Sinyal merapatnya Partai Gerindra ke pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin kuat. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan Prabowo dan isu jatah menteri yang berkembang.
Hal ini tentu saja menimbulkan dinamika baru dalam dunia perpolitikan di tanah air pasca Pilpres. Karena selain Gerindra, Demokrat juga dikabarkan akan merapat ke pemerintah. Meskipun nasibnya belum jelas.
Ada beberapa indikasi adanya keinginan Gerindra untuk bergabung ke pemerintah. Pertama terlihat dari adanya pertemuan antara Presiden Jokowi dan Prabowo beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Ketum Gerindra itu menyatakan siap membantu pemerintahan Jokowi bila diperlukan. Pernyataan itu diyakini sebagai isyarat bahwa Gerindra siap bergabung di pemerintahan Jokowi mendatang.
Kemudian, menurut informasi yang beredar di kalangan wartawan, setelah pertemuan "Stasiun MRT" itu bakal ada lagi pertemuan lanjutan antara Prabowo dengan Jokowi.
Pertemuan tersebut disebut-sebut untuk menjajaki kerja sama politik yang lebih matang untuk lima tahun ke depan.
Selain itu, Partai Gerindra juga disebut-sebut akan mendapatkan jatah 2 kursi menteri dan 1 posisi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Prediksi itu dibawah dari tawaran yang beredar.
Karena sebelumnya, Partai Gerindra meminta jatah kursi menteri-menteri bidang ekonomi. Mulai dari Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menko Ekonomi, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan.
Sementara itu, Partai Demokrat yang hingga kini masih bersifat abu-abu semakin ditinggalkan dan tidak dilirik lagi lantaran posisinya di pemerintahan ibarat duri dalam daging.
Kenyataan di atas sebenarnya memberikan pelajaran penting bagi kita semua, bahwa dalam dunia politik tak ada lawan dan kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.
Setiap individu harus memahami bahwa segala yang berkaitan dengan politik adalah seni dalam meraih kekuasaan yang dalam perjalanannya membutuhkan penguatan melalui berbagai sisi, termasuk penggunaan ideologi untuk menarik massa.
Sehingga, kontestasi politik setiap lima tahunan jangan dimaknai sebagai peperangan. Apalagi perang antara umat Islam dan orang kafir. Politik bukanlah seperti itu.
Buktinya, kita bisa melihatnya sekarang. Politik hanyalah soal kontestasi kekuasaan, tidak kurang dan tidak lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar