Selasa, 30 Juli 2019

Tak Punya Prestasi, Pendukung Anies Baswedan Goreng Isu Bus Mangkrak



Kabar mengenai bus-bus TransJakarta yang mangkrak di era kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok banyak beredar di media sosial. Buzzer-buzzer 'peliharaan' Gubernur Anies Baswedan terlihat suka sekali menggoreng isu ini.

Lantas, seperti apa kronologi bus-bus tersebut bisa mangkrak dan terbengkalai seperti itu?

Kalau dicermati serius sebenarnya bus-bus itu tak ada kaitannya dengan Ahok maupun Pemprov DKI Jakarta di masanya. 

Sebab, bus-bus itu adalah bus-bus tersebut merupakan aset dari PT Adi Teknik Ecopindo yang berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga dinyatakan sebagai PT yang pailit. 

Hal ini dibenarkan oleh Camat Dramaga Adi Henriyana. Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor sendiri adalah lokasi dimana bus-bus tersebut mangkrak saat ini. 

Camat Dramaga mengatakan, kepemilikan ratusan bus itu diketahui dari hasil penelusuran pihaknya setelah mendapatkan laporan warga. 

Hal itu juga ditandai dengan informasi yang ditempel di kaca bus bertuliskan "Budel Pailit PT. Putera Adi Karyajaya (Dalam Pailit) sesuai putusan perkara no.21/PDT.SUS-Pailit/2018/PN. Niaga.jkt.pst, tertanggal 20 September 2018 dalam pengawasan kurator dan pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat".

Dengan begitu, bisa dipastikan bahwa bus-bus yang mangkrak itu tak ada kaitannya dengan Pemprov DKI dan Ahok. 

Fakta yang terungkap ini membantah 'gorengan' isu-isu yang disebarkan oleh buzzer-buzzer pendukung Anies Baswedan. Mereka itu adalah golongan yang hatinya sudah terbungkus dengan kebencian, sehingga rela memutarbalikkan fakta dan menyebarkan fitnah demi mendiskreditkan Ahok. 

Mungkin mereka sadar bahwa Gabener Anies yang diusungnya itu tidak mampu bekerja dan tidak memiliki prestasi apa-apa. Sehingga berupaya mengalihkan perhatian masyarakat agar tetap menghujat Ahok tanpa melihat kecacatan yang hakiki dari seorang Anies Baswedan.

Kita harusnya jangan mudah percaya dengan narasi sesat seperti di atas. Periksa ulang setiap informasi untuk memastikan kebenaran setiap informasi yang kita terima.

Lagi-Lagi FPI Fitnah Pemerintahan Presiden Jokowi, Sudah Pantas Dibubarkan!




Lagi-lagi, tudingan tak masuk akal dan serampangan diberikan Front Pembela Islam (FPI) kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo. Seperti tak ada habisnya, ormas tersebut terus menyerang pemerintah.

Hal ini seperti terlihat dari pernyataan Juru Bicara DPP FPI Slamet Maarif yang menyebut Jokowi tidak mendapatkan informasi yang akurat dan lengkap tentang FPI. Bahkan Slamet menyebut pemerintahan Jokowi zalim.

Tudingan itu muncul sebagai reaksi atas pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI kemungkinan tak diperpanjang bila ormas itu mengancam ideologi negara.

Tak hanya Slamet Maarif, tudingan sesat FPI kepada pemerintahan Jokowi itu juga datang dari Juru bicara FPI Munarman. 

Lebih keras lagi, dia menilai yang mengancam ideologi Pancasila itu ialah bila pemerintah terus menumpuk hutang dari negara berideologi komunis. 

Tak hanya itu, Munarman juga menyebut diduga pemerintah telah memperbolehkan “impor” besar-besaran tenaga kerja dari Tiongkok masuk ke Tanah Air.

Kita, tentu saja, sangat paham bahwa pernyataan tokoh-tokoh FPI di atas sungguh tidak mendasar. Tudingan mereka ke pemerintah bisa dikatakan hanyalah fitnah belaka.

Di sisi lain, bila ditinjau dari kegiatan FPI selama ini, apa yang diungkapkan oleh Jokowi itu sebuah kenyataan.

FPI memiliki ideologi dan cita-cita untuk mendirikan negara syariat di Indonesia, juga ingin mengganti Pancasila dengan hukum Islam. Secara ideologis, itu sudah bertentangan dengan paham Pancasila dan Bhineka tunggal ika.  

Selain itu, FPI juga sudah banyak bertindak seenaknya sendiri di masyarakat, seperti menggelar razia sepihak, melakukan kekerasan, hingga merusak fasilitas umum. Mereka yang lebih barbar dan kejam, melebihi komunis sebagaimana yang ditudingkan mereka itu sendiri.

Hal itu menunjukan bahwa FPI sebagai ormas kerap membuat kericuhan di masyarakat dan menebar kebencian serta kekerasan. 

Padahal, secara umum, pemerintah selalu terbuka untuk bekerja sama dengan kelompok-kelompok Islam asal tidak bertentangan dengan ideologi negara, sedangkan tujuan FPI salah satunya ialah mendirikan negara khilafah.

Oleh karena itu, lebih baik FPI ini dibubarkan saja. Tak perlu diperpanjang surat izinnya oleh pemerintah. 

Kita ingin Indonesia bisa damai dan tanpa kekerasan, dengan musnahnya FPI dari bumi pertiwi. Masyarakat Indonesia sangat menantikan tersebut.

Tak Membawa Maslahat, FPI Patut Dibubarkan oleh Pemerintah




Wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI) terus berkumandang di masyarakat. Sebagian besar masyarakat merasa kehadiran ormas tersebut tak dibutuhkan oleh negeri ini. 

Seperti diketahui, nasib FPI ada di tangan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Keberlanjutan ormas tersebut tergantung, apakah Kemendagri memberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau tidak.

Hingga kini, surat tersebut belum diturunkan. Lantaran FPI sendiri belum memenuhi syarat yang ditetapkan, sekaligus lagi ditinjau ulang keberadaan ormas tersebut. 

Kalau diperhatikan, desakan pembubaran FPI ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya telah muncul di era SBY juga. 

Desakan tersebut muncul karena FPI dkenal sebagai ormas yang main hakim sendiri (sweeping, persekusi dsb) dan seperti tak tersentuh oleh aparat. 

Namun hingga era SBY berakhir, FPI tak kunjung dibubarkan dan justru berbalik mengancam SBY. Ketidaktegasan pemerintah saat itu dilatarbelakangi oleh faktor sosio-politik yang dikhawatirkan berpotensi menimbulkan perlawanan dari sebagian masyarakat.

Di era pemerintahan Jokowi ini, keberadaan FPI yang semakin terdesak membuat mereka mengubah strateginya. 

Sekarang mereka tidak lagi berteriak soal kemaksiatan dan hal yang berbau agama, namun sudah mulai merangsek ke ranah politik praktis. 

Jika agenda politik mereka berhasil dengan turut serta menjadi legislative, maka kekuasaan FPI akan semakin melebar dan membesar. Inilah yang berbahaya. 

Sebab, agenda utama mereka adalah ingin menerapkan negara syariat Islam, atau wujud lain dari khilafah. 

Untuk itu, demi Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, pemerintah harus bertindak cepat untuk membubarkan FPI ini jika tak ingin digerogoti secara perlahan dari dalam. 

Karena strategi mereka telah masuk ke ranah strategis dengan bermain politik dan menggalang massa di jalan.

Kita bangsa Indonesia tak rela bila ormas radikal seperti FPI ini diberikan tempat di sini. Kehadiran mereka sudah meresahkan masyarakat, juga tak membawa manfaat bagi umat Islam. Oleh karena itu, sudah sewajarnya dibubarkan. 

Sudahlah, Pak! Bubarkan saja FPI dan organ-organ sejenisnya. Setuju?

Jangan Sampai Kotor, Polri dan Kejaksaan Harus Berani Bongkar KKN di KPK




Meski menjadi lembaga anti rasuah, faktanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bersih-bersih amat. KPK diduga kuat masih menjadi alat bagi pihak-pihak tertentu.

Untuk itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta Polri dan Kejaksaan membongkar dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Lembaga Antirasuah harus benar-benar bersih sebelum menuntaskan praktik rasuah di tanah air. Sehingga KPK tidak menjadi ‘sapu kotor’ yang hendak membersihkan korupsi di negeri ini

Jika menjadi ‘sapu kotor’, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan bisa menjadi lembaga yang gagal total dalam pemberantasan korupsi. Padahal tujuan utama, misi pembentukan (KPK) jadi pemberantas korupsi yang benar-benar bersih.

Pernyataan Neta di atas bukan tanpa alasan. Pasalnya, Dari hasil audit BPK tersebut, IPW menduga ada enam potensi KKN di KPK. 

Pertama, adanya kelebihan gaji pegawai KPK yaitu pembayaran terhadap pegawai yang melaksanakan tugas belajar, berupa living cost namun gaji masih dibayarkan, total sebesar Rp 748,46 juta. 

Kedua, realisasi belanja perjalanan dinas biasa tidak sesuai ketentuan minimal, ketiga perencanaan pembangunan gedung KPK yang tidak cermat sehingga terdapat kelebihan pembayaran Rp 655,30 juta, keempat aturan pengangkatan pegawai tetap KPK yang telah memasuki batas usia pension (BUP) tidak sesuai dengan PP No. 63/2005.

Kelima, keterlambatan penyelesaian 8 paket pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 2,01 M, kemudian 29 pegawai/penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asal sistem pelelangan barang sitaan KPK yang harganya sangat rendah di luar batas kewajaran dan cenderung tidak transparan. 

Keenam dugaan potensi KKN di KPK dapat mengganggu kredibilitas, integritas dan proefsionalitas KPK.

Kita patut mendorong KPK agar menjadi lembaga yang bersih. Jangan sampai lembaga anti rasuah ini justru menjadi alat negara yang kotor.

Bawa Kepentingan PA 212, Dahnil Merapat ke Prabowo



Dahnil Anzar Simanjuntak kini resmi menjadi juru bicara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Dengan peran baru tersebut, Dahnil akan membantu Prabowo menyampaikan pernyataan kepada media.

Tak hanya itu, Dahnil Anzar Simanjuntak juga resmi bergabung dengan Partai Gerindra.

Meski tak terlalu penting, namun bergabungnya Dahnil sebagai Jubir Prabowo tersebut patut diwaspadai. Karena Dahnil bisa saja membawa kepentingan pendukung Rizieq Shihab ke Gerindra.

Mengingat Dahnil salah satu figur buruk yang sering melontarkan pernyataan sinis dan mendiskreditkan Jokowi.

Kehadiran Dahnil Anzar Simanjuntak di Gerindra dapat merusak simpatik masyarakat terhadap Prabowo dan Gerindra yang telah membangun komunikasi intensif dengan Jokowi. 

Karena Dahnil sangat melekat dengan kelompok PA 212, bahkan dia yang mencetuskan kepulangan Rizieq Shihab dari Indonesia sebagai syarat rekonsiliasi. Padahal, Gerindra mengklaim sebagai partai merah putih atau partai nasionalis. 

Bagaimanapun, kehadiran Dahnil Anzar Simanjuntak di tubuh Gerindra akan membawa malapetaka jika tidak diwaspadai. Terlebih kini diplot menjadi juru bicara Prabowo yang sulit dibantah pernyataannya oleh petinggi Gerindra yang lain.

Begitulah panggung politik di tubuh Gerindra. Peran berubah dengan sangat cepat seiring dengan kepentingan yang saling kelit kelindan.

Kamis, 25 Juli 2019

Awas! Lembaga Donasi untuk Teroris Dunia, Buntut Kerjasama Bukalapak dengan ACT




Kerjasama platform belanja digital Bukalapak dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) akhirnya menuai kontroversi publik. Pasalnya, lembaga penyalur amal itu diduga memiliki kaitan erat dengan jaringan teroris internasional.

Ahmad Zacky selaku founder Bukalapak berkilah bahwa donasi ACT digunakan untuk memajukan pendidikan di daerah timur Indonesia. 

Padahal nyatanya, dari situs ACT sendiri memiliki tujuan membantu kemanusiaan di Palestina, Suriah dan korban bencana alam di Indonesia. Tidak ada tujuan untuk bidang pendidikan sama sekali. 

Sebagaimana diketahui, Ahyudin selaku pemilik ACT ini pernah tertangkap memiliki afliasi dengan  Indonesia Humanitarian Relief (IHR) milik Bachtiar Nasir yang juga terkait dengan lembaga donasi Insani Yardim Vakfi (IHH) di Turki. 

Salah satu media Eropa yang pernah meliput di Suriah pasca kekalahan pemberontak ISIS menemukan bantuan IHR di kamp pemberontak. IHH juga dituduh menyuplai amunisi dan senjata tajam untuk pemberontak Suriah.

Jadi bila dirunut, lembaga amal ACT ini memiliki kaitan dengan jaringan pendanaan dan bantuan kepada teroris dunia yang mengacaukan Suriah dan negara-negara Timur Tengah lainnya. 

Sejumlah yayasan penggalang dana dalam negeri yang dicurigai untuk membantu para pemberontak timur tengah dan ISIS, antara lain :
a. Aksi Cepat Tanggap (ACT)
b. Indonesia Humanitarian Relief (IHR)
c. Sinergi Foundation (SF) 
d. Forum Indonesia Peduli Suriah (FIPS)
e. Sahabat Al Aqsha (SA) 
f. Rumah Zakat (RZ) 
g. IHH (Insani Yardim Vakfi)
h. Yufid TV/Radio Rodja dan Peduli Muslim 
i. Misi Medis Suriah (MMS) 
j. Dana Peduli Umat Daarut Tauhid

Dengan begitu, kita sebaiknya tak sembarangan dalam menyalurkan amal. Pilih lembaga yang benar-benar kredibel dan kompeten dalam menyalurkan bantuan sosial.

Akan lebih baik bila kita menitipkan donasi ke luar negeri melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) maupun lembaga organisasi resmi yang ditunjuk pemerintah. Bisa dipastikan bantuan itu akan tepat sasaran.

Atau lebih baik lagi, kalau kita memberikan donasi langsung ke anak yatim piatu, masyarakat miskin dan masjid atau tempat ibadah lain di sekitar kita. Karena amal sedekah yang lebih baik adalah untuk tetangga dan lingkungan sekitar terlebih dahulu. 

Yuk, cerdas dalam beramal.

Hoaks Lagi, Prabowo-Sandi Sudah Kalah dan Tak Akan Dilantik Menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI



Meski Prabowo-Sandi telah mengakui dan mengucapkan selamat atas kemenangan Jokowi-KH. Maruf Amin, tetapi narasi bohong (hoaks) juga belum hilang. Peredaran kabar yang menyesatkan itu masih masif di media sosial.

Seperti baru-baru ini beredar isu “Oktober 2019 Prabowo-Sandi Dilantik”, sebagaimana diunggah akun Ibho Adji atau @ibho.adji di Facebook. Postingan itu mengklaim bahwa Jokowi-Maruf Amin tak bisa dilantik karena ganjalan syarat UUD 1945. 

Menurutnya, sesuai pasal 6 UUD 1945, pasangan terpilih diharuskan menang di 50% wilayah provinsi dan tidak boleh ada suara di wilayah provinsi yang di bawah 20 persen.

Nah, katanya juga, Prabowo tidak menang secara nasional (menurut KPU), tetapi dia menang di 26 provinsi dan tidak ada perolehan suara di bawah 20 persen.

Oleh karena itu, MPR RI akan melantik Prabowo-Sandi pada Oktober nanti, bukan pasangan Jokowi-Maruf Amin. 

Tentu saja, narasi di atas keliru alias tidak benar. Faktanya Jokowi-Ma’ruf telah memenangkan Pilpres 2019 sesuai dengan aturan MK No.50/PUU-XII/2014 terkait kemenangan pasangan Capres dan Cawapres dengan dua pasang calon, suara terbanyak, dan satu putaran.

Selain itu, pernyataan @ibho.adji yang menyebut Prabowo-Sandi menang di 26 provinsi, juga salah. Sebab faktanya Prabowo-Sandi hanya menang di 13 provinsi, sementara Jokowi-Ma’ruf menang di 21 provinsi. 

Kemenangan Jokowi-Ma’ruf dengan suara terbanyak pun telah ditetapkan KPU setelah MK menolak gugatan Prabowo-Sandi. Jadi, tak ada opsi lain bagi MPR RI untuk tidak melantik pasangan Jokowi-Maruf Amin. 

Pendukung capres-cawapres yang tolol seperti Ibho Adji atau @ibho.adji ini adalah pendukung yang halu dan cara berpikirnya tidak waras. 

Padahal junjungannya sudah legowo dan menerima kekalahan mereka, hingga berencana menghadiri pelantikan Jokowi-Ma’ruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2019 -2024 oleh MPR RI pada 20 Oktober nanti. 

Tetapi ternyata pendukungnya masih belum bisa move on. Halo bro, sehat?

Penuh Senyum dan Tawa, Pertemuan Prabowo dan Megawati Menjadi Simbol Persatuan Bangsa



Suasana keakraban menyelimuti pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. Pertemuan yang digelar pada Rabu (24/7) itu dihiasi senyum dan tawa. 

Ketua Umum Partai Gerindra itu tiba di kediaman Megawati Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat sekitar pukul 12.30 WIB. Ia didampingi Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dan Ketua DPP Partai Gerindra Edhy Prabowo. 

Setelah turun dari mobilnya, Prabowo disambut oleh politikus PDI Perjuangan yang juga anak dari Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo.

Keduanya berbincang sebentar sebelum menyapa awak media. Senyum dan tawa tampak tidak lepas dari wajah seluruh orang di dalam pertemuan itu.

Tampak hadir pula dalam penyambutan itu Kepala BIN Budi Gunawan dan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.

Meski mengaku tidak membahas soal koalisi dalam pertemuan tersebut, Megawati Soekarnoputri mengatakan, dalam ketatanegaraan Indonesia, tidak mengenal istilah koalisi dan oposisi. 

Menurutnya, Indonesia ini adalah negara gotong royong. 

Meskipun demikian, mantan Presiden RI ke-5 itu mempersilakan bila ada perbedaan pilihan politik. Tetapi setelah itu bersatu kembali sebagai bangsa Indonesia.

Perbedaan pendapat tersebut bisa diselesaikan dengan dialog bersama. Pertemuan antara Megawati dan Prabowo itu sekaligus menunjukkan pihak yang berbeda pendapat bisa bersatu dalam dialog bersama.

Kalau para elit saja bisa bertemu, mari kita rajut kembali persaudaraan dan kerukunan diantara masyarakat. Perbedaan politik dalam Pilpres adalah hal yang wajar, dan tak perlu menjadi ajang perpecahan. 

Setuju?

Kritik Program Para Pendahulu tapi Dipamerkan ke Luar Negeri, Plin-Plan ala Gabener Anies?



Kalau ada politisi yang bermulut paling licin, nama Anies Baswedan patut dipertimbangkan. Dia adalah tokoh yang bisa berkata-kata lancar dan meyakinkan, meskipun kerap tidak konsisten alias plin-plan.

Misalnya, apa yang dilakukan oleh Anies kala menjadi pembicara dalam acara Cosmos Club di Washington, Amerika Serikat ini. Dalam acara tersebut, Anies diberikan kesempatakan untuk memaparkan perkembangan kondisi di Jakarta.

Tanpa malu-malu, Anies menyebut sejumlah kemajuan yang telah dikerjakan oleh pemerintahan Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Di acara tersebut, Anies memamerkan beberapa ikon kemajuan kota Jakarta, seperti MRT, LRT hingga program normalisasi sungai, termasuk dengan pembangunan infrastruktur. 

Tak hanya itu, Anies juga memaparkan program 'Elevated Loopline' milik pemerintah pusat. 

Padahal beberapa waktu lalu, Anies kerap mengkritik sejumlah program tersebut. Misalnya, dia mati-matian tak mau melakukan normalisasi sungai di Jakarta sebagaimana dikerjakan oleh Gubernur Ahok.

Anies juga pernah mengkritik bahwa pembangunan di era Jokowi dan Ahok jangan hanya benda mati untuk swafoto, namun sekarang mendadak diklaim demi sebuah pengakuan dari negara lain. 

Anies juga pernah menuding bahwa LRT dan MRT sebagai penyebab macet dan banjir, namun kedua program infrastruktur tersebut juga diklaimnya ketika menjadi pembicara di Amerika Serikat.

Dia selalu mengkritik program orang lain, tetapi ketika ditanya soal kemajuan Jakarta, dia menampilkan itu. Hal ini bukankah sama saja Anies nebeng nama di program orang lain? 

Seharusnya Anies Baswedan itu berani memamerkan programnya sendiri, seperti grebek sampah atau keruk sampah pakai tangan, program becak masuk Jakarta (lagi), hingga pembuatan trotoar yang berakhir ditempati PKL. 

Bukan malah memamerkan program orang lain yang dikritiknya. Apalagi turut mendompleng dari kebijakan pendahulunya. Hal ini menunjukan sisi curang dirinya dan tak mencerminkan ciri seorang negarawan.

Anies Baswedan bertindak semaunya sendiri sesuai dengan kepentingan dan kesempatan. Dia itu tipe politisi super-oportunis. 

Karena itu, Anies ini lebih layak disebut sebagai ahli kata-kata daripada ahli tata kota. Kerjanya hanya mengklaim keberhasilan orang lain, tanpa menciptakan prestasi pada kepemimpinannya.

Oknum Taliban Kuasai KPK, Kasus Getah Getih Aman



Dugaan korupsi di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sangat mudah dikenali oleh awam. Terutama terkait dengan kasus instalasi getah getih yang lagi ramai dibicarakan publik.

Pasalnya, seniman pembuat instalasi bambu Getih Getah—yang baru dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta setelah dipajang 11 bulan— itu menyebut biaya produksi patung tersebut tidak sampai Rp 300 juta. 

Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan harga keseluruhannya Rp 550 juta. Hal ini secara gamblang disebutkannya dalam sejumlah acara publik.

Tetapi setelah dikonformasi, Anies terlihat bingung. Dia mengatakan, akan memeriksa lagi biaya lainnya yang membuat total harga menjadi Rp 550 juta. 

Bagi orang awam, kasus seperti itu sangat gampang bisa disebut korupsi. Soalnya harga sebuah barang/jasa tidak semahal uang dianggarkan. 

Lantas dimana selisihnya? Ya, kemungkinan besar diambil oleh mereka yang berwenang.

Namun pertanyaannya, kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bertindak? Bukankah kasus itu sudah terang di publik?

Mandegnya kerja KPK untuk kasus-kasus tertentu, seperti di DKI Jakarta ini, sepertinya karena adanya pembelahan yang parah dalam lembaga anti rasuah tersebut. 

Diakui atau tidak, di tubuh KPK saat ini terdapat oknum ‘Taliban’ yang bekerja tidak secara professional, independen dan proporsional. 

Oknum tersebut lebih menyasar pada kelompok dan pihak yang dianggap rival atau tidak sesuai dengan paham dan ideologi mereka. Dalam hal ini, Anies Baswedan dianggap sekutu mereka.

Sebaliknya, oknum Taliban yang cenderung bermain politik yang justru banyak menargetkan orang-orang di pemerintahan sekarang.

Makanya, kasus-kasus korupsi seperti kasus getah getih seperti itu aman-aman saja. Kelompok Taliban di KPK itu tak akan mengungkitnya. 

Sehingga, bisa dipastikan bahwa kasus dana patung bambu yang melibatkan Gubernur DKI tak akan pernah tersentuh oleh KPK selama didalamnya masih terdapat oknum Taliban yang tebang pilih.

Ke depan, yang menjadi tantangan pimpinan KPK terbaru adalah soal perpecahan di internal KPK ini.  Tantangan untuk KPK itu adalah bisa bekerja secara profesional, independen dan proporsional. 

Untuk itu, diperlukan ketegasan para komisioner. Jangan sampai ada penyidik atau anggota KPK bermain politik. 

Jangan sampai pula, KPK dijadikan alat balas dendam kelompok politik tertentu untuk membalas lawan-lawan politik mereka dan melindungi kawan-kawan politiknya. 

Semoga KPK dapat sehat kembali dan mampu memberantas korupsi tak terkecuali, termasuk kasus getah getih di Pemprov DKI Jakarta tersebut.

Ganjar Tegas, ASN yang Terpapar Paham Radikal Harus Dipecat



Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintah provinsi yang terindikasi menjadi simpatisan khilafah untuk segera mengundurkan diri.

Apa yang disampaikan oleh kader PDI Perjuangan ini tidak main-main. Ia dengan tegas meminta kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) agar ASN yang terpapar paham intoleransi, mendukung khilafah, dan paham radikal untuk dipecat lebih cepat.

Menurut Ganjar, ASN yang terpapar paham itu akan terus melakukan perlawanan, baik melalui ideologi dan membangun wacana melalui media sosial.

Salah satu contoh konkretnya adalah selalu memanas-manaskan situasi, mengadu domba, menyebarkan hoaks dan mendukung adanya perpecahan di Indonesia.

Ganjar mengaku sudah menemukan salah satu ASN yang terindikasi menjadi simpatisan organisasi terlarang yang mengarah kepada paham radikal.

Hal itu terlihat dari jejak digitalnya, terutama terlihat dari postingan, like dan komentar di akun-akun yang menyebarkan paham khalifah dan radikalisme. 

Apa yang dilakukan Ganjar di Jateng itu sudah benar. Lingkungan pemerintahan memang harus bersih dari paham terlarang sehingga semua ASN baik di pusat maupun di daerah tidak boleh menyimpang dari ideologi Pancasila.

Jika ditemukan ASN yang menyimpang dari Pancasila, harus segera ditindak tegas sesuai UU yang berlaku. Itulah konsekuensi dari menjadi abdi negara.

Jangan maunya makan dari duit negara, tetapi malah memusuhi Pancasila dan NKRI. Betul nggak?

Sabtu, 20 Juli 2019

Awas, PA 212 Dukung Khilafah Tegak di Indonesia pada 2024




Kedok politik Persaudaraan Alumni (PA) 212 akhirnya terbongkar. Mereka ternyata benar-benar berharap pendirian khilafah di Indonesia bisa terwujud. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh plt. Ketua PA 212, Asep Syarifudin. Dalam suatu forum, dia terang-terangan mengharapkan khilafah bisa berdiri tegak di Indonesia pada tahun 2024.

Bahkan, dirinya mengungkapkan FPI sendiri kekinian memunyai Divisi Penegakan Khilafah dan konsep pemerintahan tersebut diajarkan dalam organisasinya itu.

Menurutnya, sistem khilafah adalah solusi. Sebab, sistem demokrasi di Indonesia kekinian hanya bisa melindungi masyarakat, tapi tak aman bagi kedaulatan agama.

Apa yang disampaikan Ketua PA 212 itu menjadi kode keras bagi Pemerintah untuk segera bertindak tegas menumpas pihak-pihak yang mendukung Khilafah. 

Karena secara prinsip, NKRI adalah negara yang berlandaskan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bukan berlandaskan khilfah seperti yang dimimpikan oleh gerombolan ngotot yang mengatasnamakan agama untuk mencapai tujuannya.

Kita justru berharap agar pergerakan PA 212 ini harus segera dihentikan karena mengancam NKRI. Bagaimanapun, PA 212 ini diam-diam bisa merusak keutuhan bangsa. 

Terlibatnya PA 212 dalam kontestasi politik dengan mendukung Prabowo-Sandiaga, menjadi cara PA 212 untuk mensukseskan tujuannya menegakkan khilafah. 

Apalagi, mereka sendiri telah mengakui bahwa Prabowo-Sandi hanyalah alat atau kendaraan politik untuk kepentingannya. 

Jadi, sudah sangat jelas bahwasanya PA 212 dan gerombolannya ini sangat berbahaya dan Pemerintah harus membatasi ruang gerak gerombolan pendukung ideologi terlarang tersebut.

Akhirnya, Amien Rais Turut Dukung Pemerintahan Presiden Jokowi untuk 5 Tahun Mendatang



Tak disangka, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais akhirnya turut mendukung pemerintahan Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan kepada media beberapa waktu lalu.

Bukti adanya dukungan itu terlihat dari ucapan Amien Rais yang memberikan Jokowi-Ma'ruf kesempatan memimpin 5 tahun mendatang.

Ketua Umum DPP PAN itu menilai Amien Rais menggunakan bahasa paling halus untuk menunjukan maksudnya. Yaitu, sifatnya mengajak masyarakat untuk memberikan kesempatan kepada Jokowi dan KH Ma'ruf Amin dalam menjalankan roda pemerintahan. 

Ini substansinya sama dengan mendukung pemerintahan Jokowi. 

Kalau dimaknai lebih dalam dari penggunaan bahasanya, maka ada ajakan untuk turut mendukung dan mendoakan agar Jokowi-KH Ma'ruf Amin sukses memimpin Indonesia agar menjadi lebih baik, adil, dan sejahtera.

Kita patut bersyukur bila Amien Rais akhirnya luluh dan mau mendukung pemerintahan Jokowi. Hal ini menjadi kesematan bagi kita untuk merajut kembali persatuan dan kesatuan bangsa.

Tak perlu lagi ada cebong dan kampret, mari kita bangun Indonesia secara bersama-sama. Setuju?

Fokus Pemerintahan Presiden Jokowi, UMKM Didorong Memasarkan Produk secara Online



Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat fokus untuk mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia. Berbagai hal diusahakan agar pelaku ekonomi ini dapat berkembang dan menjadi tulang punggung perekonomian negara.

Salah satu usaha itu terlihat dari upaya Bank Indonesia (BI) mendorong pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia bisa bersaing di pasar global. 

Bank sentral itu telah sepakat untuk mengakselerasi UMKM di pasar global melalui fasilitasi, peningkatan kualitas produk UMKM sesuai dengan negara tujuan ekspor, kemudahan prosedur ekspor berikut pemahaman regulasi dan prosedur dimaksud serta program pendampingan dan pelatihan. 

Selanjutnya, peningkatan pemahaman tatacara dan prosedur pembiayaan ekspor, dan pemanfaatan platform digital untuk memperluas pemasaran.

Bank Indonesia (BI) bersama penyedia platform digital juga akan bersinergi mendukung kesiapan UMKM Binaan dan Mitra BI untuk memasarkan produk secara online untuk memperluas akses pasar UMKM.

Hal tersebut dilakukan melalui program persiapan pemasaran online UMKM BI (On Boarding) dan fasilitasi penyediaan platform dan/atau pelatihan pemasaran berbasis digital oleh penyedia platform digital.

UMKM On Boarding adalah proses penyesuaian pelaku UMKM untuk masuk sebagai penjual di pasar online dan menyesuaikan diri dengan mekanisme yang berlaku di lingkungan marketplace tempat UMKM tersebut berbisnis.

Adanya pemasaran produk UMKM secara online, maka masyarakat luas akan lebih mengenal produk UMKM sehingga meningkatkan demand terhadap produk lokal dan rakyat lebih sejahtera. 

Pemasaran produk UMKM secara online juga akan meningkatkan gairah perekonomian nasional. Daya saing bangsa dengan negara lain akan meningkat dan keberadaan produk lokal di dalam negeri dan luar negeri semakin banyak bahkan dapat mengejar peredaran produk luar di dalam negeri. 

Program tersebut membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi memang memiliki visi untuk mengefektifkan perkembangan teknologi dalam mendukung kebangkitan perekonomian nasional. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi berkomitmen membantu perkembangan UMKM yang tidak hanya dengan mendorong pemasaran secara online, namun juga membantu permodalan hingga membuat aturan mengenai Hak Desain Industri.

Kita sangat mendukung prioritas program Presiden Jokowi untuk meningkatkan UMKM tersebut. Ke depan, semoga program ekonomi kerakyatan tersebut bisa ditingkatkan agar bisa menjadi kekuatan bangsa.

Prabowo dan Gerindra Tetap Jadilah Oposisi yang Kritis




Peta partai koalisi pro pemerintah dan oposisi masih belum jelas. Pasalnya, ada beberapa partai pendukung Prabowo-Sandi yang dikabarkan bakal bergabung di kabinet Jokowi-Ma’ruf.

Namun, partai-partai yang dahulu melawan Jokowi sebaiknya tetap menjadi oposisi saja. Hal itu untuk menjamin agar sistem demokrasi dapat berjalan sehat di Indonesia.

Kehadiran oposisi sangat diperlukan untuk melakujan check and balance agar pemerintahan dapat berjalan sesuai jalurnya. 

Inilah alasannya agar Prabowo sebaiknya tetap menjadi oposisi untuk memberikan memberikan kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah.

Kita harus sadar bahwa suatu pemerintahan yang demokratis itu selalu membutuhkan partai penyeimbang yang berada di luar pemerintahan. 

Oleh sebab itu, Gerindra kita harap tetaplah menjadi oposisi pemerintah dan menjadi "sparring partner" yang kritis untuk membangun Indonesia bersama Pemerintah. 

Bagaimanapun, Prabowo harus mengambil posisi terhormat dan mulia sebagai oposisi untuk melanjutkan perang terhadap Jokowi – Ma’ruf. 

Namun, tentunya bukan perang seperti tahun-tahun yang lalu, melainkan perang untuk melawan penyimpangan yang mungkin dilakukan Pemerintah. 

Jadilah oposisi, tetapi oposisi yang benar. Kelompok yang kritis pada substansi dan tidak sibuk menjelek-jelekan, apalagi menghina pemerintah. 

Kritis dan menghina tentu saja berbeda. Kita harap seperti itu.

Pemimpin OPM Menerima Penghargaan di Inggris, Tak Penting dan Tak Usah Terlalu Direken!



Perlawanan segelintir orang yang ingin memisahkan Papua dari Republik Indonesia terus berlanjut. Upaya diplomasi mereka ke dunia internasional masih terus dilakukan, meskipun hal itu tidak membuahkan hasil.

Baru-baru ini, pemimpin Organisasi Papua Merdeka (OPM), Benny Wenda, diberi penghargaan Freedom of the City oleh Dewan Kota Oxford, Inggris. Hal itu dianggap sebagai salah satu upaya diplomasi mereka mencari perhatian dunia internasional.

Meskipun demikian, dunia internasional pada dasarnya masih mendukung Papua sebagai bagian dari NKRI. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menkopolhukam, Jenderal (Purn) Wiranto.

Menurutnya, melalui penghargaan tersebut, Benny Wenda sedang mencari perhatian dunia internasional. Dan hal ini selalu dilakukan setiap tahunnya, sehingga tidak perlu diambil pusing.

Karena hingga saat ini, pemerintah resmi Inggris masih menyatakan bahwa mereka mengakui Papua sebagai bagian dari Republik Indonesia. 

Selain itu, kerajaan Inggris juga menyatakan bahwa Dewan Kota Oxford sama sekali tidak mewakili pandangan pemerintah secara resmi. 

Dengan begitu, penghargaan yang diberikan kepada Benny Wenda itu jelas bukan sikap resmi dari Pemerintah Inggris.

Pada dasarnya, penghargaan itu telah diberikan kepada orang yang salah. Karena Benny Wenda justru menjadi pelaku dan pendukung penggunaan kekerasan dalam pencapaian tujuan politiknya, serta telah banyak bukti yang mengaitkan Benny Wenda dengan berbagai kekerasan bersenjata di Papua.

Ia telah mencoba beberapa cara diplomasi seperti membawa resolusi rakyat Papua ke PBB tetapi gagal. Ia juga memanfaatkan negara-negara Pasifik ataupun cara-cara yang dapat menarik perhatian dunia internasional, namun juga gagal. 

Oleh karena itu, sebaiknya Pemerintah Indonesia tidak perlu memperhatikan hal tersebut. Tak usah direken saja rengekan bocah nakal yang sudah menjadi warga negara asing tersebut.

Sebab, bila diperhatikan justru akan memberikan ruang kepada Benny Wenda untuk bermanuver melalui cara-cara diplomasi internasional. Itu justru merugikan bagi kepentingan negara.

Kita akan tetap mendukung upaya pemerintahan Jokowi untuk mempertahankan kedaulatan dan kesatuan NKRI. Jangan sampai kita kalah dengan para pemberontak yang ingin memecah belah bangsa Indonesia tersebut.

Tak Usah Kaget, Partai Gerindra akan Merapat ke Pemerintahan Jokowi



Sinyal merapatnya Partai Gerindra ke pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin kuat. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan Prabowo dan isu jatah menteri yang berkembang.

Hal ini tentu saja menimbulkan dinamika baru dalam dunia perpolitikan di tanah air pasca Pilpres. Karena selain Gerindra, Demokrat juga dikabarkan akan merapat ke pemerintah. Meskipun nasibnya belum jelas. 

Ada beberapa indikasi adanya keinginan Gerindra untuk bergabung ke pemerintah. Pertama terlihat dari adanya pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo beberapa waktu lalu. 

Dalam pertemuan tersebut, Ketum Gerindra itu menyatakan siap membantu pemerintahan Jokowi bila diperlukan. Pernyataan itu diyakini sebagai isyarat bahwa Gerindra siap bergabung di pemerintahan Jokowi mendatang. 

Kemudian, menurut informasi yang beredar di kalangan wartawan, setelah pertemuan "Stasiun MRT" itu bakal ada lagi pertemuan lanjutan antara Prabowo dengan Jokowi. 

Pertemuan tersebut disebut-sebut untuk menjajaki kerja sama politik yang lebih matang untuk lima tahun ke depan.

Selain itu, Partai Gerindra juga disebut-sebut akan mendapatkan jatah 2 kursi menteri dan 1 posisi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Prediksi itu dibawah dari tawaran yang beredar.

Karena sebelumnya, Partai Gerindra meminta jatah kursi menteri-menteri bidang ekonomi. Mulai dari Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menko Ekonomi, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan.

Sementara itu, Partai Demokrat yang hingga kini masih bersifat abu-abu semakin ditinggalkan dan tidak dilirik lagi lantaran posisinya di pemerintahan ibarat duri dalam daging. 

Kenyataan di atas sebenarnya memberikan pelajaran penting bagi kita semua, bahwa dalam dunia politik tak ada lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. 

Setiap individu harus memahami bahwa segala yang berkaitan dengan politik adalah seni dalam meraih kekuasaan yang dalam perjalanannya membutuhkan penguatan melalui berbagai sisi, termasuk penggunaan ideologi untuk menarik massa.

Sehingga, kontestasi politik setiap lima tahunan jangan dimaknai sebagai peperangan. Apalagi perang antara umat Islam dan orang kafir. Politik bukanlah seperti itu.

Buktinya, kita bisa melihatnya sekarang. Politik hanyalah soal kontestasi kekuasaan, tidak kurang dan tidak lebih.

Senin, 15 Juli 2019

Para Penunggang Gelombang: Mereka yang Terkejut karena Pertemuan Prabowo dan Jokowi



Banyak yang terkejut dengan pertemuan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Terutama dari kalangan pendukung Prabowo sendiri. 

Maklum, selama ini mereka sangat getol memanas-manasi situasi, sehingga perseteruan keduanya terlihat tajam. 

Mereka yang belingsatan pasca Prabowo bertemu Jokowi adalah kelompok-kelompok pendukung yang terafiliasi dengan ide mengenai khilafah dan/atau gagasan Islam-politik, seperti PKS, PA 212, Garda 212 dan HTI. 

Pasca pertemuan itu, PA 212 yang diwakili Slamet Ma'arif menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak lagi bersama Prabowo. 

Ketua Umum Garda 212, Ansufri Idrus Sambo, yang juga guru mengajinya Prabowo, juga menanggapinya dengan kata “Speechless”.

Sementara PKS melalui Mardani Ali Sera memberikan kritik, menyayangkan bahwa dalam pertemuan itu, Prabowo tidak menyerukan oposisi.

Dari respon mereka, akhirnya kita tahu bahwa tokoh-tokoh militan tersebut ternyata selama ini yang memberikan masukan tidak benar kepada Prabowo. 

Mereka itulah sebenarnya pembisik dan provokator yang memberikan 'input' salah pada capres 02. Karena tak mau bila Jokowi dan Prabowo rukun kembali pasca Pilpres 2019. 

Jadi, pertemuan antara kedua tokoh di atas akhirnya berhasil membuka kedok mereka yang selama ini menunggangi Prabowo. 

Kita patut bersyukur para penunggang itu akhirnya lari tunggang langgang kehilangan pegangannya lagi.

Rekonsiliasi dan Gagalnya Agenda Para Penumpang Gelap di Barisan Prabowo



  

Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya membuka tabir kemelut Pilpres 2019 selama ini. Momen tersebut berhasil menunjukan adanya penumpang gelap di barisan Prabowo. 

Yaitu, mereka yang kecewa dan marah-marah karena adanya pertemuan tersebut. Bahkan, mereka sudah menegaskan untuk menarik dukungan dari Prabowo. 

Terang saja mereka marah dan tak terima, karena pertemuan itu telah menjadi titik lenyap kesempatan untuk melanjutkan agenda kelompoknya. 

Bagi mereka, pertemuan Jokowi-Prabowo berarti hilangnya alat, boneka, mainan, dan sarana untuk menghantam negeri ini.

Selama ini, mereka mengangkat Prabowo setinggi-tingginya hingga dijadikan "junjungan" semata agar bisa mengambil manfaat darinya. 

Para penumpang gelap di kubu Prabowo itu adalah para tokoh radikalis yang menjadikan agama sebagai alat destruksi, para pemuja khilafah dan antek-antek teroris. 

Radikalis agamis destruktif ini adalah mereka yang mau menjalankan agamanya secara murni tetapi memaksa orang lain mengikuti jalannya serta menganggap yang lain sesat dan harus disingkirkan karena dianggap sebagai perusak agama. 

Pertemuan di atas telah membuka tabir seluas-luasnya, bahwa tak ada lagi tempat bersembunyi bagi HTI yang selama ini berada di belakang Prabowo. Demikian juga untuk para teroris dan antek-anteknya. 

Makanya, tidak heran jika golongan tersebut kemudian berbalik menyerang Prabowo ketika bertemu dengan Jokowi. 

Setidaknya, dengan mencaci-maki Prabowo, mereka punya peluang untuk tetap memanaskan suasana. Walaupun sebenarnya mereka sedang menunjukkan siapa jati diri sebenarnya.

Untuk itu, Prabowo Subianto harus diselamatkan dari penumpang gelap di barisannya. Karena para penumpang "gelap" atau pembisik itu berusaha "menunggangi" Prabowo untuk agenda yang membahayakan negeri ini.

Dengan demikian, pertemuan antara Jokowi dan Prabowo menjadi senjakala bagi kelompok-kelompok radikal berbasis agama tersebut. Mereka tak bisa lagi menggunakan sentimen pendukung 01 dan 02 untuk memecah belah masyarakat.

Pun demikian, akhir dari kamuflase mereka. Kelompok yang ingin merusak Indonesia itu sudah jelas. Jangan biarkan mereka merongrong negeri ini lagi.

Tak Suka Rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo, Inginkan Indonesia Pecah?



Pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto tak selamanya dipandang positif. Terutama oleh kelompok yang tak menginginkan adanya rekonsiliasi antara keduanya.

Banyak yang terang-terangan menghina Prabowo dan Gerindra karena keputusan tersebut. Bahkan mereka kini telah menarik dukungan terhadapnya.

Kalau diperiksa ulang, mereka yang tak suka dengan pertemuan itu adalah kelompok anti-Pancasila. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh politisi PDI Perjuangan Charles Honoris. Menurutnya, kelompok yang tak suka dengan adanya rekonsiliasi itu adalah mereka yang ingin Indonesia rusak karena terus terpecah belah demi kepentingan jangka pendek.

Padahal, rekonsiliasi yang dilakukan Presiden Jokowi dan Prabowo itu adalah bentuk nyata sikap dua negarawan, sehingga patut dicontoh oleh pendukung masing-masing di akar rumput.

Rekonsiliasi itu telah melampaui kepentingan politik praktis, seperti keputusan koalisi atau oposisi sekalipun. 

Kedua tokoh tersebut hanya ingin rakyat Indonesia kembali bersatu, tidak ada lagi cebong dan kampret pasca-polarisasi yang tajam dalam Pilpres 2019.

Oleh karenanya, jika ada pihak-pihak yang tidak suka dengan rekonsiliasi dua negarawan tersebut, berarti mereka anti-Persatuan Indonesia dan anti-Pancasila. 

Patut dicurigai juga ada ideologi trans-nasional yang bermain di balik pihak-pihak yang tidak suka dengan rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo. 

Sebab, siapapun yang masih mencintai Indonesia dengan segala ke-bhinekaan-nya, pastilah setuju dengan semangat Persatuan Indonesia yang diserukan Jokowi dan Prabowo.

Kita patut waspada dengan kelompok-kelompok tersebut. Jangan sampai mereka kita beri ruang untuk berkembang.

Masyarakat Sebaiknya Tolak PA 212 akan Gelar Ijtima Ulama Keempat




Pasca pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto, Persaudaraan Alumni atau PA 212 berencana menggelar Ijtima Ulama keempat untuk membahas sikap politik ke depannya.

Mereka secara tegas menolak rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo. Tak hanya itu, mereka juga kecewa dengan keputusan Prabowo tersebut.

Menurut PA 212, Prabowo lebih memilih untuk mendengarkan orang-orang dari partai politik di sekelilingnya daripada ulama. Bahkan, dia menuduh keputusan Prabowo bertemu Jokowi itu datang dari para pengkhianat umat Islam.

Melihat itu kita bisa menilai bahwa Ijtima Ulama diljadikan PA 212 sebagai ajang politik untuk kepentingan kelompoknya, sementara Ijtima Ulama seharusnya digelar untuk kemaslahatan umat.

PA 212 menggelar Ijtima Ulama seolah-olah forum itu hanya milik pendukung Prabowo. Dengan begitu, PA 212 telah memberikan stigma negatif publik terhadap “Ijtima Ulama”.

Oleh karena itu, umat Islam sebaiknya menolak tegas Ijtima Ulama keempat ataupun politisasi agama dalam bentuk lain oleh PA 212. Itulah yang selalu membawa keributan di Indonesia.

Karena pada dasarnya umat Islam ingin kedamaian, bukan lagi perpecahan atau keributan akibat Pilpres 2019.

Minggu, 14 Juli 2019

Optimis! Inilah Pokok Pikiran Presiden Jokowi dalam Visi Indonesia




Presiden Terpilih Joko Widodo menyampaikan pidato sebagai presiden terpilih pada Minggu (14/7/2019) malam di Sentul, Jawa Barat. 

Acara itu bertajuk "Visi Indonesia" untuk menyampaikan gagasan-gagasan besar mengenai Indonesia di masa depan.

Presiden Jokowi dalam penyampaian Visi Indonesia RI-1 itu mendorong semua pihak meninggalkan cara dan pola lama dalam organisasi lembaga dan pemerintahan yang tidak efektif serta efisien.

Presiden Joko Widodo menegaskan akan terus melanjutkan pembangunan infrastruktur dalam masa kepemimpinannya hingga 2024 mendatang. 

Pembangunan infrastruktur itupun akan dilakukan secara besar-besaran, seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat,

Tak hanya itu, Jokowi memastikan, pembangunan infrastruktur itu bakal dilakukan dengan lebih cepat dan disambungkan dengan kawasan produksi rakyat.

Kemudian selain infrastruktur, prioritas Jokowi juga menyasar pada pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan SDM disebut menjadi kunci Indonesia ke depan. 

Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, sejak hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. 

Mendengar pemaparan Presiden Jokowi itu kita merasakan optimisme sebagai bangsa yang besar. Bersama Presiden Jokowi, ke depan bangsa Indonesia bisa bersatu dan bergotong royong untuk maju menghadapi situasi global yang dinamis.

Rabu, 10 Juli 2019

Penting! Pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo untuk Redakan Masyarakat yang Terbelah



Pertemuan antara Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo akan tetap terjadi sebagai upaya rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019. Hal ini dipastikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani.

Muzani memastikan, hingga saat ini komunikasi terus dijalin dengan pihak pendukung Presiden Jokowi untuk menentukan waktu pertemuan. 

Namun dia belum bisa memastikan kapan pertemuan itu akan terjadi.

Pihak Gerindra sepakat dengan wacana rekonsiliasi yang belakangan didorong oleh berbagai kelompok masyarakat.

Upaya rekonsiliasi tersebut perlu diawali dengan adanya pertemuan antara kedua tokoh yang menjadi rival di Pilpres 2019.

Bagaimanapun, itu penting karena ada kebutuhan untuk menyatukan masyarakat yang terbelah menjadi dua kubu dan berpotensi menimbulkan konflik.

Oleh karena itu, ide untuk mempertemukan bahkan saling menyatukan satu sama lain pasca Pilpres merupakan wacana yang sangat baik.

Kita berharap pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo itu bisa segera terjadi. Hal itu demi kebaikan bangsa dan negara Indonesia. 

Jangan sampai polarisasi dan gesekan antar masyarakat akibat Pilpres terus berlanjut. Sebagai bangsa yang besar, Pilpres kemarin sepatutnya menjadi pendewasaan atas kualitas demokrasi kita. 

Ayo, rukun kembali sehabis Pilpres!

Mayoritas Umat Islam di Indonesia itu Anggota NU dan Muhammadiyah, Apa sih Pentingnya Habib Rizieq?



Nama Habib Rizieq Shihab (HRS) disebut-sebut dalam wacana rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo. Mereka yang membawa namanya sebagai syarat rekonsiliasi adalah kubu 02. 

Lantas, apa sih signifikasi dan urgensi HRS dalam konstelasi umat Islam di Indonesia, sehingga harus dibawa-bawa dalam wacana rekonsiliasi antar dua elit yang bertarung dalam Pilpres 2019? 

Bila dipelajari betul, sebenarnya tak ada signifikasi HRS bagi umat Islam di Indonesia. Terbukti, adanya dia atau tidak di Indonesia, hal itu tidak berpengaruh pada kehidupan umat Islam. 

Bahkan, kadang kehadirannya di tanah air justru membuat suasana semakin ribut dan penuh kegaduhan. Lantas apa istimewanya? Nothing! 

Pun begitu dengan urgensi HRS di Indonesia, juga sama. Tidak ada urgensi dia harus di Indonesia. Kalau dia mau tinggal di Arab Saudi sana, juga tak begitu mempengaruhi kehidupan rakyat di Indonesia. Tak penting lah! 

Apalagi menurut pengamat sosial dari Universitas Katolik Widya Mandira atau Unwira Kupang, Marianus Kleden, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu sudah tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi umat Islam.

Menurutnya, mayoritas massa muslim di Indonesia masuk pada jaringan NU dan Muhammadiyah. Kedua organisasi itu diketahui memiliki hubungan yang baik-baik saja dengan Presiden Jokowi.

Senada dengan itu, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, menilai selama ini kubu Prabowo tersandra kepentingan Habib Rizieq.

Adaya syarat dalam wacana rekonsiliasi itu dianggap sangat lebay. Hal itu sama saja menggadaikan kepentingan bangsa pada kepentingan individu seorang habib. 

Kembali lagi, apa sih pentingnya seorang HRS? Toh, tidak ada pengaruhnya bagi bangsa Indonesia!

Rekonsiliasi harus hadir atas dasar kesadaran dari kedua belah pihak tanpa adanya paksaan, apalagi syarat. 

Pengajuan syarat dari pihak 02 justru malah merendahkan pihak mereka sendiri, karena yang diharapkan publik adalah keikhlasan dengan penuh kesadaran antara paslon 01 dan 02 untuk melakukan rekonsiliasi tanpa syarat. 

Rekonsiliasi politik dan rekonsiliasi hukum adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Negara hukum tak mengenal istilah rekonsiliasi hukum. Jadi jangan dicampuradukkan.

Dorong Demokrasi Sehat, Nasdem Tolak Kabinet Jokowi Diisi Partai Pendukung Prabowo-Sandi




Wacana bergabungnya partai pendukung Prabowo-Sandi ke dalam pemerintah mulai ditentang oleh pendukung Jokowi. Partai Nasdem secara tegas menolak kursi menteri di pemerintahan Jokowi jilid kedua ini untuk partai oposisi. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Johnny G Plate. Ia menolak keras kabinet Jokowi diisi partai koalisi pengusung capres 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Menurutnya koalisi sebelah tetap dapat mengambil peran konstruktif lain dalam rangka membangun negara tanpa menjadi bagian anggota kabinet.

Sebab, menjadi oposisi yang baik itu termasuk sebagai bagian dari bekerjanya demokrasi yang baik. 

Jika semua berada dalam kabinet, demokrasi hanya akan menjadi drama yang tidak lucu, apalagi akan menyenangkan rakyat. 

Selain itu, politisi Partai Nasdem ini mendukung kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin diisi tokoh dari kalangan profesional. Tokoh profesional itu bisa dari partai politik dan non partai.

Hal itu akan mendukung pemerintahan Jokowi dapat bekerja secara efektif dan efisien. Itulah yang justru diharapkan oleh rakyat.

Mari kita dukung pemerintahan Jokowi yang akan membawa Indonesia Maju. Salah satunya dengan tidak menerima kursi menteri dari koalisi 02. 

Biarkan mereka menjadi oposisi sebagai tandem pemerintah. Setuju?

Dorong Demokrasi Sehat, Nasdem Tolak Kabinet Jokowi Diisi Partai Pendukung Prabowo-Sandi



Wacana bergabungnya partai pendukung Prabowo-Sandi ke dalam pemerintah mulai ditentang oleh pendukung Jokowi. Partai Nasdem secara tegas menolak kursi menteri di pemerintahan Jokowi jilid kedua ini untuk partai oposisi. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Johnny G Plate. Ia menolak keras kabinet Jokowi diisi partai koalisi pengusung capres 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Menurutnya koalisi sebelah tetap dapat mengambil peran konstruktif lain dalam rangka membangun negara tanpa menjadi bagian anggota kabinet.

Sebab, menjadi oposisi yang baik itu termasuk sebagai bagian dari bekerjanya demokrasi yang baik. 

Jika semua berada dalam kabinet, demokrasi hanya akan menjadi drama yang tidak lucu, apalagi akan menyenangkan rakyat. 

Selain itu, politisi Partai Nasdem ini mendukung kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin diisi tokoh dari kalangan profesional. Tokoh profesional itu bisa dari partai politik dan non partai.

Hal itu akan mendukung pemerintahan Jokowi dapat bekerja secara efektif dan efisien. Itulah yang justru diharapkan oleh rakyat.

Mari kita dukung pemerintahan Jokowi yang akan membawa Indonesia Maju. Salah satunya dengan tidak menerima kursi menteri dari koalisi 02. 

Biarkan mereka menjadi oposisi sebagai tandem pemerintah. Setuju?

PAN Ingin Menjadi Partai Besar dan Modern? Tinggalkan Amien Rais!



Partai Amanat Nasional (PAN) memang susah untuk dilepaskan dari sosok Amien Rais. Namun, suara untuk melepaskan ketergantungan itu mulai muncul dari kalangan internal PAN sendiri. 

Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan. Ia menilai partai harus bisa lepas dari pengaruh satu orang tokoh dalam mengambil keputusan. 

Tokoh yang dimaksud di sini tentu saja mengacu pada Ketua Dewan Kehormatan Amien Rais.

Menurut Bara, PAN harus lepas dari ketergantungan Amien Rais. Supaya PAN menjadi partai yang besar dan kuat dalam Pemilu.

Komentar Bara ini terkait erat dengan pernyataan Amien Rais sebelumnya yang memperingatkan agar PAN jangan bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Amien tegas menolak PAN mendukung Presiden Jokowi.

Untuk itu, Bara menyuarakan penolakan itu dengan mengajak segenap kader PAN agar tidak menyerahkan keputusan politik pada satu-dua orang elit. 

Menurutnya, keputusan politik untuk bergabung atau tidak dalam pemerintahan Jokowi itu, harus berdasarkan rasionalitas dan pertimbangan politik yang matang. Utamanya, harus mendengarkan aspirasi dari bawah. 

Bara dan mayoritas kader sebenarnya mendukung PAN untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Namun, dia menampik jika niatan bergabung hanya demi kursi kabinet. 

Menurutnya, PAN hanya ingin memberikan kontribusi kepada pemerintah. Juga demi keberlangsungan partai untuk ke depan. 

Apa yang diungkapkan oleh Bara di atas ada benarnya. Jika PAN ingin maju dan berkembang sebagai partai modern harus menanggalkan cara berpolitik patronase. 

PAN harus melepaskan diri dari pengaruh senioritas dalam menentukan keputusan politik. Sebaliknya, mereka harus berani menyandarkan keputusan politik pada sistem demokratis di internal mereka sendiri. 

Sudahlah, tinggalkan saja Pak Amien 'Nangis' itu.

Selasa, 09 Juli 2019

FPI Belum Lengkapi Syarat Perpanjangan Izin, Sebaiknya Tolak Saja, Pak!



Permohonan Front Pembela Islam (FPI) untuk perpanjangan surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) masih belum lengkap. Masih ada setengah syarat yang belum dipenuhinya.

Hal ini berdasarkan keterangan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo kepada media beberapa waktu lalu.

Menurut pantauannya, FPI masih belum melengkapi 10 dari 20 syarat administrasi dalam permohonan perpanjangan SKT itu. 

Karena itu, izin perpanjangan tersebut belum bisa dikeluarkan oleh Kemendagri. Meski demikian, Mendagri masih menunggu bila mereka mau melengkapi.

Tjahjo menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak melakukan diskriminasi kepada FPI. Karena semua ormas diperlakukan sama ketika mengajukan perpanjangan SKT.

Perlu diketahui, semua ormas apabila ingin mengajukan perpanjangan SKT akan dievaluasi dan dilihat rekam jejaknya. Sejumlah syarat juga harus dipenuhi.

Jadi, hal itu tidak hanya berlaku pada FPI saja, melainkan kepada semua ormas yang ada di Indonesia.

Meski demikian, masyarakat berharap pemerintah dapat mengambil langkah bijak berkaitan dengan ormas radikal yang kerap menebar kebencian seperti FPI ini.

Rekam jejak mereka harus dievaluasi. Kalau bisa harus diluruskan agar tidak main hakim sendiri atas nama agama. 

Bila tak mau tunduk, lebih baik ormas seperti FPI ini dibubarkan saja. Mereka telah menjadi benalu dalam kehidupan demokratis di masyarakat Indonesia.

Jumat, 05 Juli 2019

Prabowo Subianto Bapak Pemecah Persatuan Indonesia Kena Batunya




Perpecahan di kalangan pendukung Prabowo semakin tak terelakkan. Syak wasangka disebarkan diantara sesama mereka sendiri. 

Setelah pasangan Prabowo-Sandi kalah, kini mereka berjalan sendiri-sendiri. Tak ayal muncul tudingan adanya poros ketiga.

Wakil Sekjen Partai Gerindra Andre Rosiade menuding adanya Poros III yang berusaha mendelegitimasi pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno.

Lewat serangkaian cicitannya di akun Twitter @andre_rosiade, Andre mengutip opini karya Zeng Wei Jian yang berjudul Tegak Lurus Bersama Prabowo.

"Tanda-tanda semakin jelas. Elite-elite Poros III semakin nyata gerakannya. Delegitimasi Prabowo-Sandi. Rekrutan aktivis, Ex BPN, Timses Prabowo-Sandi, dan para petualang jalanan. In short; para penghianat," begitu cuitan Andre dalam kultwit pertama dari rangkaian 12 cicitannya.

Poros ke-III muncul karena banyak pendukung Prabowo yang mengkritik dirinya karena memilih mengambil jalan konstitusi setelah gencar mengatakan tak terima hasil pemilu curang. Para kampret kini terbelah antara yang fanatis dan realistis. 

Tetapi bagaimanapun Prabowolah yang awalnya menciptakan fanatisme itu dengan sujud syukur berkali-kali, konferensi kemenangan dan meriakkan kecurangan TSM, dan sekarang kena batunya oleh pendukungnya sendiri.

Oleh karena itu, Prabowo dan kubunya harus meminta maaf atas tuduhan kecurangan TSM yang tak terbukti. Yang mana ini mendorong pendukungnya untuk menerima kekalahan. Sehingga dipastikan tak akan timbul kemarahan dan gejolak di masyarakat yang bekepanjangan.

Semoga polarisasi dan pecah belah di masyarakat ini dapat segera diakhiri.

Polemik Pasca Pilpres, Partai Berkarya Gugat Gerindra ke MK



Partai Berkarya diketahui sedang berkonflik dengan rekan sekoalisinya sendiri, Partai Gerindra. Musababnya soal suara yang hilang dicuri pada perhelatan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu.

Karena masalah tersebut, partai pimpinan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto itu pun menggugat Gerindra di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Saat ini, permohonan Partai Berkarya di MK sudah lengkap sehingga diregistrasi dan akan disidangkan pada 9 Juli 2019. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Juru bicara MK, Fajar Laksono.

Untuk itu, dia meminta agar seluruh pihak mengikuti jalannya persidangan nanti jika memang gugatan ini kemudian tak dicabut. Dia mengatakan, biarkan majelis yang membuka seluruh fakta di dalam persidangan dan menilainya.

Menanggapi itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tak mau ikut campur terkait masalah gugatan 'palsu' beratasnamakan Partai Berkarya terkait sengketa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

KPU akan mengikuti keputusan MK apakah akan melanjutkan atau tidak gugatan soal pencaplokan 2,7 juta suara Partai Berkarya oleh Gerindra.

Sekarang kita menyaksikan gontok-gontokan diantara partai koalisi 02 pasca Pilpres. Mereka saling sikut demi kepentingannya masing-masing. 

Untung saja mereka tidak menang, karena bila sampai terpilih mungkin kita akan menyaksikan 'perang saudara' karena pembagian kekuasaan. 

Mari kita ikuti saja persidangan antara Partai Berkarya dan Gerindra ini. Kita simak dengan sruput kopi.

Mulai Geger Sendiri, Gerindra Berencana Laporkan Relawan Penggagas KTP-PS



Partai Gerindra mulai geger dengan relawan pendukung Prabowo-Sandi. Pasalnya, barisan pendukung pemenangan 02 itu mulai ngawur dan merugikan kepentingan Gerindra.

Hal itu terlihat dari isu pembuatan Kartu Tanda Pendukung Prabowo-Sandi (KTP-PS) yang sedang ramai akhir-akhir ini.

Karena kasus tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengancam akan melaporkan relawan dan pendukung yang menggagas itu.

Dasarnya, setiap kegiatan yang mengatasnamakan Prabowo-Sandi harus seizin Prabowo, dan Partai Gerindra. Relawan dan pendukung tidak dapat membuat kegiatan atas nama Prabowo-Sandi secara ilegal.

Nah masalahnya, Prabowo ternyata tak mengetahui kabar pembuatan KTP-PS yang mulai ramai sejak Minggu (31/6) lalu.

Waketum Gerindra itu meminta semua relawan pendukung meminta izin jika hendak membuat suatu gerakan mengatasnamakan Ketua Umum Gerindra itu.

Kata dia, segala sesuatu yang dilakukan pendukung dan berhubungan langsung dengan Prabowo akan berdampak pada Mantan Danjen Koppasus itu.

Menurut Dasco, rencana untuk mempolisikan relawan akan dilakukan setelah mendapat restu dari Prabowo.

Setelah kalah Pilpres keributan memang menghampiri koalisi 02. Diantara sesama pendukungnya saja bisa gontok-gontokan, bahkan bisa saling melaporkan ke polisi.

Hal ini menunjukan bahwa koalisi yang mereka bangun pada dasarnya hanya demi kepentingan sesaat saja. Sekarang kita melihat titik senjakala dari koalisi (yang diklaim) "Adil dan Makmur" itu.

Sayonara Prabowo-Sandi, selamat tinggal koalisi 02.

Tagar Baru #KamiOposisi Beredar, Pemerintah Tak Perlu Risau dan Khawatir


Politik tagar-tagaran (#) kembali digaungkan oleh politikus PKS, Mardani Ali Sera. Setelah dulu sempat mempopulerkan tagar #2019GantiPresiden, kini dia menginisiasi #KamiOposisi.

Menanggapi itu kita tak perlu kaget. Toh, politik tagar ternyata tak begitu berpengaruh pada dunia nyata.

Terbukti dari tagar #2019GantiPresiden lalu yang tak berhasil mengantarkan Prabowo-Sandi menggeser petahana.

Meskipun demikian, kita patut menghargainya. Hal itu bagian dari hak warga negara. kan tetapi pembuatan tagar tersebut tidak ada urgensinya dan cenderung berdampak negatif bagi masyarakat.

Apalagi jika hanya untuk sensasi bikin tagar, cabut tagar, bikin lagi, kemudian cabut lagi, hanya akan merusak masyarakat. Hal tersebut menunjukan bahwa mereka ternyata tak konsisten.

Berkaitan dengan itu, pihak pemerintah tak perlu terlalu risau. Karena oposisi yang nyata itu ada di ruang parlemen, bukan di tagar.

Kita juga tidak ada urusan dengan tagar-tagar mereka, sebab politik ini tidak sesederhana politik tagar. Kita juga bisa membuat tagar #KoalisiPemerintah, tetapi untuk apa? Itu tidak penting.

Sudahlah, mari berpolitik dengan waras dan akal sehat saja. Suarakan kepentingan publik demi kebaikan bersama.

Sikut-Sikutan, Kader Gerindra di Jawa Timur Gugat Rekan se-Partai ke MK


Sikut-sikutan dalam politik kerap terjadi, termasuk dalam satu partai sendiri. Itulah yang menjadi pengalaman buruk pada kader partai Gerindra di Jawa Timur.

Caleg Gerindra dapil Jawa Timur I, Bambang Haryo Soekarto, menggugat Rahmat Muhajirin, rekan separtainya sendiri ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilayangkan lantaran petahana itu merasa suaranya dicuri Rahmat.

Dalam permohonannya yang terlampir di laman resmi MK, Bambang menyebut suara yang didapatnya seharusnya sebesar 87.000 suara. Sedangkan dalam perolehan yang dirilis KPU, Bambang hanya mendapat 52.451 suara.

Menurut Bambang, Rahmat seharusnya hanya mengantongi 30.000 suara. Adapun menurut KPU, Rahmat menang dengan 86.274 suara.

Bambang menilai kemenangan Rahmat terkesan janggal. Pasalnya, Rahmat bukan merupakan public figure yang familiar dengan masyarakat. Berbeda dengan dirinya yang merupakan petahana.

Kelakuan di atas sebenarnya agak janggal. Rekan satu partai biasanya saling bahu-membahu, namun mereka ternyata saling sikut sehingga berujung pada pelaporan ke MK.

Dengan begitu, Gerindra sebenarnya sedang memainkan parodi komedi karena saling menggugat sesama kadernya sendiri. Dan ternyata demi menjadi anggota legislatif, sesama kader Gerindra saling serang dan terang-terangan membuka aib.

Apa yang dilakukan oleh mereka sungguh tak pantas diteladani. Mereka bukanlah sosok yang berjuang demi kepentingan rakyat luas, tetapi untuk ambisi pribadi saja.