Ada yang lucu dengan klaim kemenangan Prabowo-Sandi. Betapa tidak, bahkan mereka "mencla-mencle" dan tak yakin dengan angka kemenangannya sendiri.
Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi telah mengklaim meraih kemenangan Pilpres berdasarkan hasil penghitungan internal mereka. Beberapa waktu lalu, mereka cukup yakin akan menang dengan 62 persen suara.
Namun tak lama kemudian, angka kemenangan itu ternyata berubah. Mereka tak lagi menyebut angka 62 persen, tetapi turun menjadi 54,24 persen.
Hal itu berdasarkan penghitungan berbasis form C1 yang dikumpulkan BPN sejauh ini. Menurutnya, pasangan capres-cawapres nomor urut 02 itu meraih kemenangan dengan meraup 54,24% suara, sementara pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin meraih 44,14% suara dan suara tidak sah 1,62%.
Dari perubagan angka tersebut jelas ada keanehan dalam metode perhitungan suara BPN. Sebab tidak mungkin error perhitungan itu mencapai di atas 7%. Sementara metode survei ilmiah margin-of-error hanya di kisaran 2%.
Entah apa maksudnya, mungkin BPN memiliki metode perhitungan khusus yang hanya berlaku untuk Prabowo-Sandi, tetapi tidak untuk Jokowi-Ma'ruf.
Kalau BPN ditanya siap mengadu data, maka keaslian dan keabsahan data tersebut patut diragukan. Karena hasilnya berbeda jauh dengan perhitungan yang dirilis KPU.
Diakui atau tidak, sejak awal BPN Prabowo-Sandi memang berupaya membangun opini publik bahwa Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019. Makanya mereka menyatakan klaim kemenangan mendahului KPU.
Sehingga jika pasangan Jokowi-Ma'ruf yang menang, maka telah ada kecurangan yang akan dibuktikan BPN berdasarkan temuan mereka di lapangan. Inilah strategi mereka untuk mendapatkan kemenangan, entah dengan apapun caranya.
Namun anehnya sampai saat ini mereka hanya koar-koar di media dan tidak mampu membuktikan tudingan yang disampaikan itu. Inilah yang membuat klaim kemenangan kubu 02 itu belum bisa dianggap absah dan dipercaya publik.
Segala daya upaya yang dilakukan BPN Prabowo-Sandi untuk mengklaim kemenangan sepihak, menuding KPU curang, dan menolak hasil perhitungan KPU justru telah mencederai demokrasi dalam negeri.
Mereka itu telah merusak "politik yang beradab", dimana mengedepankan etika dan kedewasaan berpikir. Baru kali ini kita punya kandidat yang tak mau menerima kekalahan, malah mengklaim menang dengan perhitungannya sendiri. Aneh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar