Dugaan korupsi di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sangat mudah dikenali oleh awam. Terutama terkait dengan kasus instalasi getah getih yang lagi ramai dibicarakan publik.
Pasalnya, seniman pembuat instalasi bambu Getih Getah—yang baru dibongkar oleh Pemprov DKI Jakarta setelah dipajang 11 bulan— itu menyebut biaya produksi patung tersebut tidak sampai Rp 300 juta.
Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan harga keseluruhannya Rp 550 juta. Hal ini secara gamblang disebutkannya dalam sejumlah acara publik.
Tetapi setelah dikonformasi, Anies terlihat bingung. Dia mengatakan, akan memeriksa lagi biaya lainnya yang membuat total harga menjadi Rp 550 juta.
Bagi orang awam, kasus seperti itu sangat gampang bisa disebut korupsi. Soalnya harga sebuah barang/jasa tidak semahal uang dianggarkan.
Lantas dimana selisihnya? Ya, kemungkinan besar diambil oleh mereka yang berwenang.
Namun pertanyaannya, kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bertindak? Bukankah kasus itu sudah terang di publik?
Mandegnya kerja KPK untuk kasus-kasus tertentu, seperti di DKI Jakarta ini, sepertinya karena adanya pembelahan yang parah dalam lembaga anti rasuah tersebut.
Diakui atau tidak, di tubuh KPK saat ini terdapat oknum ‘Taliban’ yang bekerja tidak secara professional, independen dan proporsional.
Oknum tersebut lebih menyasar pada kelompok dan pihak yang dianggap rival atau tidak sesuai dengan paham dan ideologi mereka. Dalam hal ini, Anies Baswedan dianggap sekutu mereka.
Sebaliknya, oknum Taliban yang cenderung bermain politik yang justru banyak menargetkan orang-orang di pemerintahan sekarang.
Makanya, kasus-kasus korupsi seperti kasus getah getih seperti itu aman-aman saja. Kelompok Taliban di KPK itu tak akan mengungkitnya.
Sehingga, bisa dipastikan bahwa kasus dana patung bambu yang melibatkan Gubernur DKI tak akan pernah tersentuh oleh KPK selama didalamnya masih terdapat oknum Taliban yang tebang pilih.
Ke depan, yang menjadi tantangan pimpinan KPK terbaru adalah soal perpecahan di internal KPK ini. Tantangan untuk KPK itu adalah bisa bekerja secara profesional, independen dan proporsional.
Untuk itu, diperlukan ketegasan para komisioner. Jangan sampai ada penyidik atau anggota KPK bermain politik.
Jangan sampai pula, KPK dijadikan alat balas dendam kelompok politik tertentu untuk membalas lawan-lawan politik mereka dan melindungi kawan-kawan politiknya.
Semoga KPK dapat sehat kembali dan mampu memberantas korupsi tak terkecuali, termasuk kasus getah getih di Pemprov DKI Jakarta tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar