah waktunya untuk bersilaturahmi. 


Tradisi mudik atau pulang kampung halaman pun sudah jamak dilakukan masyarakat. 


Tapi agak berbeda dengan keluarga Sandiaga Uno. Saat yang lain mudik di desa, dia dan keluarga justru pergi ke Amerika Serikat.


Sebagaimana orang kaya lainnya, Sandi akan berlebaran di Amerika Serikat (AS). Hal itu dilakukan lantaran kedua putrinya tidak dapat pulang ke Indonesia.


Apa yang dilakukan oleh Sandi itu tentu saja berbeda dengan para pendukungnya. Ia pun juga tak begitu peduli dengan mereka. 


Momen lebaran yang biasanya untuk menjalin silaturahmi pemimpin dan rakyat tak dihiraukan oleh Sandi. Ia tak ada urusan untuk halalbihalal dengan pendukungnya.


Kemudian, bila melihat latar belakang keluarganya, sangat aneh bila Sandi dianggap anti-asing. Sebab bagaimana dia anti-asing, lha wong dia dan keluarganya saja tinggal di AS. 


Jika dia banyak beretorika soal anti asing itu hanyalah sandiwara saja. Sandiaga tetaplah "anak mami orang kaya" yang tak pernah menderita dan merasakan kesulitan hidup. 


Ia sangat cinta AS dan tentu saja pro negara adidaya tersebut. Karena itu, dia lebih memilih berlebaran di AS daripada di negaranya sendiri, Indonesia.

Jelas Merusak Negara! Prabowo Kalah, Wacana Rerefendum Aceh Diwacanakan Ulang



Baru-baru ini, suara referendum Provinsi Nangroe Aceh Darussalam bergema kembali. Hal ini setelah mantan panglima GAM Muzakir Manaf menyampaikan seruan itu di media. 


Sebenarnya seruan referendum tersebut bukan tanpa konteks. Wacana referendum itu muncul seiring dengan kekalahan Prabowo-Sandi.


Pasalnya, Ketua Partai Aceh itu dikenal dekat dengan Prabowo. Ia juga berkoalisi untuk memenangkan Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. 


Sebelumnya, Mualem (panggilan Muzakkir Manaf) juga pernah bergabung dengan Partai Gerindra. Saat dirinya menjadi Ketua Partai Aceh, sangat jelas afiliasi politiknya. 


Selain itu, Mualem juga dikenal dekat dengan keluarga Cendana. Beberapa foto yang beredar di media sosial menguatkan relasinya dengan Titiek dan Tommy Soeharto. 


Bila wacana referendum itu dilatar belakangi oleh kekalahan Prabowo-Sandi, maka sangat picik kubu 02 tersebut. 


Mereka sudah gelap mata sehingga dengan membabi buta mau memisahkan Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 


Cara berpolitik Prabowo dkk ini sangat berbahaya. Karena bisa menggerogoti keutuhan negara. 


Padahal, kekalahan dalam kontestasi politik itu biasa saja. Tak perlu mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. 


Dengan demikian, kekisruhan negeri kita saat ini memang bersumber dari kubu Prabowo-Sandi yang tak dewasa dalam berpolitik. Karena sikap seperti itu, NKRI pun terancam retak dan terkoyak dengan berbagai aksi anarkis dan provokatif. 


Kita berharap wacana referendum itu tidak terealisasi lagi. Karena pastinya akan benar-benar merusak negara.

Prabowo Kalah (Lagi), Jangan Mau Diprovokasi


Ironi. Mungkin satu kata itu yang cocok untuk menggambarkan sepak terjang Prabowo dan pendukungnya. 


Pasca Pemilu 2019, kegaduhan politik belum usai. Ketegangan masih menghantui para elit, dan diikuti dengan para pendukungnya di akar rumput. 


Puncaknya pecah pada 21-22 Mei lalu. Aksi demonstrasi yang digalang oleh kubu Prabowo-Sandi berakhir ricuh dan mengarah pada kerusuhan sosial.


Dalam situasi seperti ini, para buzzer politik masih saja memanas-manasi masyarakat. Rakyat pun mudah terprovokasi. 


Sementara itu, para elit politik malah memilih pergi ke luar negeri. Lihat saja, Prabowo yang berpergian ke Dubai dan Austria. Sedangkan Sandiaga Uno berlabuh ke Amerika Serikat. 


Sebaliknya, para pendukung mereka yang militan masih turun ke jalan. Mereka berpanas-panas tanpa bayaran untuk demonstrasi. Bahkan beberapa orang telah menjadi korban. 


Dalam kondisi yang jomplang antara elit dan para pendukung seperti itu, entah mengapa malah Jokowi yang disalahkan. Bagi mereka, segala sesuatu yang terjadi di Indonesia adalah salah Jokowi.


Inilah salah satu keberhasilan "cuci otak" ala kubu oposisi. Mereka berhasil membangun narasi sesat seolah menjadi kebenaran. 


Akibat dari provokasi kubu Prabowo-Sandi itulah terjadi kerusuhan pada 22 Mei. Karena itu, Prabowo dkk harus bertanggung jawab. 


Polisi harus segera menangkap Prabowo dan membeberkan data, serta fakta yang ada. Hal ini penting agar para pendukungnya bisa terbuka matanya. 


Mereka itu selama ini tertutup dengan narasi sesat yang dibangun para buzzer media sosial pro-02. Narasi-narasi sesat tersebut ditelan mentah-mentah, apalagi yang dikaitkan dengan agama.


Jangan mau diadu domba para buzzer politik. Jangan mau diprovokasi oleh para elite politik. Mari kita gunakan nalar dan hati dalam menerima informasi.

Dulu Galak Sekarang Melunak, Kisah Para Pendukung Prabowo-Sandi yang Ketakutan dengan Hukum


Sikap pengecut kembali ditunjukkan oleh para pendukung Prabowo-Sandi. Antara perkataan dan nyali ternyata tak sejalan. 


Disadari atau tidak, para pendukung 02 yang semula kelihatan galak tiba-tiba berubah jadi ketakutan setelah ditangkap untuk mempertanggungjawa kan perbuatannya.


Hal ini merujuk pada tokoh-tokoh, seperti Lieus Sungkharisma, Kivlan Zen, dan Eggy Sudjana. 


Sindiran telak seperti yang disampaikan oleh Mantan Ketua MK, Mahfud MD. 


Menurut Mahfud, mereka yang galaknya bukan main ketika belum ditangkap, seperti ndak ada orang benar bagi dia. 


Tapi kini sikap mereka berubah 180 derajat. Setelah diperdengarkan bukti yang ada para tersangka dugaan makar tersebut ramai-ramai membantah tudingan aparat. 


Mereka pun berkilah tidak bermaksud merusak negara. Sikapnya melunak dan ketakutan mulai muncul dari diri mereka. 


Mereka pun berusaha meralat ucapannya itu, tapi semua sudah terlambat. Aparat keamanan tetap akan memproses para tokoh itu sesuai kesalahannya.


Kita sekarang menyaksikan para 'bemper' Prabowo-Sandi sedang menjadi pesakitan karena provokasinya yang berisi fitnah, hoaks dan ujaran kebencian. 


Parahnya, mereka yang telah berjuang membantu Prabowo-Sandi tidak begitu dianggap. Pasalnya, saat para tokoh itu tertangkap, Prabowo atau Gerindra tak mau bertanggung jawab dan terkesan membiarkan.


Inilah dasar mental tempe diantara para pendukung Prabowo-Sandi. Mental yang lemah ini menjadi indikator dari sikap pengecut yang memang telah menjadi wataknya.

Minggu, 26 Mei 2019

Siap Hadapi Gugatan Hasil Pemilu, MK Tegaskan akan Independen dan Tidak Tebang Pilih


Meskipun akhirnya memasukkan gugatan Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi, BPN Prabowo-Sandi ternyata masih sering mendelegitimasi lembaga negara tersebut. Narasi curang dan tidak netral tak luput diarahkan ke MK. 


Menanggapi itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menegaskan bahwa pihaknya akan menjamin independensi dalam menangani perkara yang masuk. Bahkan, Ia berani menggaransi hingga 100 persen. 


Anwar menegaskan pihaknya tak bakal terpengaruh dengan gejolak yang terjadi di masyarakat pasca pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional Pilpres 2019. 


Ia juga menyatakan kesiapannya dalam menghadapi gugatan hasil Pilpres 2019 yang akan diajukan pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke MK.


Dalam memeriksa perkara, MK akan berdasarkan sesuai fakta dan bukti yang diajukan. Termasuk, bukti apapun yang diajukan oleh pihak Prabowo-Sandi akan diterima dan diperiksa secara rinci satu per satu. 


Yang pasti tak ada tebang pilih dalam pengujian perkara di MK, artinya semua pihak akan mendapatkan posisi yang sama sebagai warga negara.


Pernyataan dari Ketua MK ini patut diapresiasi. Kita harus percaya dengan lembaga negara yang diberikan kewenangan untuk mengadili perkaran hasil Pemilu. 


Upaya delegitimasi MK akan merusak tatanan negara. Oleh karenanya, kita harus jaga betul dan awasi proses gugatan pada Pilpres 2019 ini. 


Bila benar katakan benar, bila salah katakan salah. Bila menang kita junjung, bila kalah akan bermartabat. Inilah jalan konstitusi kita.

Telak! Otto Hasibuan Bantah Dirinya Masuk Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi

Kabar bohong kembali disebarkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Hal ini terkait dengan klaimnya yang menyebut pengacara senior Otto Hasibuan masuk dalam salah tim kuasa hukumnya dalam sengketa Pilpres 2019. 


Namun nyatanya kabar tersebut dibantah langsung oleh Otto sendiri. Dia memastikan dirinya tidak terlibat di dalam tim hukum Prabowo-Sandi.


Menurut Otto, BPN itu suatu organisasi yang di situ terdapat struktur yang jelas di dalamnya. Sedangkan selama ini dirinya mengaku tidak termasuk di dalam struktur itu.


Dengan bantahan dari Otto tersebut runtuh pula kebohongan yang dibangun oleh BPN. Kabar hoaks akhirnya terbongkar dari sumber utamanya. 


Padahal, BPN sudah gembar-gembor soal bergabungnya Otto Hasibuan dalam tim hukum Prabowo-Sandi. Mereka mau menumpang eksis dengan ketenaran pengacara senior agar timnya terlihat kuat. 


Tetapi ternyata Otto yang dibangga-banggakan justru tampak tidak berkenan, sehingga langsung menegaskan dirinya tidak akan bergabung dalam tim tersebut. 


Mungkin Otto malas memperjuangkan sesuatu yang sudah jelas kemungkinannya, yaitu kekalahan Paslon 02 yang tidak akan menemukan jalan kemenangan dalam pengajuannya ke MK. 


Seperti itulah kelakuan kubu Prabowo-Sandi yang tak henti-hentinya menyebarkan informasi sesat ke publik. Cepat atau lambat kebohongan itu pun akan terbongkar dengan sendirinya. Melihat itu, apakah kita masih percaya dengan narasi yang dibangun dari koalisi 02?

Ada Dua Nama TGUPP DKI Jakarta di Barisan Pembela Prabowo-Sandi, Awasi Potensi Tumpang Tindih Kepentingan!

Seiring dengan gugatan kubu Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK), terdapat dua nama anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta yang menjadi bagian tim kuasa hukumnya. 


Diantara nama tersebut adalah Rikrik Rizkian anggota TGUPP DKI Bidang Harmonisasi Regulasi dan Bambang Widjojanto anggota TGUPP Bidang Pencegahan Korupsi yang juga bekas Wakil Ketua KPK.


Keduanya menjadi bagian dari tim kuasa hukum Prabowo-Sandi untuk menggugat hasil Pilpres 2019 ke MK. Bahkan Rikrik Rizkian menjadi koordinatornya. 


Adanya dua nama anggota TGUPP ini patut disorot publik. Karena dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih kepentingan antara menjadi pengacara dan tim gubernur. Mengingat penanganan sengketa pemilu ini bakal memakan waktu lama. 


Sebagaimana diketahui, TGUPP DKI Jakarta adalah lembaga yang menjadi kelinci percobaan Anies Baswedan dan kelompoknya. Hal itu karena tim sering bongkar pasang formasi, diantaranya belum berjalan lama langsung dirombak. 


Hal ini menunjukkan bahwa pendirian badan TGUPP Anies terburu-buru hanya demi menyerap anggaran APBD yang telah disiapkan. Apalagi anggarannya cukup Fantastis. 


Dengan adanya dua nama di atas, TGUPP yang sedianya bekerja untuk warga DKI Jakarta justru bertindak tidak profesional dengan tumpeng tindih membela Prabowo dalam sengketa Pilpres. 


Mari kita awasi kinerja dua nama di atas agar tidak menggunakan APBD Jakarta untuk kepentingan Prabowo-Sandi. Dimana dapat gajinya dari TGUPP, tetapi kerjanya adalah membela Prabowo-Sandi yang tak menjadi kepentingan warga Jakarta.

Tuding MK Tidak Netral, Amien Rais Mengaku Pesimis Gugatan 02 Menang


Pesan provokatif kembali disampaikan oleh Amien Rais mengenai hasil Pemilu 2019. Kali ini terkait dengan usahanya untuk mendelegitimasi lembaga negara Mahkamah Konstitusi (MK). 


Hal itu terlihat saat dirinya mengaku pesimis gugatan sengketa hasil pemilu (PHPU) 2019 yang diajukannya ke MK bisa mengubah hasil pemilu.  


Menurutnya, lembaga peradilan itu sudah tidak netral lagi karena cenderung memenangkan pasangan Jokowi-Maruf Amin.


Meski tak tersurat, Amien Rais sebenarnya sedang memprovokasi masyarakat lagi. Melalui pernyataannya itu, dia menuding lembaga MK tidak netral. 


Hal ini untuk membentuk pemahaman masyarakat bahwa MK sudah partisan dan berada dalam barisan dengan pasangan 01. Sehingga apabila pasangan Prabowo-Sandi kalah, maka akan muncul opini publik yang membenarkan asumsi tersebut.


Hal ini tentu saja memiliki implikasi politis. Harapannya akan tumbuh kekesalan di hati masyarakat, sehingga membuat antipati rakyat kepada kemenangan Jokowi-Maruf Amin makin membesar.


Pun demikian dengan perlawanan yang diharapkan semakin besar kepada pemerintahan yang sah. 


Saat ini, Amien Rais sedang berusaha membuat rakyat tak percaya dengan hasil putusan MK kelak. Oleh karena itu tudingan tidak netral harus digencarkan.


Terlepas dari tuduhan di atas, pesimisme Amien Rais itu memang ada benarnya. Gugatan Prabowo-Sandi kemungkinan besar akan dimentahkan MK.


Tetapi bukan karena MK curang, melainkan karena BPN Prabowo-Sandi tidak bisa menampilkan bukti dan data yang layak mengenai kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.


Memperhatikan omongan 'sengkuni tua' itu, masyarakat sebaiknya tak mudah terprobokasi dengan hasutannya. Jangan percaya dengan tudingan bahwa MK curang atau tidak netral.


Dapat dipastikan bahwa tuduhan itu tidak benar dan tidak berdasar. Semua itu hanya tuduhan ngawur saja.


Kita percaya MK adalah lembaga negara yang independen dan dapat dipercaya mengadili sengketa Pemilu sesuai UUD 1945.

Sabtu, 25 Mei 2019

Mental Pengecut Amien Rais Kambuh, Kini Sebut People Power Enteng-Entengan

Sikap mencla-mencle kembali ditunjukan oleh Amien Rais terkait dengan people power. Kemungkinan besar itu dilatarbelakangi oleh 'ciutnya nyali' Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi itu atas tudingan makar kepadanya.


Hal tersebut terlihat jelas dari melunaknya sikap Amien Rais saat mendefinisikan people power yang sempat diserukannya. Menurutnya, people power versinya itu bukan untuk mengganti rezim, tetapi hanya "enteng-entengan" (ringan) saja. 


Pernyataan itu diungkapkannya saat memberikan kesaksian dalam dugaan makar untuk tersangka Eggi Sudjana di Direskrimum Polda Metro Jaya. 


Tentu saja, apa yang diungkapkan Amien Rais itu berbeda dengan awalnya yang terlihat garang. Dulu dia berniat untuk mengerahkan massa demi menjatuhkan Jokowi.


People power yang "enteng-entengan" itu juga tidak sesuai dengan yang dipraktikkan selama ini, terutama dengan banyaknya narasi provokasi dan upaya menganulir hasil Pemilu.


Perubahan drastis ucapan Amien Rais itu kemungkinan besar karena nyalinya menciut saat tudingan makar diarahkan kepadanya. Ia ternyata merasa takut dengan ancaman hukuman yang menimpanya. 


Kali ini kita kembali menyaksikan sikap pengecut dan mencla-mencle dari seorang sengkuni tua, Amien Rais. Wataknya itu tak berubah sejak puluhan tahun lalu. 


Yakni, suka mengadu domba, provokasi dan menyebarkan kebencian, tetapi pada dasarnya dia tak memiliki nyali yang berani bila mulai dihadapkan dengan hukum. 


Itulah kelakuan Amien Rais, sang sengkuni tua, yang tak berubah sejak dulu. Alih-alih makin bijak di hari tuanya, justru makin pengecut.


Semoga kita bukan golongan yang mengikuti omongannya. Kecuali akal sehat dan hati nurani telah mati.

Selasa, 21 Mei 2019

Ikuti Konstitusi! Pihak yang Kalah dan Tidak Puas Jangan Melawan Kehendak Rakyat dan Hukum


Kalah itu pasti menyesakkan, apalagi bila berturut-turut hingga 3 kali. Bagi Prabowo Subianto, kekalahan dalam Pilpres 2019 ini sungguh sangat menyakitkan. 


Meski demikian, tindakan di luar hukum tetaplah bukan pilihan yang bijak. Sebab konstitusi telah memberikan mekanismenya bila ada pihak yang tak puas dengan hasil Pemilu. 


Pesan senada juga diberikan oleh Presiden Joko Widodo dalam merespons rencana Aksi 22 Mei 2019 di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Presiden berharap pihak yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara Pemilu 2019 agar menempuh jalur konstitusional. Yaitu, dengan menyelesaikannya di Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK).


Presiden Jokowi mengingatkan kepada seluruh pihak agar dapat memberikan pelajaran politik yang baik kepada masyarakat, apapun hasil Pemilihan Umum (Pilpres) 2019.


Hal itu karena pesta demokrasi yang digelar 17 April lalu sudah dilakukan berdasarkan pada peraturan, ketentuan, dan mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang proses pembentukannya telah disepakati oleh parlemen. 


Sebagai negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi sudah selayaknya seluruh pihak berpedoman pada mekanisme yang ada, termasuk untuk menyelesaikan perselisihan terkait pemilu bila memang diperlukan.


Apalagi, seluruh proses Pemilu 2019 telah berjalan dengan jelas dan rakyat sudah menentukan pilihan pada 17 April silam. Jadi jangan dirusak lagi dengan tindakan di luar hukum yang inkonstitusional. 


Perlu diketahui, Indonesia tidak hanya satu dua kali dalam menyelenggarakan Pemilu dan pada 17 April 2019, masyarakat telah menentukan pilihannya dalam bilik suara. Mari kita bisa bersikap bijak dengan lapang dada menerima apapun hasil Pemilu 2019. 


Bagaimanapun, rakyat sudah berkehendak dan memutuskan pilihan politiknya. Karena itu, hasilnya harus dihormati semua pihak dengan mengedepankan cara-cara konstitusional. 


Mari kita berikan tradisi politik yang baik untuk anak cucu kita, salah satunya dengan bersikap dewasa dalam menyikapi perbedaan politik, dan siap kalah-menang dalam sebuah kontestasi politik. Ini akan membawa Indonesia menjadi lebih baik ke depannya

Keputusan Bulat, Muhammadiyah Larang Warganya Ikut Aksi 22 Mei di KPU

Berbagai elemen masyarakat menolak untuk bergabung dengan Aksi 22 Mei yang digalang oleh kubu Prabowo-Sandi. Diantara itu adalah Persyarikatan Muhammadiyah. 


Pengurus Pusat Muhammadiyah menghimbau anggotanya untuk tidak mengikuti hiruk pikuk aksi massa pada 22 Mei nanti. Himbauan ini sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. 


Tak hanya itu, warga Muhammadiyah diminta menerima apa pun hasil pemilu, siapa pun yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden dengan tetap berdasarkan tuntunan amar ma’ruf nahi munkar sesuai paham Muhammadiyah.


PP Muhammadiyah juga mengajak kepada seluruh warga Muhammadiyah hendaknya bisa menjadi warga negara yang santun, taat hukum, dan mengikuti khittah dan kepribadian Muhammadiyah. 


Meskipun demikian, Muhammadiyah menilai menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh Undang Undang Dasar. Sepanjang dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, aksi massa merupakan wujud partisipasi publik dalam demokrasi yang harus dihormati.


Tetapi, Muhammadiyah berharap apabila ada pihak yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara Pemilu 2019 agar menempuh jalur hukum dan undang-undang dengan tetap mengedepankan dan mengutamakan persatuan dan kerukunan bangsa. Salah satunya dengan menggugat ke Bawaslu atau Mahkamah Konstitusi. 


Yang lebih penting lagi, partai politik, para calon legislatif, dan calon presiden-wakil presiden beserta para pendukungnya, seyogianya dapat berjiwa besar, legawa, arif, dan bijaksana menerima hasil-hasil Pemilu sebagai sebuah kenyataan dan konsekuensi dari kehendak rakyat Indonesia. 


Karena rakyat sudah berkehendak dan memutuskan pilihannya. Ini adalah wujud dari kedaulatan rakyat itu sendiri, dimana hasilnya harus dihormati semua pihak dengan mengedepankan cara-cara konstitusional. 


Sebagai warga Muhammadiyah, kita seyogianya mengikuti himbauan ini. Menjadi warga negara yang baik merupakan bagian dari keimanan yang patut diperhatikan. 


Jangan sampai kita turut menjadi bagian dari pihak-pihak yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang seyogianya kita jaga bersama. Mari menjadi umat Islam yang dewasa dan berwawasan kebangsaan.

Diprediksi Tinggal Sedikit, Kekuatan Massa Prabowo Ompong


Aksi 22 Mei diprediksi tak akan banyak diikuti masyarakat. Pasalnya, kekuatan massa pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah mulai "ompong". 


Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono. Menurutnya, hanya sedikit massa yang akan bergerak pada 22 Mei 2019, diantaranya massa dari mantan HTI, sebagian mantan PA 212 dan mantan GNPF Ulama.


Saat ini, disadari atau tidak, masyarakat mulai sadar dan tidak mau ikut aksi menjelang pengumuman hasil Pemilu oleh KPU pada 22 Mei 2019. 


Artinya, para elite yang teriak-teriak ini "hanya" akan mengerahkan massa yang ompong. Pasti jumlahnya tinggal sedikit. 


Terlebih, Partai Demokrat telah menyatakan tidak mau kalau demokrasi berjalan inkonstitusional. Bahkan PKS dan dua per tiga PAN juga sudah tidak mau ikut aksi karena masih peduli pada masa depan rakyat dan negeri.


Hendropriyono pun mengaku mengetahui identitas massa yang akan turun ke jalan pada 22 Mei 2019. Massa yang sekarang bergerak hanya mantan 212, FPI, dan barisan sakit hati dengan pemerintahan Jokowi, seperti pejabat atau menteri yang dicopot dari jabatannya. 


Yang pasti, mereka adalah orang-orang yang tak mampu berpikir jernih lagi. Mereka adalah orang-orang yang rela mengorbankan apa pun demi sebuah nama dan jabatan.


Itulah komposisi yang akan ikut aksi 22 Mei 2019. Bila sudah mengetahui itu, apakah mau bergabung dengan mereka? Kalau saya sih tenti saja tidak!

Mantap! Polisi Amankan Penggagas Tour Jihad Surabaya-Jakarta

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur hingga kini terus mendalami program Tour Jihad 22 Mei Surabaya-Jakarta yang digagas simpatisan Prabowo-Sandi. Dalam kasus tersebut, Polda Jatim telah mengamankan 4 orang yang diduga sebagai penggagas Tour Jihad 22 Mei. 


Keempat orang tersebut antara lain, Muhammad Roni, Feni Lestari, wanita berinisial A dan pria berinisial C. Mereka memiliki tugas masing-masing, seperti ada yang bertindak sebagai perencana, lalu ada yang bertugas memublikasikannya ke media sosial, ada pula yang mengoordinasi, dan bendahara.


Keempatnya masih menjalani pemeriksaan dan pendalaman kasus ajakan tur jihad, serta terancam dijerat pasal berlapis, yaitu pasal 160 KUHP dan 161 junto pasal 53 KUHP.


Keempat orang penyelenggara tur jihad itu diamankan polisi karena terbukti menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut untuk melakukan tindak pidana dengan membuat program Tour Jihad Surabaya Jakarta dan melaksanakan aksi pada 22 Mei mendatang. 


Setidaknya mereka berhasil mengumpulkan 44 orang peserta tur, namun yang sudah membayar baru 36 orang, dan semuanya sudah berhasil dibatalkan.


Tak hanya itu, koordinator Tour Jihad 22 Mei 2019, Surabaya-Jakarta, Muhammad Roni juga meminta maaf terkait unggahannya di media sosial. Sebelumnya, unggahan Roni soal Tour Jihad 22 Mei Surabaya - Jakarta sempat viral.


Sebelumnya, ajakan tur ini sempat menyebar di pesan Whatsapp relawan akar rumput Prabowo-Sandi. Pada pesan tersebut, penyelenggara mencantumkan paket yang dapat dipilih selama lima hari mengikuti tur di Jakarta. Tur ini juga digadang akan bergabung dengan aksi people power.


Pilihannya pun beragam, mulai dari menggunakan transportasi bus besar yang dipatok dengan harga Rp 450 ribu, bus kecil dengan tarif Rp 400 ribu hingga mobil pribadi yang harganya Rp 600 ribu.


Kasus ini seyogianya menjadi pelajaran bahwa pihak kepolisian tak akan tanggung-tanggung menindak penebar pesan ajakan atau seruan jihad atau people power berkaitan dengan hasil Pemilu 2019. Siapapun mereka yang mencoba untuk memprovokasi massa pasti akan disikat habis. 


Kita patut apresiasi tindakan kepolisian ini. Mereka terus bergerak mengamankan negara dari ancaman pihak-pihak yang ingin membuat kekacauan dan kericuhan pasca Pemilu 2019. 


Mari jaga NKRI.

Hoaks, 73 Ribu Kesalahan Situng KPU Laporan BPN Prabowo-Sandi Tak Terbukti

Lagi-lagi, kubu Prabowo-Sandi menyebarkan tudingan sesat dengan berdasarkan informasi palsu. Kali ini terkait dengan tudingan sesatnya mengenai kecurangan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU.


Pasalnya, Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja mengungkapkan, kesalahan input data sistem informasi penghitungan suara (Situng) KPU ternyata tidak sebanyak yang dilaporkan oleh Relawan IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.


Dari penelusuran Bawaslu, salah input Situng KPU tersebut tidak sebanyak 73.715. Tetapi hanya 7.300-an kesalahan input Situng.


Itu pun kebanyakan diantaranya lantaran C1 nya yang bermasalah. Meski begitu, ada 7 ribuan C-1 yang masih bisa diperbaiki.


Padahal sebelumnya, Relawan IT dari BPN Prabowo-Sandi melaporkan hasil verifikasi data aplikasi penghitungan suara (Situng) KPU ke Bawaslu RI pada Jumat (3/5/20109).


Mereka mengklaim menemukan 73.715 kesalahan input data Situng atau sebesar 15.4 persen dari total 477.021 TPS yang telah diinput.


Dengan penemuan Bawaslu di atas, maka BPN yang telah sengaja melakukan delegitimasi terhadap kerja KPU dengan modus penggelembungan kesalahan. Hal itu tujuannya agar masyarakat semakin mendegradasi kinerja KPU.


Tindakan tersebut merupakan salah satu dari serangkaian strategi yang diterapkan BPN agar paslon yang diusung memenangkan kontestasi Pilpres dengan cara apapun, termasuk dengan informasi bohong (hoaks).


Inilah yang berbahaya dari narasi curang yang diusung kubu Prabowo-Sandi. Mereka menggiring opini masyarakat pada sesuatu yang salah demi menguntungkan kepentingan mereka sendiri.

Kamis, 16 Mei 2019

Aneh! Tak Jadi Menang 62 Persen, BPN Prabowo-Sandi Meralat Klaim Kemenangan Menjadi 54 Persen

Ada yang lucu dengan klaim kemenangan Prabowo-Sandi. Betapa tidak, bahkan mereka "mencla-mencle" dan tak yakin dengan angka kemenangannya sendiri. 


Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi telah mengklaim meraih kemenangan Pilpres berdasarkan hasil penghitungan internal mereka. Beberapa waktu lalu, mereka cukup yakin akan menang dengan 62 persen suara. 


Namun tak lama kemudian, angka kemenangan itu ternyata berubah. Mereka tak lagi menyebut angka 62 persen, tetapi turun menjadi 54,24 persen. 


Hal itu berdasarkan penghitungan berbasis form C1 yang dikumpulkan BPN sejauh ini. Menurutnya, pasangan capres-cawapres nomor urut 02 itu meraih kemenangan dengan meraup 54,24% suara, sementara pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin meraih 44,14% suara dan suara tidak sah 1,62%.


Dari perubagan angka tersebut jelas ada keanehan dalam metode perhitungan suara BPN. Sebab tidak mungkin error  perhitungan itu mencapai di atas 7%. Sementara metode survei ilmiah margin-of-error hanya di kisaran 2%.


Entah apa maksudnya, mungkin BPN memiliki metode perhitungan khusus yang hanya berlaku untuk Prabowo-Sandi, tetapi tidak untuk Jokowi-Ma'ruf. 


Kalau BPN ditanya siap mengadu data, maka keaslian dan keabsahan data tersebut patut diragukan. Karena hasilnya berbeda jauh dengan perhitungan yang dirilis KPU.


Diakui atau tidak, sejak awal BPN Prabowo-Sandi memang berupaya membangun opini publik bahwa Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019. Makanya mereka menyatakan klaim kemenangan mendahului KPU. 


Sehingga jika pasangan Jokowi-Ma'ruf yang menang, maka telah ada kecurangan yang akan dibuktikan BPN berdasarkan temuan mereka di lapangan. Inilah strategi mereka untuk mendapatkan kemenangan, entah dengan apapun caranya.


Namun anehnya sampai saat ini mereka hanya koar-koar di media dan tidak mampu membuktikan tudingan yang disampaikan itu. Inilah yang membuat klaim kemenangan kubu 02 itu belum bisa dianggap absah dan dipercaya publik.   


Segala daya upaya yang dilakukan BPN Prabowo-Sandi untuk mengklaim kemenangan sepihak, menuding KPU curang, dan menolak hasil perhitungan KPU justru telah mencederai demokrasi dalam negeri. 


Mereka itu telah merusak "politik yang beradab", dimana mengedepankan etika dan kedewasaan berpikir. Baru kali ini kita punya kandidat yang tak mau menerima kekalahan, malah mengklaim menang dengan perhitungannya sendiri. Aneh.

Ingat, Meski Tak Dihadiri Saksi Kubu Prabowo-Sandi Hasil Rekapitulasi Resmi KPU Tetap Sah

Tindakan tidak fair kembali ditunjukan oleh calon presiden Prabowo Subianto. Tanpa mau mengikuti prosedur resmi, capres nomor urut 02 itu menolak hasil penghitungan suara Pemilu 2019. 


Tak hanya itu, Prabowo pun meminta kader-kadernya untuk tidak menerima hasil penghitungan suara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). BPN Prabowo-Sandiaga juga menarik saksi untuk rekapitulasi suara di KPU. 


Kendati begitu, terpantau masih terdapat saksi dari pasangan calon presiden nomor urut 02 saat rekapitulasi dan penghitungan hasil Pemilu tingkat nasional di kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).


Menanggapi masalah tersebut, KPU tidak mempermasalahkan bila BPN Prabowo-Sandi menarik saksiknya saat rekapitulasi. Meski demikian, rapat pleno rekapitulasi dipastikan akan terus berjalan.


Sebab, ada atau tidaknya saksi dalam sidang pleno rekapitulasi itu hasil perhitungan suara di KPU tetap jalan dan sah. Pasalnya KPU tetap diawasi oleh Bawaslu RI.


Perlu diketahui, rekapitulasi merupakan forum terbuka yang digelar KPU, dalam forum itu diundang para saksi untuk hadir. Namun, bila saksi tidak datang maka hal tersebut tidak menjadi masalah. 


Entah apa tujuan pasti kubu 02 meninggalkan forum rekapitulasi itu. Namun yang pasti, kubu 02 telah mengetahui pihaknya  jelas-jelas kalah berdasarkan rekapitulasi KPU, kemudian menarik seluruh saksinya dan menuding telah terjadi kecurangan dalam rekapitulasi tersebut. 


Hal ini diikuti dengan harapan agar rekapitulasi dihentikan atau bahkan hasilnya tidak sah, jika saksi-saksi dari BPN tidak hadir. Ternyata itu salah. 


Kita tahu, itu hanya trik dari kubu 02 yang tidak mau menerima kekalahan saja. Mereka berusaha mencari cara agar  penetapan hasil Pemilu 2019 ini kacau.  


Tetapi sebetulnya, BPN melakukan tidakan yang sia-sia. Sebab apa yang dikerjakannya itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap proses dan sahnya hasil perhitungan suara. Entah disadari atau tidak, betapa bodohnya taktik politik yang mereka mainkan saat ini.

Maling Teriak Maling, Polisi Tangkap Petugas PPK Ulu Talo terkait Penggelembungan Suara Caleg Gerindra


Kecurangan Pemilu terbongkar di Ulu Talo, Seluma, Bengkulu. Tiga petugas Panitia Pemilihan Kecamatan diamankan polisi karena dianggap telah bertindak tidak netral dengan menguntungkan Partai Gerindra. 


Ketiganya adalah Azis Nugroho (24) selaku Ketua PPK Ulu Talo, Arizon (43) selaku Sekretariat PPK Ulu Talo, dan Andi Lala (36) selaku Operator PPK Ulu Talo. 


Mereka ditangkap pada Senin (13/5) malam di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Hal ini telah dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.


Mereka diduga melakukan tindak pidana Pemilu dengan menggelembungkan suara partai Gerindra dan calegnya bernama dr. Lia Lastaria secara mencolok. 


Hal itu terlihat dari perolehan suara pada rekap DA Pleno berjumlah 185 suara, tetapi pada salinan DA1 menjadi 1.137 suara.


Kasus ini membuktikan bahwa Gerindra dan para kadernya telah terbiasa berperilaku curang untuk meraih kekuasaan. Padahal kelakuan seperti itu dapat merusak demokrasi dan merugikan rakyat. 


Untuk itu, kepolisian harus mengusut tuntas keterlibatan PPK dan memeriksa caleg Gerindra tersebut. Jangan sampai mereka yang koar-koar curang ternyata malah menjadi pelaku kecurangan yang tak diungkap. 


Mari kita awasi perjalanan Pemilu ini dengan kritis dan adil. Pemilu 2019 ini adalah pesta demokrasi rakyat yang seharusnya tidak diwarnai kecurangan sebagaimana dilakukan oleh caleg dan kader Gerindra di atas.

Sikap Kekanak-Kanakan BPN Prabowo-Sandi, Maunya Tolak Pilpres tapi Terima Hasil Pileg, Kok Bisa?

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengklaim menolak hasil perhitungan suara Pemilu 2019. Penolakan itu disebabkan telah terjadi banyak kecurangan yang merugikan pihaknya pada Pilpres kali ini.


Penolakan itu memiliki konsekuensi yang panjang. Karena sikap Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019 berarti juga tidak mengakui perolehan suara calon legislatif semua partai, termasuk dari Gerindra.


Perlu diketahui, Pemilu 2019 ini dilaksanakan satu paket kegiatan yang dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyelenggara bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari pusat, provinsi hingga tingkat KPPS. Pengawasannya pun dari pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat kelurahan/desa. 


Ketika hasil pemilu itu dianggap curang, maka pemahaman itu berlaku paralel, yatu berlaku bagi pemilihan presiden, DPD, DPR RI hingga DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 


Sehingga pengakuan atau penolakan terhadap hasil pemilu, berarti penolakan terhadap satu paket kegiatan. Bukan hanya penolakan terhadap hasil pilpres, tetapi juga hasil pemilihan DPD dan anggota legislatif dari pusat sampai daerah. 


Jika yang ditolak hanyalah Pemilihan Presiden, sedangkan pemilihan legislatif diterima, maka itu disebut ambivalen, inkonsisten dan membingungkan. 


Bila kubu 02 menolak hasil Pemilu 2019, maka caleg-caleg dari koalisi Prabowo-Sandi tidak pantas dan tidak patut dilantik anggota DPR RI. Hal itu merupakan konsekuensi lanjutan jika mereka tetap menolak hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).


Konsekuensi logis itu berlaku bagi Gerindra dan partai koalisi Adil dan Makmur lainnya. Karena pada 2019 ini Indonesia menggelar Pemilu serentak Pilpres dan Pileg. 


Logikanya, tidak mungkin yang curang hanya Pilpres, kalau asumsinya curang mestinya curang semua. Jadi bila menolak Pilpres, maka sekaligus menolak hasil Pileg. 


Oleh karena itu, KPU bisa saja merekomendasikan untuk tidak melantik mereka yang tidak mengakui hasil pemilu. Diantara itu adalah caleg-caleg dari Partai Gerindra, PKS, PAN, Berkarya dan Demokrat.


Tetapi bila kubu Prabowo hanya mengklaim Pilpres saja yang curang, maka itu sama saja dirinya memiliki sikap yang mendua. 


Selama ini pun mereka sudah mendua, karena di satu sisi menolak hasil Pemilu, tapi di saat yang sama terus mengikuti proses perhitungan suara di KPU. Saksi tetap dibiarkan ikut prosesnya, tapi hasilnya sudah dinyatakan akan ditolak. 


Keunikan kubu Prabowo ini terjadi karena hanya tidak percaya terhadap hasil Pilpres. Hasil pileg sama sekali tidak diprotes dan tidak ada dugaan adanya kecurangan apalagi bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. 


Padahal, penyelenggara pemilunya sama, dilakukan pada hari yang sama, dengan metode yang hampir sama. Ini logika yang cacat dari kubu Prabowo-Sandi. 


Jadi bila BPN Prabowo-Sandi menolak hasil Pilpres, maka tolak juga dong hasil Pileg. Kalau menang saja tidak teriak curang, tetapi kalau kalah langsung koar-koar curang. Sudah dewasa kok seperti kanak-kanak, memang situ anak TK?

Aneh, Paparan Kecurangan Pemilu Kubu Prabowo-Sandi Tak Berdasar dan Buka Borok Sendiri

Meski sering berkoar-koar soal kecurangan Pemilu, namun kubu Prabowo-Sandi tak mampu menunjukan fakta dan data yang valid. Paparan kecurangan yang disampaikannya pun tidak menjejak pada fakta di lapangan. 


Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, menanggapi paparan kecurangan pemilu 2019 dari BPN Prabowo-Sandi yang digelar di Hotel Sahid Jakarta, 14 Mei 2019 lalu.


Bila benar ada kecurangan, harusnya kubu Prabowo-Sandi bisa menunjukan tempat, siapa yang melakukan, dan bagaimana model serta modusnya. Hal itu tak ada sama sekali, sehingga tidak ada informasi yang memadai. 


Lebih jauh lagi, pemaparan kecurangan di atas justru membongkar aib kecurangan sendiri. Pasalnya, beberapa contoh kecurangan yang ditunjukkan oleh kubu Prabowo, justru terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tempat Prabowo - Sandiaga menang. 


Misalnya, paparan permainan di TPS 13 Nanggerang, Sukabumi, yang disebut TPS siluman karena ada sejumlah DPT yang memiliki tanggal lahir sama. Padahal, dalam form C1 di TPS tersebut tertera Prabowo - Sandiaga mendapatkan 130 suara, sedangkan Jokowi - Ma'ruf mendapatkan 47 suara.


Artinya, bila kubu 02 mengaku ada kecurangan di TPS tersebut, maka itu justru dilakukan oleh kubu mereka sendiri. 


Parahnya, pembodohan itu juga diikuti dengan penolakan Prabowo terkait hasil KPU. Hal ini juga dibangun tanpa berdasar data dan fakta yang kuat. 


Karena hanya asumsi dan wacana yang berpotensi mengganggu ketenangan masyarakat.


Kubu Prabowo-Sandi terus melakukan penggiringan opini dengan berbagai cara. Padahal, sebaiknya mereka menunggu keputusan akhir dari KPU, kemudian jika tidak puas bisa menempuh jalur hukum. Daripada terus menyebarkan provokasi yang merusak suasana kondusif di masyarakat. 


Mari kita bersikap dewasa dalam menyikapi hasil Pemilu 2019 ini. Rakyat yang dewasa tidak akan mudah diadu domba dan diprovokasi oleh elit yang kalah dalam kontestasi politik. 


Kalau menang akan merangkul semua, jika kalah harus bermartabat dan legawa. Inilah jalan ksatria.

Rabu, 15 Mei 2019

Tak Membawa Maslahat, Para Ulama di Jawa Barat Tolak Aksi People Power

Penolakan "people power" yang digalang oleh kubu Prabowo-Sandi mulai datang dari beragam kalangan, termasuk dari para ulama. Sejumlah tokoh agama di Jawa Barat memutuskan untuk menolak mengikuti aksi massa tersebut. 


Para ulama Jawa Barat yang menolak itu, misalnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Ciamis, Indramayu dan Purwakarta. Mereka sepakat bahwa gerakan people power itu membawa mudharat yang lebih besar dibandingkan manfaatnya. 


Para ulama itu menilai pengerahan massa atau aksi people power akan menimbulkan gejolak yang parah, serta menimbulkan banyak kerugian yang ditimbulkan.


Yang akan kelihatan adalah soal rusaknya persatuan dan kesatuan masyarakat. Hal ini bisa mendorong pada perpecahan bangsa Indonesia. Inilah yang berbahaya. 


Untuk itu, para ulama di Jabar itu mengimbau umat Islam mengabaikan ajakan tersebut. Pihaknya menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk mencari jalan yang lebih maslahat.


Melihat situasi saat ini, setiap pihak seharusnya tetap bersabar menunggu hasil resmi Pemilu dari KPU. Bila menang harus bermartabat, dan kalaupun nanti kalah harus menerima dengan lapang dada. 


Bila masih ada masalah, pihak yang dirugikan juga diberikan kesempatan untuk menggugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Inilah jalur yang konstitusional, bukan malah mengajak rakyat people power. 


Harus diketahui, people power adalah gerakan untuk kepentingan sesaat dan kepentingan kelompok atau perorangan yang tidak bertanggungjawab terhadap masyarakat dan umatnya. Mereka pada dasarnya hanya mengejar ambisi kuasa pribadi. 


Para pemuka agama telah mengajak agar umat beragama dan masyarakat Indonesia tidak mudah terprovokasi dengan ajakan people power. Maka kita sebaiknya mengikuti saran bijak tersebut. 


Jangan sampai persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa terpecah cuma karena adanya Pemilu. Itu sangat disayangkan bagi bangsa Indonesia.

Sabtu, 11 Mei 2019

Silang Pendapat Gerindra, Kivlan Zen dan Partai Demokrat, Koalisi 02 Pecah?


Kubu Prabowo-Sandi mulai porak poranda. Sebab, diantara pendukungnya sendiri saling serang dan menjatuhkan satu sama lain. 


Hal ini terlihat dari serangan "Jenderal Kunyuk" Kivlan Zen ke SBY. Serangan itu memancing respon dari banyak kalangan, termasuk dari kubu Gerindra. 


Jubir BPN yang juga politisi Gerindra, Andre Rosiade, menyatakan bahwa pihaknya tidak setuju dengan pernyataan Kivlan Zen yang menyebut SBY sebagai pihak yang licik. 


Sebelumnya, Kivlan Zen juga menyebut jenis kelamin (dukungan) SBY tidak jelas pada Pilpres 2014 dan 2019 ini. 


Menanggapi itu, pendapat sebaliknya justru datang dari Andre Rosiade. Menurutnya, SBY dan Partai Demokrat justru sangat bersungguh-sungguh mendukung Prabowo jadi Presiden.


Silang pendapat tersebut tentu saja membingungkan publik. Karena diantara Gerindra, Partai Demokrat dan Kivlan Zen justru saling serang sendiri-sendiri. 


Perbedaan pendapat diantara BPN dengan Kivlan Zein soal SBY ini mengindikasikan bahwa terjadi gesekan yang sangat kuat dalam internal koalisi Prabowo-Sandi.


Kivlan Zein seolah-olah menyamakan kawan sebagai lawan. Padahal jika dia berpikir jernih, keberpihakan SBY ke Jokowi bukan kepada pribadi kubu lawan, melainkan keberpihakan pada nalar positif. 


Melihat itu, maka sangat pantas bila SBY sudah siuman dari halusinasi kemenangan Prabowo, serta menyadari bahwa Prabowo jelas kalah, dan mayoritas rakyat Indonesia masih menaruh kepercayaan kepada Jokowi.


Kenyataan itu tak bisa dibantah. Dan mungkin seperti itulah takdir Tuhan YME untuk hasil Pemilu 2019 ini. 


Maka, sungguh alangkah baiknya bila semua pihak bersedia menerimanya, termasuk dari kubu Prabowo-Sandi yang sudah kalah.

Jenderal Kunyuk, Sindiran Keras Wasekjen Partai Demokrat ke Kivlan Zen


Dalam sejarah militer Indonesia ada seorang jenderal yang disebut sebagai "Jenderal Kunyuk". Siapakah itu? 


Julukan "Jenderal Kunyuk" itu disematkan Presiden ke-4, Gus Dur, kepada Mayjen Kivlan Zen. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Wakil Sekretaris Partai Demokrat (PD), Rachland Nashidik.


Penjelasan Rachland Nashidik ini dalam konteks untuk membalas sindiran Kivlan Zen yang sebelumnya menyebut SBY sebagai orang yang licik. Menurutnya, seorang "kunyuk" tak pantas menilai SBY, yang merupakan Presiden ke-6 RI. 


"Masa kunyuk mau menilai manusia, presiden ke-6 RI pula, yang jauh melebihinya dalam hal apa pun?" katanya. 


Lebih jauh lagi, menurut Rachland, pernyataan sebangsa kunyuk itu tidak pantas didengar dan tidak penting, sehingga tidak perlu ditanggapi serius.


Saling ejek dan tuding diantara Kivlan Zen dan SBY ini belakangan memang lagi memanas. Hal itu berawal dari adanya tuduhan "setan gundul" yang diungkapkan oleh Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief. 


Ini sekaligus menandakan adanya perpecahan yang dalam diantara koalisi Prabowo-Sandi. Tak bisa disangkal lagi, perpecahan itu pun semakin jelas terlihat. 


Lebih terlihat lagi, saat anggota koalisi Prabowo-Sandi itu saling serang untuk menjatuhkan satu sama lain. Seperti saling ejek antara Kivlan Zen dan SBY ini. 


17 April 2019 kemarin adalah tapal batas kerjasama Partai Demokrat dan koalisi 02. Pasca itu, mereka terus bertengkar karena kepentingannya sudah berlainan.


Diakui atau tidak, mereka itu memiliki kepentingan masing-masing, sehingga adu sindir untuk "saling membunuh" citra lawan di dunia politik itu harus dilakukan. Begitulah epos politik dari koalisi Prabowo-Sandi yang saat ini perlahan akan menuju senja.

Terbongkar! Sumber Data Klaim Menang 62 Persen Kubu Prabowo-Sandi Ternyata dari SMS, Yakin Valid?

Meski telah mengklaim menang 62 persen, tetapi tak banyak yang tahu bagaimana hasil real count internal BPN Prabowo-Sandi. Termasuk soal metodologi pengumpulan suara dan tempat penghitungan suaranya. 


Semuanya serba misteri dan ditutup-tutupi. Hal inilah yang menimbulkan keraguan dalam benak publik. 


Tetapi baru-baru ini, misteri cara pengumpulan suara dari real count a la Prabowo-Sandi ini mulai terkuak. Tak dinyana, penghitungan real count BPN 02 itu ternyata hanya menggunakan sistem SMS yang dilakukan oleh timses BPN 02. 


Adalah, Prof. Laode sebagai otak dari penghitungan perolehan suara untuk Prabowo-Sandiaga tersebut. Hal ini terbongkar dari wawancara politisi Partai Berkarya, Vasco Ruseimy dengan Prof. Laode yang menyajikan penjelasan itu lewat channel YouTubenya yang bernama Macan Idealis.


Di kesempatan itulah, Vasco menanyai dan mendengarkan penjelasan dari sosok yang disebutnya sebagai "otak" di balik data penghitungan yang dimiliki tim Prabowo-Sandi.


Di bagian awal setelah basa-basi, ketika Vasco langsung menanyai soal kontroversi data persentase kemenangan itu, dia langsung memberikan penjelasan, salah satunya yaitu bahwa bahwa basis klaim kemenangan itu adalah sistem yang menggunakan SMS.


Cara penghitungan suara via SMS ini tentu saja membuat dahi kita berkerut. Karena dengan seperti itu, bagaimana kita menguji kevalidan data yang disajikan oleh mereka. 


Pelaporan melalui SMS tentu saja tak akan bisa menyertakan formulir C1. Bisa saja itu dikarang oleh oknum yang mengirimnya, sehingga data yang diperoleh tidak tepat.


Di era kiwari ini, Prabowo-Sandiaga masih menggunakan SMS, sehingga wajar jika input data yang dihasilkan terkesan ngawur dan melenceng jauh dari Situng KPU.


Mengingat menurut perhitungan Situng KPU per 11 Mei 2019 Jokowi-Maruf Amin masih unggul dibandingkan Prabowo-Sandi. Pasangan 01 itu unggul 56,30 persen dibandingkan 43,70 persen milik 02. 


Dengan demikain, klaim kemenangan 62% dari kubu 02 itu tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena metode yang digunakan tidak bisa dijadikan rujukan dalam menghitung perolehan suara Pemilu 2019 itu tidak memadai. 


