
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengklaim menolak hasil perhitungan suara Pemilu 2019. Penolakan itu disebabkan telah terjadi banyak kecurangan yang merugikan pihaknya pada Pilpres kali ini.
Penolakan itu memiliki konsekuensi yang panjang. Karena sikap Prabowo yang menolak hasil Pemilu 2019 berarti juga tidak mengakui perolehan suara calon legislatif semua partai, termasuk dari Gerindra.
Perlu diketahui, Pemilu 2019 ini dilaksanakan satu paket kegiatan yang dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyelenggara bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari pusat, provinsi hingga tingkat KPPS. Pengawasannya pun dari pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat kelurahan/desa.
Ketika hasil pemilu itu dianggap curang, maka pemahaman itu berlaku paralel, yatu berlaku bagi pemilihan presiden, DPD, DPR RI hingga DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Sehingga pengakuan atau penolakan terhadap hasil pemilu, berarti penolakan terhadap satu paket kegiatan. Bukan hanya penolakan terhadap hasil pilpres, tetapi juga hasil pemilihan DPD dan anggota legislatif dari pusat sampai daerah.
Jika yang ditolak hanyalah Pemilihan Presiden, sedangkan pemilihan legislatif diterima, maka itu disebut ambivalen, inkonsisten dan membingungkan.
Bila kubu 02 menolak hasil Pemilu 2019, maka caleg-caleg dari koalisi Prabowo-Sandi tidak pantas dan tidak patut dilantik anggota DPR RI. Hal itu merupakan konsekuensi lanjutan jika mereka tetap menolak hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Konsekuensi logis itu berlaku bagi Gerindra dan partai koalisi Adil dan Makmur lainnya. Karena pada 2019 ini Indonesia menggelar Pemilu serentak Pilpres dan Pileg.
Logikanya, tidak mungkin yang curang hanya Pilpres, kalau asumsinya curang mestinya curang semua. Jadi bila menolak Pilpres, maka sekaligus menolak hasil Pileg.
Oleh karena itu, KPU bisa saja merekomendasikan untuk tidak melantik mereka yang tidak mengakui hasil pemilu. Diantara itu adalah caleg-caleg dari Partai Gerindra, PKS, PAN, Berkarya dan Demokrat.
Tetapi bila kubu Prabowo hanya mengklaim Pilpres saja yang curang, maka itu sama saja dirinya memiliki sikap yang mendua.
Selama ini pun mereka sudah mendua, karena di satu sisi menolak hasil Pemilu, tapi di saat yang sama terus mengikuti proses perhitungan suara di KPU. Saksi tetap dibiarkan ikut prosesnya, tapi hasilnya sudah dinyatakan akan ditolak.
Keunikan kubu Prabowo ini terjadi karena hanya tidak percaya terhadap hasil Pilpres. Hasil pileg sama sekali tidak diprotes dan tidak ada dugaan adanya kecurangan apalagi bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Padahal, penyelenggara pemilunya sama, dilakukan pada hari yang sama, dengan metode yang hampir sama. Ini logika yang cacat dari kubu Prabowo-Sandi.
Jadi bila BPN Prabowo-Sandi menolak hasil Pilpres, maka tolak juga dong hasil Pileg. Kalau menang saja tidak teriak curang, tetapi kalau kalah langsung koar-koar curang. Sudah dewasa kok seperti kanak-kanak, memang situ anak TK?