Penggunaan SMS untuk menghitung suara di Pemilu 2019 itu mirip dengan ajang pencarian bakat, bukan sebuah Pemilu. Hal ini menunjukkan betapa kubu 02 sangat memaksakan kemenangan dengan cara yang tidak masuk akal.


Melihat itu, kamu lebih percaya perhitungan KPU yang menggunakan formulir C1 asli, atau kubu Prabowo-Sandi yang jadul dengan metode SMS? 


Kalau berpikir waras, harusnya lebih mempercayai perhitungan KPU. Entah bila sudah bernafsu berkuasa hingga melupakan akal sehat.

Senin, 06 Mei 2019

PAN Logis dan Taktis, Kemungkinan Besar akan Berbalik Dukung Jokowi

Meski masuk ke dalam koalisi Prabowo-Sandi, namun faktanya tak semua petinggi Partai Amanat Nasional (PAN) turut memilihnya. Mereka yang berbeda pilihan itu salah satunya adalah Wakil Ketua Umum, Bara Hasibuan. 


Dan menariknya itu dianggap wajar saja oleh para petinggi PAN lainnya. Hal ini berdasarkan pengakuan Bara Hasibuan ke media. 


Saat rapat internal bersama Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, Bara mengaku tak ada teguran terkait sikap politiknya. Kendati ada petisi yang menuntut dia dipecat dari PAN. Dalam rapat tersebut, Bara mengatakan mereka malah banyak tertawa.


Terkait alasannya mendukung Jokowi, Bara mengatakan hanya mengikuti isi hatinya. Selain dirinya, ada juga Sutrisno Bachir dan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Bahkan Sutrisno Bachir secara terbuka mengampanyekan Jokowi di Jawa Timur.


Kondisi tersebut menunjukkan bahwa koalisi yang digalang Prabowo-Sandi sudah diambang perpecahan. PAN kini sudah bertindak rasional dengan meninggalkan Prabowo dan memilih merapat ke kubu Jokowi sebagai pemenang Pilpres yang sesungguhnya.


Dengan tegas Bara menyatakan bahwa komitmen partainya mengusung Prabowo-Sandi hanya sampai Pilpres dan setelah itu secara resmi pihaknya akan menunggu perhitungan KPU. 


Hal ini menunjukkan bahwa sebagai bagian dari koalisi, PAN tidak mendukung deklarasi kemenangan Prabowo-Sandi dan lebih mempercayai penyelenggaran Pemilu. Kondisi ini tidak seperti BPN yang selalu berupaya mendelegitimasi KPU.


Apa yang dilakukan oleh PAN ini merupakan langkah yang logis dan taktis. Mereka segera memposisikan diri pasca Pilpres, meski tak harus selalu selaras dengan Prabowo-Sandi. Ke depan, kemungkinan besar partai besutan Zulkifli Hasan ini akan merapat ke kubu Jokowi.

Keterlaluan, BPN Prabowo-Sandi Terus Politisasi Petugas KPPS yang Meninggal

Akal sehat dan rasa kemanusiaan semakin hilang dari kubu Prabowo-Sandi. Bayangkan saja, baru-baru ini mereka mengusulkan ke KPU untuk membongkar makam para petugas KPPS yang meninggal saat gelaran Pemilu 2019. 


Usulan "ngawur" itu disampaikan oleh Mustofa Nahrawardaya. Ia mengusulkan pembongkaran makam ini untuk proses autopsi. Ia menilai banyaknya jumlah petugas KPPS yang meninggal itu telah menimbulkan kecurigaan di benak masyarakat.


Senada dengan itu, Wakil Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai banyaknya petugas yang meninggal dunia sebagai hal yang tidak wajar. Pembongkaran makam maka sangat dimungkinkan. 


Menanggapi usulan tersebut, tentu saja, KPU menolaknya. Komisioner KPU Viryan Aziz menilai usulan tersebut kurang manusiawi. 


KPU juga meminta meninggalnya ratusan petugas KPPS itu jangan dipolitisasi. Sebab mereka meninggal karena kelelahan dalam menjalankan tugas negara. Harusnya justru kita beri apresiasi keluarganya. 


Diakui atai tidak, tindakan BPN Prabowo-Sandi itu sudah terlaluan dan sangat tidak bisa ditolerir, konyol dan tidak bermoral. Seharusnya mereka menaruh empati terhadap keluarga yang ditinggalkan. Jika jenazah keluarga mereka sendiri, apakah mereka masih mau makamnya dibongkar untuk sebuah autopsi?


Pun begitu dengan Mustofa dan Fadli Zon, sebagai salah satu elit, sebaiknya mereka jangan sok tau dan berhenti berkoar-koar untuk mempolitisasi petugas KPPS yang sudah meninggal tersebut. 


Kita harus akui bahwasanya kebanyakan petugas KPPS yang meninggal dunia itu adalah orang-orang yang kelelahan. Dengan loading kerja yang luar biasa, mereka akhirnya drop dan meninggal dunia. 


Mereka itu adalah pahlawan demokrasi yang berhasil membuat Pemilu berjalan dengan baik, sehingga nyawanya tidak akan tergantikan dengan uang sebanyak apapun itu. Jangan karena demi kepentingan politik, nyawa orang dibuat main-main.


Oleh karena itu, kejadian ini tidak usah dibawa ke ranah politis.  Stop politisasi jenazah!

Menuju Senja, Eksistensi Prabowo Semakin Dikaramkan oleh Gerakan Suluh Kebangsaan


Citra Prabowo Subianto sebagai pemimpin yang ksatria dan negarawab mulai pudar.  Pasalnya, tingkah lakunya pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ini membuat masyarakat muak dengan drama dan sandiwara politik yang terus dimainkannya. 


Pada dasarnya, masyarakat sudah mulai capek dengan kelakuan Prabowo dan kubunya untuk terus mempertahankan halusinasi klaim kemenangan. Apalagi diantara itu, mereka secara aktif terus memainkan isu curang dan fitnah sana-sini. 


Masyarakat ingin kembali menjalani kehidupan normal seperti dulu, tanpa ada situasi memanas hanya gara-gara pilihan politik yang berbeda.


Hal itu klop dengan apa yang disuarakan dengan kelompok yang bernama Gerakan Suluh Kebangsaan. Para tokoh-tokoh yang tergabung di dalamnya ingin masyarakat Indonesia kembali berjalan normal kembali. Perbedaan politik tak perlu menjadi ajang perpecahan. 


Baru-baru ini, tokoh-tokoh yang tergabung dalam Gerakan Suluh Kebangsaan, seperti Mahfud MD, Keluarga Gus Dur dan tokoh lainnya berkunjung ke Singapura untuk menjenguk dan mendoakan Ibu Ani Yudhoyono. Di momen itu sekaligus bertemu dengan mantan Presiden SBY. 


Mahfud MD, bersama istri Gus Dur, Ibu Sinta Nuriyah Wahid dan anak Gus Dur, Alissa Qotrunnada Wahid, serta Dahlan Iskan, bertemu dengan SBY dalam suasana yang hangat. 


Para tokoh nasional yang tergabung dalam Gerakan Suluh Kebangsaan ini meminta agar SBY tetap berkontribusi bagi bangsa dan negara termasuk dalam menyejukkan suhu politik yang cenderung meningkat saat ini. SBY pun mendukung penuh segala prakarsa dan inisiatif untuk membuat Indonesia lebih baik.


Pertemuan ini memiliki makna lain dalam politik praktis. Pertemuan para tokoh itu sekaligus meredam dan menenggelamkan kubu Prabowo yang terus menerus memanaskan keadaan. 


Bahkan kabarnya, pertemuan itu membuat Prabowo membatalkan rencana kunjungannya ke Singapura untuk menjenguk Ibu Ani Yudhoyono. Konon juga karena tidak dikehendaki oleh keluarga Cikeas. 


Menariknya pada momen tersebut, Ketua Umum Partai Demokrat itu juga meminta semua pihak dapat menahan ego Pemilu 2019. SBY menegaskan pentingnya membuka ruang dialog, terutama yang menyangkut kepentingan bangsa. Ia pun sangat setuju adanya usulan rekonsiliasi pasca pemilu.


SBY juga memberikan saran untuk mencari jalan keluar dari kegaduhan yang ada saat ini, yakni compromise, take and give,  serta win-win solution.


Solusi dari SBY ini berpotensi besar akan semakin menenggelamkan diri Prabowo dan kelompoknya. Karena mereka maunya hanya menang dan membuat Indonesia kacau, bukan ingin membangun bangsa dan negara ini.

Tak Dapat Dukungan, Para Lora dan Gus Pendukung 02 Tolak Rencana People Power Amien Rais


Tak semua orang sepakat dengan gagasan "people power" yang dicanangkan oleh Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Amien Rais. Bahkan penolakan itu datang dari pendukungnya sendiri. 


Hal itu terlihat dari sikap para Lora atau Gus (anak-anak Kiai) se-Madura yang dulunya mendukung Prabowo-Sandi. Mereka menolak people power dan sepakat untuk menjaga perdamaian dan persatuan umat pasca Pilpres 2019.


Adapun pertemuan para Lora dan Gus itu digelar di kediaman Ketua PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di Surabaya, Sabtu (4/5). Pertemuan tersebut diinisiasi KH Mahrus Malik, dari pesantren Jrengoan, Sampang.


Para Lora yang hadir dalam pertemuan menilai perbedaan dukungan dalam Pilpres adalah sebuah rahmat. Sehingga, sekalipun ulama berbeda pendapat di politik, namun pada akhirnya tetap bersatu. 


Selain itu, dengan mempertimbangkan arahan ulama, para Lora juga bersepakat untuk melawan berita hoaks sekaligus provokasi yang memecah belah umat.


Harus disadari bahwasanya Pilpres ini sudah selesai. Pihaknya meminta seluruh santri tetap tenang, termasuk tidak mengikuti gerakan People Power yang digagas oleh Amien Rais. 


Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Gus Abdurrozaq Sholeh dari Pesantren Bahrul Ulum, Jombang. Dia mengaku dulunya adalah pendukung utama 02, tapi tidak akan mendukung gerakkan Amien Rais. 


Menurutnya, para para Gus dan Lora itu hanya akan ikut gerakkan dalam kendali kiai, bukan Amien Rais. Ini akan lebih mendekatkan pada jalan keselamatan.  


Berikut kesepakatan yang ditorehkan oleh para Lora dan Gus se-Madura tersebut: 


1. Melihat perbedaan ini sebagai rahmat, bahwa ulama meski berbeda pendapat tetap bersatu.


2. Sesuai arahan ulama, kami bersepakat untuk memperkokoh ukhuwah menjaga persatuan dalam rangka mengawal akidah aswaja, kepentingan santri, ummat dan memakmurkan rakyat.


3. Kami sepakat melawan berita hoax, provokasi yang memecah belah ummat. Kami hanya akan mengikuti gerakan yang direstui dan dikendalikan oleh para kyai.


4. Sepakat mengembangkan virus kebaikan dan kedamaian dalam menyambut bulan Ramadhan.


5. Akan bertemu kembali dalam beberapa hari ke depan untuk menindaklanjuti hasil pertemuan ini.


Adanya kesepakatan para Lora dan Gus di atas membuktikan bahwa rencana people power yang digagas oleh Amien Rais tersebut ditentang oleh masyarakat, termasuk oleh pendukungnya sendiri. 


Hal itu disadari karena people power hanya akan menambah panasnya situasi, serta penuh dengan ambisi pribadi yang akan mengorbankan rakyat. Yang lebih penting lagi, people power hanya akan membuat perpecahan bangsa. Inilah yang tak diinginkan oleh para Kiai, Lora dan Gus.

Minggu, 05 Mei 2019

Ingin Pecah Belah Bangsa Indonesia, Lawan dan Tolak Provokasi Rizieq Shihab!


Provokasi dan ujaran kebencian terus disebarluaskan oleh Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab. Termasuk pada momen Pilpres 2019 ini.

Meski tinggal di Arab Saudi, HRS terus memprovokasi rakyat bahwa Pemilu 2019 ini penuh dengan kecurangan.

Tak hanya itu, Ia juga meminta KPU untuk menghentikan penghitungan suara dan mendiskualifikasi pencalonan Jokowi-KH. Ma'ruf Amin, serta segera melantik Prabowo-Sandiaga sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024.

Menanggapi itu, masyarakat sebaiknya memang jangan mudah terprovokasi dengan upaya memecah belah bangsa yang dilakukan pimpinan FPI tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Politisi PDI Perjuangan H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH. MH.

Bila melihat rekam jejaknya, Rizieq memang kerap memprovokasi dan sejak lama selalu menebar kebencian dengan ucapan kontroversialnya.

Misalnya, dia pernah menghina Presiden Jokowi, melecehkan Pancasila, dalam ceramah agamanya sering mengangkat isu SARA yang telah melukai perasaan umat Nasrani, umat Hindu di Bali, budaya Sunda dan banyak lagi pernyataan kontroversialnya.

Hal itu menunjukan bahwa Rizieq Shihab tidak memberikan teladan yang benar bagi umat Islam. Siasatnya selalu saya, yaitu sembunyi di balik agama untuk menarik simpati umat Islam, padahal hal tersebut dapat menghancurkan negara.

Hal itu menunjukkan Rizieq Shihab hanya mengutamakan kepentingan kaumnya, dibandingkan kepentingan yang lebih besar. Untuk itu, masyarakat jangan terprovokasi atas ucapan kebencian yang dilontarkannya.

Mari kita berpikir waras dengan menggunakan akal sehat.


Rabu, 01 Mei 2019

Awas! Maklumat Habib Rizieq Shihab Bentuk Hasutan dan Tindak Pidana


Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab membuat sebuah maklumat yang meminta umatnya untuk mengepung Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum. Pernyataan itu merupakan bentuk provokasi dan melanggar pidana. 


Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita.


Menurutnya, maklumat Mekkah Habib Rizieq yang mengajak pendukung dan simpatisan Paslon 02 untuk menduduki KPU jauh sebelum hasil hitungan KPU diumumkan merupakan hasutan dan ancaman untuk melakukan tindak pidana dan pelanggaran sistem demokrasi, Pancasila dan UUD 1945.


Pernyataan Rizieq Shihab itu menunjukan adanya niat untuk mendelegitimasi eksistensi pemerintahan dan KPU merupakan pelanggaran terhadap konstitusi NKRI. 


Usaha pendelegitimasian KPU terlihat dari tuduhan curang dan konspirasi secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh pendukung dan simpatisan Paslon 02 terhadap pemerintah dan KPU terkait pelaksanaan pemilu 2019. 


Tuduhan itu dilakukan secara terbuka dan berulang-ulang, tanpa niat baik dilanjutkan dengan mekanisme undang-undang yang berlaku.


Untuk itu, Pemerintah perlu mengambil langkah hukum preventif dan represif terhadap setiap tindak pidana terkait pelaksanaan UU Pemilu dan Pilpres 2019 demi tegaknya hukum dan UUD 1945. 


Yang paling penting, kita jangan sampai mudah terprovokasi atas hasutan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab tersebut. Mereka hanya ingin merusak persaudaraan dan persatuan Indonesia. 


Mari jaga Indonesia dari bahaya perpecahan pasca Pemilu ini.*Awas! Maklumat Habib Rizieq Shihab Bentuk Hasutan dan Tindak Pidana*


Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab membuat sebuah maklumat yang meminta umatnya untuk mengepung Badan Pengawas Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum. Pernyataan itu merupakan bentuk provokasi dan melanggar pidana. 


Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita.


Menurutnya, maklumat Mekkah Habib Rizieq yang mengajak pendukung dan simpatisan Paslon 02 untuk menduduki KPU jauh sebelum hasil hitungan KPU diumumkan merupakan hasutan dan ancaman untuk melakukan tindak pidana dan pelanggaran sistem demokrasi, Pancasila dan UUD 1945.


Pernyataan Rizieq Shihab itu menunjukan adanya niat untuk mendelegitimasi eksistensi pemerintahan dan KPU merupakan pelanggaran terhadap konstitusi NKRI. 


Usaha pendelegitimasian KPU terlihat dari tuduhan curang dan konspirasi secara terstruktur, sistematis, dan masif oleh pendukung dan simpatisan Paslon 02 terhadap pemerintah dan KPU terkait pelaksanaan pemilu 2019. 


Tuduhan itu dilakukan secara terbuka dan berulang-ulang, tanpa niat baik dilanjutkan dengan mekanisme undang-undang yang berlaku.


Untuk itu, Pemerintah perlu mengambil langkah hukum preventif dan represif terhadap setiap tindak pidana terkait pelaksanaan UU Pemilu dan Pilpres 2019 demi tegaknya hukum dan UUD 1945. 


Yang paling penting, kita jangan sampai mudah terprovokasi atas hasutan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab tersebut. Mereka hanya ingin merusak persaudaraan dan persatuan Indonesia. 


Mari jaga Indonesia dari bahaya perpecahan pasca Pemilu ini.